Sunday, July 8, 2007

Konsep regenerasi perspektif Islam

Oleh: Arwani Syaerozi*

"Orang tua melahirkan anak, anak melahirkan orang tua"
begitulah momentum kehidupan umat manusia di alam dunia. Ungkapan di atas sengaja saya jadikan start point dalam tulisan kali ini. Seseorang yang bersikeras untuk mempertahankan posisi atau jabatannya, walaupun ditopang dengan berbagai sarana dan prasarana yang paling mutakhir, pada ujungnya akan tersingkirkan juga, kedudukannya akan ditempati oleh orang lain yang sebelumnya menjadi bawahan baik dalam usia maupun jabatan.

Contoh konkrit dari premis di atas : runtuhnya orde lama pimpinan Ir. Soekarno yang dinobatkan sebagai presiden Indoensia seumur hidup, pada akhirnya posisi tersebut diambil alih oleh jenderal Soeharto sebagai pendiri orde baru, dan rezim ini pun runtuh diiringi dengan berkibarnya orde reformasi, begitulah seterusnya. Atau runtuhnya rezim Saddam Husein di Irak yang terkenal dengan " tangan besinya ". Kasus – kasus di atas masih terbayang dalam pikiran kita, betapa kekuatan fisik dan kecerdasan akal pikiran yang dilengkapi dengan teknologi canggih tidak akan mampu membendung proses regenerasi.

Dalam lingkup organisasi, beberapa orang telah silih berganti menempati pos sebagai ketua umum, atau posisi kepengurusan lainnya. Dalam rumah tangga, seorang ayah sebagai pemegang otoritas, mau tidak mau digantikan oleh anak-anaknya setelah dia pergi meninggalkan alam fana. Anak - anaknya secara lambat tapi pasti akan berubah status menjadi seorang bapak dalam struktur keluarga.

Dari ilustrasi di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa regenerasi merupakan sunnatullah (hukum alam), baik itu pada level terkecil dalam struktur masyarakat yaitu keluarga maupun dalam struktur terluas yaitu negara atau organisasi Internasional, semisal perserikatan bangsa-bangsa (PBB).

Yang kemudian menjadi bahan yang menarik untuk didiskusikan dalam tema ini adalah, ternyata tidak jarang dalam proses regenerasi menimbulkan chaos dan ketidakstabilan situasi. Predikat " sukses " dan " tidaknya " sebuah proses regenerasi merupakan tanda tanya besar bagi komunitas yang sedang menjalankan proses tersebut.

Dalam tulisan ini, ada dua hal penting yang sengaja saya jadikan sebagai bahan pembicaraan, pertama tentang proses regenerasi, dan kedua : tentang subyek dalam sebuah regenerasi. Tentunya methode kajian ini akan lebih dititik beratkan pada pendekatan kacamata syari`at Islam.


Proses regenerasi :

Regenerasi manusia telah menjadi ketetapan Allah Swt semenjak zaman azaly (dahulu tidak ada permulaannya), hal ini telah ditegaskan dalam salah satu firman-Nya : “ Kemudian kami jadikan kamu pengganti - penggganti (mereka) di muka bumi sesudah mereka, supaya Kami memeprhatikan bagaimana kamu semua berbuat” (Qs. Yunus : 14).

Secara eksplisit ayat tadi mengatakan bahwa pergantian antar generasi menurut pandangan Islam semata-mata memiliki tujuan selektifitas mutu kwalitatif dengan kadar ketakwaan di hadapan Allah Swt. Untuk itulah amal perbuatan yang berlandaskan pada pola keimanan adalah merupakan barometer serta indikatornya. sebab inilah inti dari penciptaan manusia sebagai khalifah Allah di muka bumi. " Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku " (Qs. Adz Dzariyat : 56)

Secara global mekanisme regenerasi dalam Islam bisa kita sederhanakan menjadi tiga katagori :

Pertama, Pernikahan, dalam hal ini kaum hawa (perempuan) sebagai poros regenerasi manusia, di tangannyalah para generasi baru itu dididik. ulama kontemporer asal Mesir Muhammad Ghazali pernah menyitir syair seorang sastrawan Arab, Hafidh Ibrahim : " Ibu adalah sekolah, jika engkau mempersiapkannya, berarti engkau mempersiapkan bangsa yang berketurunan baik ". dengan ini pernikahan adalah sebagai satu-satunya mekansime regenerasi jasad manusia yang valid menurut Islam.

Kedua, Warisan, yang dimaksud dengan masuknya warisan dalam katagori mekanisme regenerasi menurut Islam, bukan warisan yang bersifat materi, akan tetapi warisan karakter, prinsip dan perjuangan. Para pakar, intelektual dan tokoh masyarakat saat ini merupakan perpanjangan tangan dari ide pemikiran, karakter, prinsip serta perjuangan generasi sebelumnya. Dalam sebuah hadist ditegaskan bahwa ulama adalah pewaris para nabi. Dengan demikian maka para pemangku masyarakat akan terus bermunculan dengan mewarisi pola pikir dari generasi sebelumnya walaupun tidak secara mutlak.

