Berikut ini hasil wawancara seputar temus yang di siarkan oleh radio BBC London, yang dipandu oleh Ahmad Marzuq Produser BBC Siaran Indonesia
Masa ibadah haji kembali mulai bergulir. Dan, mata rantai pengiriman jamaah calon haji pun mulai bergerak.
Menjelang kedatangan mereka di kota gerbang haji Saudi, Jeddah, sebagian orang yang ikut sibuk adalah barisan mahasiswa Indonesia yang tengah belajar di Timur Tengah dan Afrika Utara.
Sebagian dari mereka belajar di Mesir, Suriah, Yordania, Mesir, Sudan dan tentu Arab Saudi sendiri.
Salah seorang dari mereka adalah Maimunah Ghani. Dia mahasiswi program S-2 di ibukota Sudan, Khartoum.
Bersama dengan ratusan mahasiswa lain asalIndonesia , dia dikontrak sebagai tenaga musiman alias temus untuk melayani jamaah haji Indonesia. Simak Paket Minggu BBC tentang tenaga musiman haji
Berbeda dengan Maimunah Ghani yang baru pertama kali, Arwani Syaerozi sudah dua kali ini menjadi tenaga musiman Haji. Arwani meluangkan waktu di sela-sela kuliahnya di ibukota Maroko, Rabat.
Keberadaan tenaga musiman seperti Arwani Syaerozi mulai muncul pada tahun 1970-an, sejalan dengan menggelembungnya jumlah muslim Indonesia yang menunaikan ibadah haji.
Menurut Konsul Haji di KJRI Jeddah Muhammad Nur Abdu Shomad Kamba, temus dari kalangan mahasiswa diarahkan utamanya untuk menjadi jembatan komunikasi antara angota jamaah haji dengan petugas setempat, mengingat penguasaan bahasa Arab mereka.
Namun, itu tidak berarti bahasa Arab merupakan merupakan bekal satu-satunya untuk mengatasi masalah di lapangan. Setidaknya itu kesimpulan, Harun al- Rashid, mahasiswa Universitas Yarmuk, Yordania, yang telah tiga kali menjadi temus.
Menjanjikan
Di banyak negara, ibadah haji telah menumbuhkan industri pendukung, termasuk dengan membuka lapangan kerja tenaga musiman.
Tidak mudah mendapatkan besaran nilai nominal bisnis yang berkembang berkaitan dengan ibadah haji.
Yang jelas, beberapa WNI di Arab Saudi, seperti Amiruddin mengaku, bisa mengandalkan sumber nafkah dengan memberikan jasa kepada jamaah haji dan umrah.
Dan, bagi komunitas mahasiswa Indonesia yang menimba ilmu di kawasan Timur Tengah, permintaan akan tenaga musiman tentu bisa menjadi sumber pemasukan yang menjanjikan, tutur Harun al-Rashid.
Menurut dia, honor yang dia terima cukup untuk membayar uang kuliah dan menambah biaya hidup di Yordania.
Selain faktor ekonomis, sebagian mahasiswa juga memanfaatkan waktu luang beribadah dan memperbaharui jaringan sosial mereka. Setidaknya itu pengalaman Arwani Syaerozi.
Tahun ini jumlah tenaga musiman atau temus sedikit di atas 500 orang. Jumlah itu sekilas besar, apalagi jika ditambah tenaga yang didatangkan langsung dari Indonesia.
Namun, tetap saja angka itu langsung terlihat kerdil jika dibandingkan dengan jumlah besaran jumlah calon haji asal Indonesia.
Konsul Haji Muhammad Nur Kamba mengatakan, pemerintah Saudi menetapkan batas jumlah tenaga musiman yang bisa didatangkan.
Masa ibadah haji kembali mulai bergulir. Dan, mata rantai pengiriman jamaah calon haji pun mulai bergerak.
Menjelang kedatangan mereka di kota gerbang haji Saudi, Jeddah, sebagian orang yang ikut sibuk adalah barisan mahasiswa Indonesia yang tengah belajar di Timur Tengah dan Afrika Utara.
Sebagian dari mereka belajar di Mesir, Suriah, Yordania, Mesir, Sudan dan tentu Arab Saudi sendiri.
Salah seorang dari mereka adalah Maimunah Ghani. Dia mahasiswi program S-2 di ibukota Sudan, Khartoum.
Bersama dengan ratusan mahasiswa lain asalIndonesia , dia dikontrak sebagai tenaga musiman alias temus untuk melayani jamaah haji Indonesia. Simak Paket Minggu BBC tentang tenaga musiman haji
Berbeda dengan Maimunah Ghani yang baru pertama kali, Arwani Syaerozi sudah dua kali ini menjadi tenaga musiman Haji. Arwani meluangkan waktu di sela-sela kuliahnya di ibukota Maroko, Rabat.
Keberadaan tenaga musiman seperti Arwani Syaerozi mulai muncul pada tahun 1970-an, sejalan dengan menggelembungnya jumlah muslim Indonesia yang menunaikan ibadah haji.
Menurut Konsul Haji di KJRI Jeddah Muhammad Nur Abdu Shomad Kamba, temus dari kalangan mahasiswa diarahkan utamanya untuk menjadi jembatan komunikasi antara angota jamaah haji dengan petugas setempat, mengingat penguasaan bahasa Arab mereka.
Namun, itu tidak berarti bahasa Arab merupakan merupakan bekal satu-satunya untuk mengatasi masalah di lapangan. Setidaknya itu kesimpulan, Harun al- Rashid, mahasiswa Universitas Yarmuk, Yordania, yang telah tiga kali menjadi temus.
Menjanjikan
Di banyak negara, ibadah haji telah menumbuhkan industri pendukung, termasuk dengan membuka lapangan kerja tenaga musiman.
Tidak mudah mendapatkan besaran nilai nominal bisnis yang berkembang berkaitan dengan ibadah haji.
Yang jelas, beberapa WNI di Arab Saudi, seperti Amiruddin mengaku, bisa mengandalkan sumber nafkah dengan memberikan jasa kepada jamaah haji dan umrah.
Dan, bagi komunitas mahasiswa Indonesia yang menimba ilmu di kawasan Timur Tengah, permintaan akan tenaga musiman tentu bisa menjadi sumber pemasukan yang menjanjikan, tutur Harun al-Rashid.
Menurut dia, honor yang dia terima cukup untuk membayar uang kuliah dan menambah biaya hidup di Yordania.
Selain faktor ekonomis, sebagian mahasiswa juga memanfaatkan waktu luang beribadah dan memperbaharui jaringan sosial mereka. Setidaknya itu pengalaman Arwani Syaerozi.
Tahun ini jumlah tenaga musiman atau temus sedikit di atas 500 orang. Jumlah itu sekilas besar, apalagi jika ditambah tenaga yang didatangkan langsung dari Indonesia.
Namun, tetap saja angka itu langsung terlihat kerdil jika dibandingkan dengan jumlah besaran jumlah calon haji asal Indonesia.
Konsul Haji Muhammad Nur Kamba mengatakan, pemerintah Saudi menetapkan batas jumlah tenaga musiman yang bisa didatangkan.