Sunday, January 3, 2010

Kemajuan teknologi di mata kaum santri


Oleh: Arwani Syaerozi*

Teknologi merupakan budidaya dan inovasi manusia, kemajuan dan perkembangannya akan terus terjadi selama kehidupan di dunia ini berlangsung. Teknologi berhubungan dengan berbagai bidang kehidupan, seperti; transportasi, komunikasi, informasi, pendidikan, kesehatan, ekonomi, dst.

Pada dasarnya tujuan pengembangan teknologi adalah untuk mempermudah gerak hidup manusia. Dengan sebuah mesin cuci, seseorang bisa mencuci pakaian hanya dengan menekan tombol-tombol tertentu, tidak perlu mengeluarkan tenaga dan keringat. Dengan sepeda motor, seseorang bisa menempuh jarak puluhan kilometer dalam waktu yang singkat, tidak perlu mengeluarkan tenaga ekstra. Dengan pesawat terbang, seseorang bisa nyaman melancong ke Negara atau Benua lain dalam hitungan jam. Dengan jaringan internet, seseorang dapat mengakses berbagai persitiwa yang terjadi di belahan dunia manapun.

Kita bisa melihat dengan mudah fase perkembangan teknologi (dalam hal ini teknologi informasi dan komunikasi) pada deskripsi sederhana berikut, pada beberapa dekade yang silam, seseorang hanya bisa mengirim pesan / surat melalui kurir manusia ataupun hewan (burung), pesan akan sampai ke tujuan dalam waktu yang lama, kemudian berkembang dengan melalui jasa pos, ini pun masih membutuhkan waktu berhari-hari. kemudian ditemukan telegram atau faximail, yang hanya membutuhkan beberapa menit untuk menyampaikan pesan, dan akhir-akhir ini kita mengenal fasilitas SMS (Short Message Service) dan EMAIL (Electronic Mail) yang hanya membutuhkan beberapa detik untuk mengirim pesan ke manapun.

Namun, bagi kita sebagai komunitas relegius, kemajuan teknologi ibarat pedang bermata dua, di satu sisi ia mempermudah gerak dan fasilitas hidup, di sisi lain ia memberikan dampak negatif yang tidak bisa dianggap remeh. Paling tidak, sinyal ini ditemukan pada apa yang diungkapkan oleh pemikir asal Perancis Jacques Ellul bahwa: “teknologi akan menyebabkan rekayasa teknis atas manusia, hasinya adalah L’homme-Machine (manusia mesin) yang sudah kehilangan kemanusiaannya” (1964).

Sisi positif kemajuan teknologi:

Tidak sedikit manfaat yang kita peroleh dari kemajuan teknologi (dengan berbagai macamnya). Manfaat-manfaat ini bisa kita sederhanakan pada satu point, yaitu: ia memberikan kemudahan dan fasilitas nyaman dalam menjalani kehidupan.

Komunikasi seorang santri dan keluarganya secara mudah dilakukan melalui pesawat telepon, pengiriman uang bestel bisa dilakuan melalui krekening bank dan diambil melalui kartu ATM, adzan dikumandangan melalui microphone (pengeras suara), begitu juga pengurus pesantren mengumumkan informasi melalui microphone yang dengan mudah akan didengar dan diakses oleh seluruh santri, yang sedang berada di kamar, di dapur, di musholla, di warung dst.

Database (basis data) dan komputerisasi informasi yang dimiliki dan dikelola oleh pesantren atau lembaga pendidikan akan sangat membantu pelacakan data serta informasi berkaitan dengan para alumni yang telah pulang dan menetap di daerah masing-masing. Hanya dengan seperangkat alat computer ratusan atau bahkan ribuan data santri-alumni bisa disimpan di dalamnya dan siap untuk diakses kapanpun saat dibutuhkan.

MP4 yang hanya sebesar tiga jari tangan dengan kapasitasnya yang bisa mencapai 40 GB, dapat digunakan oleh para santri untuk merekam pengajian, ceramah, kuliyah, atau suara baca’an al Qur’an untuk kemudian disimak ulang saat waktu luang. Begitu juga fenomena munculnya kitab-kitab digital yang dikumpulkan dalam sebuah CD atau bentuk file PDF, akan mempermudah para santri dan pelajar dalam mengkoleksi buku-buku referensi. Inilah diantara contoh manfaat dari kemajuan teknologi bagi para santri dan pelajar.

Sisi negatif kemajuan teknologi :

Hasil inovasi dan budidaya manusia dalam bidang teknologi ini tidak semuanya membawa dampak positif dan bermanfaat bagi umat manusia, khususnya bagi kita sebagai masyarakat relegius, yang berkewajian untuk menghargai nilai-nilai agama dan menta’atinya.

Sudah menjadi rahasia umum, bahwa kemajuan teknologi -saat ini- didominasi oleh hasil pemikiran dan kerja keras orang-orang non muslim. Bangsa Jepang, Korea Selatan, Jerman, Rusia, Amerika, Perancis, Inggris dst, adalah bangsa-bangsa yang menjadi pionir dalam kemajuan teknologi dengan berbagai jenisnya. Walaupun kita juga tidak menutup mata dengan kontribusi kaum muslim dalam kemajuan teknologi ini, karena banyak juga ilmuan muslim yang turut ambil bagian dalam perkembangan dunia teknologi, seperti mantan presiden RI ketiga BJ. Habibie pakar transportasi udara dan Muhammad Abd. Salam (w: 1996) pakar Fisika.