Ketiga, Musyawarah, Dalam literatur Islam kita akan menemukan istilah Syura` yaitu proses dialog dalam memecahkan permasalahan. " Dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu " (Qs. Ali `Imran : 159), " Sedang urusan mereka (diputuskan) dengan bermusyawarah anatar mereka " (Qs. As Syuraa : 38). Untuk lingkup sebuah negara, suksesi kepemimpinan lumrahnya dilakukan dengan melalui mekanisme pemilihan, begitu juga dalam sebuah organisasi baik politik, sosial kemasyarakatan, maupun keagamaan. Proses pemilihan ini sebenarnya merupakan upaya damai agar tidak terjadi konfrontasi fisik dalam mempertemukan beberapa kepentingan yang berbeda. Dengan demikian substansi mekanisme pemilu tidak lain merupakan maqasid syari’ah (tujuan) disyari`atkannya syura` (musyawarah) dalam Islam.

Kalau mekanisme musyawarah ini diaplikasikan dengan cara vair dan proporsional saat suksesi kepemimpinan, maka anarkisme dan ketidakstabilan situasi akan terhindari, dan dengan sendirinya proses regenerasi akan berjalan stabil.

Subyek regenerasi :

Ada adagium yang sangat terkenal di tengah masyarakat kita: “ Di tangan pemudalah terletak seluruh persoalan umat, dan di atas pundaknya terletak kelangsungan hidup dan kehidupan sebuah Agama “, senada dengan ungkapan tadi, kita pun mengenal ungkapan berbahasa Arab: " Syubbanu al Yaum Rijalu al Ghad " (Pemuda sekarang adalah pemimpin di masa depan).

Dari sini menjadi urgen untuk menetapkan beberapa landasan bagi pelaku regenerasi, khususnya yang berkaitan dengan moralitas yunior (individu maupun golongan) yang akan tampil menggantikan senior (baca : generasi sebelumnya). Kemudian diintisarikan dari kandungan syari`at Islam, kita bisa menelurkan lima mabadi` (landasan) untuk menopang kesuksesan sebuah regenerasi, dimana kelima mabadi` tersebut harus tercermin pada prilaku subyek regenerasi.

1- Amanah (dapat dipercaya), kriteria ini diambil dari teks al Qur`an " Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya " (Qs an Nisa : 58), dan sabda Rasul Saw " Tanda-tanda orang munafik ada tiga : apabila berkata dia bohong, apabila berjanji dia tidak menepati, dan apabila dipercaya dia berhianat " (HR. al Bukhori dan Muslim)
2- `Adalah (berlaku adil), kriteria ini diambil dari teks al Qur`an " Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan " (Qs. An Nahl : 90), dan sabda Rasul Saw " Sesungguhnya orang - orang yang berbuat adil dalam menghukumi terhadap keluarga dan sesamanya di sisi Allah berada pada kedudukan yang mulia " (HR. Muslim)
3- Ta`awun (tolong menolong), kriteria ini diambil dari teks al Qur`an " Dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebenaran dan takwa, dan janganlah tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran " (Qs al Ma`idah : 2), dan sabda Rasul Saw " Tolonglah saudaramu baik dalam keadaan teraniaya maupun menganiaya " kemudian Rasul Saw ditanya oleh salah seorang sahabatnya, bagaimana cara kita menolong orang yang sedang menganiaya ? dijawab oleh beliau " dengan mencegahnya dari perbuatan tersebut " (HR. al Bukhori)
4- Tasamuh (toleransi), kriteria ini diambil dari teks al Qur`an " Dan jika kamu memaafkan dan tidak memarahi serta mengampuni (mereka) maka sesungguhnya Allah maha pengampun lagi maha penyayang " (Qs. at Taghabun : 14), dan sabda Rasul Saw " Tebarkan kedamaian maka kalian semua akan selamat " ( HR. Muslim)
5- Istiqamah (konsisten), kriteria ini diambil dari teks al Qur`an " Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan : " tuhan kami ialah Allah " kemudian mereka tetap istiqamah maka tidak ada kekhawatiran terhadap mereka, dan mereka tiada ( pula ) berduka cita " (Qs. al Ahqaf : 13), dan sabda Rasul Saw " Katakanlah : aku beriman kepada Allah kemudian bersitiqamahlah " (HR. Muslim)

Menjadi jelas-lah bahwa ajaran Islam berbeda dengan doktrin – doktrin lainnya dalam menanggapi isu pembangunan dan regenerasi. Islam memiliki konsep tersendiri, yakni pembangunan manusia dan penegakan fitrah kemanusiaan, upaya untuk " memanusiakan manusia ". Sebuah konsep yang tidak memprioritaskan materialisme (wujud kebendaan) dan Hedonisme (hanya mementingkan kelezatan duniawi) tanpa sentuhan nilai - nilai spiritual yang membawa dampak hilangnya struktur makna kehidupan. Wallahu A`lam.


* Tulisan ini dipublikasikan di bulletin Ikrar Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Tunisia