Maka tidak heran jika nilai-nilai agama tidak menjadi barometer dan tolak ukur dalam upaya mereka (ilmuan non muslim) untuk memajukan dunia teknologi, atau bahkan bertentangan dengan ajaran agama sekalipun. Contohnya dalam teknologi keamanan: diciptakannya senjata pembunuh massal, atau teknologi medis: ditemukannya human cloning (kloning manusia). Yang pertama bertentangan dengan maqasid syari’ah (tujuan syari’at) berupa Hifd an Nafs (menjaga hak hidup), sementara yang kedua bertentangan dengan Hifd an Nasl (menjaga keturuan/reproduksi).

Selain itu, imbas negatif dari kemajuan teknologi bisa dilihat dengan maraknya kejahatan yang lebih sistematis dan mutakhir. Sebagai contoh, para Hecker di dunia maya (internet) dapat melaukan pencurian uang para nasabah bank, pencurian barang-barang berharga melalui toko online (di internet) dengan cara menjadi pembeli fiktif. dan melakukan pembobolan kartu kridit milik orang lain.

Semakin canggihnya teknologi (informasi dan komunikasi) semakin maraknya dekadensi moral dan kaburnya identitas budaya kita. Dengan hanya mengakses internet, seseorang akan dapat leluasa mengikuti gaya hidup bangsa lain, yang belum tentu cocok untuk diaplikasikan di lingkungannya. Atau menyambungkan pesawat televisi dengan jaringan satelit internasional (parabola) di situ akan tersedia berbagai tontotan yang tidak layak untuk disimak.

Yang paling terasa, dari kemajuan teknologi (informasi dan komunikasi) adalah menjangkitnya gaya hidup hedonisme (duniawi). Ketika seseorang telah menjadi hedonis, maka orientasi hidupnya adalah kelezatan duniawi, tidak lagi berfikir tentang kehidupan kelak di akhirat. Karena hidup bagi kalangan penganut hedonisme adalah bagaimana meraih kekayaan materi kemudian digunakan untuk berfoya-foya. Hal ini sangat berbeda dengan orientasi para pengusaha / bisnisman muslim, karena harta yang dikumpulkannya akan disalurkan untuk hal-hal yang bersifat positif dan bermanfaat.

Sikap kita terhadap kemajuan teknologi:

Kita jangan pernah membayangkan untuk dapat membendung kemajuan teknologi, berupaya dan berfikir untuk membendungnya sama saja dengan berupaya dan berfikir untuk menghentikan kehidupan ini, suatu hal yang musthail. Seorang pakar menulis: “Perkembangan teknologi sekarang ini bagaikan air sungai yang terus mengalir, tidak akan pernah habis, dan tidak bisa dibendung. Selama kebutuhan manusia akan sesuatu tidak pernah berhenti, maka ilmu teknologi juga tidak akan berhenti berinovasi”

Sebagaimana saya paparkan di atas, bahwa inovasi dalam dunia teknologi –saat ini- didominasi dan dimotori oleh komunitas non muslim, seperti bangsa Jepang, Korea Selatan, Amerika, Perancis, Jerman, dst. Konsekeunsinya adalah; inovasi dan pengembangan teknologi seringkali tidak mengindahkan norma dan etika agama, atau bahkan berbenturan dengan ajaran agama dan nilai sosial masyarakat relegius.

Mengacu pada apa yang disampaikan oleh pakar Maqasid Syari’ah Abu Ishak as Syatibi (w: 790 H) bahwa: “Dunia ini disempurnakan dengan perpaduan dan percampuran antara kemaslahatan dan kemafsadatan” (al Muwafaqat)

Maka, ada dua hal yang patut dijadikan sebagai acuan dalam berinteraksi dengan kemajuan teknologi. Pertama: memetakan / memilah, mana yang bermanfaat dan mana yang mendatangkan madarat. Hal-hal yang bermanfaat bisa kita gunakan, seperti mengkases internet (Facebook, email) untuk berkomunikasi dengan kerabat, sahabat dan membuat jaringan sosial / persahabatan untuk sesuatu yang bermanfaat. Atau mengikuti perkembangan informasi dan berita yang akan menambah cakrawala pengetahuan.

Yang kedua, membatasi penggunaan sesuai kebutuhan. Misalnya mengakses internet, kita harus mampu membatasinya dengan waktu, jangan sampai terlena sehingga menghambur-hamburkan banyak waktu untuk hal-hal yang tidak prinsip dan tidak mendukung proses belajar (bagi kalangan santri dan pelajar). Karena membuka jaringan internet sama dengan menjelajah seluruh dunia, kita bisa mengkases apapun dari belahan dunia manapun hanya dengan duduk santai didepan computer atau melalu telepon genggam.

Sebagai penutup, bukankah kita sebagai seorang muslim meyakini bahwa hidup di dunia ini hanya bersifat sementara? Bukankah kita sebagai seorang santri banyak mendengar petuah dan nasihat para kyai bahwa; jadikanlah kehidupan ini sebagai sarana mengumpulkan bekal untuk kehidupan akhirat? Maka tidak ada pilihan bagi kita, kecuali menggunakan kesempatan hidup (yang hanya sekali) ini, untuk hal-hal yang bersifat postif, agar kita memiliki kontribusi dalam kehidupan ini, yang tentunya menjadi amal baik di hari kelak.


• Dipublikasikan di bulletin Salafuna, pondok pesantren Assalafie Babakan Ciwaringin Cirebon.