Monday, July 28, 2008

BKPPI: sejarah, kiprah dan tantangan

Oleh: Arwani Syaerozi

Secara pasti, kita belum bisa menentukan kapan awal keberadaan pelajar-pelajar Indonesia di kawasan Timur Tengah (Negara Arab), kita pun belum bisa menyebutkan satu persatu personal as Saabiqun al Awaluun (pendahulu) pelajar kita yang mengenyam pendidikan di Arab. Ada beberapa buku yang mengkaji relasi ulama Timur Tengah dengan Indonesia, seperti disertasi yang disusun oleh Prof. Dr. Azyumardi Azra berjudul “Jaringan ulama Timur Tengah dan kepulauan nusantara abad XVII dan XVIII: melacak akar-akar pembaruan pemikiran Islam di Indonesia” (Mizan, Bandung, Th. 1994). Namun, kajiannya ini sebuah riset yang dibatasi dengan kurun waktu tertentu, yaitu abad ke XVII dan XVIII Masehi. Pembatasan waktu ini menunjukkan bahwa sebelum dua kurun tersebut tidak menutup kemungkinan adanya educational relations antara Nusantara dan Timur Tengah.

Berkaitan dengan Badan Kerjasama Persatuan Pelajar Indonesia (BK-PPI) se Timur Tengah dan Sekitarnya, saya mencoba untuk memetakan keberadaan pelajar Indonesia di Timur Tengah ke dalam dua gelombang waktu. Pertama, sebelum abad ke 20 Masehi, pada fase ini kita banyak mengenal ulama-ulama Indonesia yang mengenyam pendidikan di Timur Tengah, di antaranya adalah Syaikh Nawawi al Bantani (w: 1897 M), Syaikh Abd. Somad al Falimbani (w: 1800 M), dan Syaikh Arsyad al Banjari (w: 1812 M). Mereka ini di antara pelajar yang datang ke Timur Tengah pada masa sebelum abad ke 20 masehi.

Kedua, Abad ke 20 dan setelahnya, berbeda dengan fase sebelumnya, di mana pelajar Indonesia hanya berkonsentrasi di wilayah Hijaz (Saudi Arabia), dan belajar dengan pola pendidikan halqah dan talaqi (sistem tradisional). Pada gelombang kedua ini, pelajar Indonesia mulai menyebar ke beberapa Negara di kawasan Timur Tengah. Belajar di pesantren dengan sistem tradisional dan perguruan tinggi dengan sistem akademis. Puncaknya, pada Abad ke 21 ini, keberadaan pelajar dan mahasiswa Indonesia terdeteksi hampir di seluruh Negara – Negara Timur tengah, seperti Yaman, Syria, Jordania, Libanon, Emirat, Qatar, Irak. Bahkan di sebelah timur semenanjung kepulauan Arab, seperti Iran, Pakistan, India, dan sebelah barat Negara-negara teluk, yaitu Mesir, Sudan, Libya, Tunisia, Aljazair dan Maroko.

Pada tahap kedua ini, tepatnya memasuki dekade 60-an, mulai bermunculan organisasi-organisasi pelajar dengan menggunakan istilah Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) di Negara-negara Timur Tengah. Dan fenomena bermunculannya PPI ini kemudian menjadi cikal bakal berdirinya BK-PPI se Timur Tengah dan Sekitarnya.

Sejarah dan perjalanan :

Badan Kerjasama Persatuan Pelajar Indonesia disingkat menjadi BK-PPI, adalah sebuah wadah organisasi yang menanungi seluruh Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) di kawasan Timur Tengah dan Sekitarnya. Organisasi ini didirikan di Kairo pada tanggal 27 Agustus 1966 M bertepatan dengan 11 Jumadil Awal 1386 H. Saya belum bisa melacak secara detail para founding father yang telah membidani lahirnya BK-PPI, akan tetapi, ada beberapa nama yang dianggap sebagai aktivis-aktivis awal di BK-PPI, di antaranya adalah KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dan Bapak Jazuli, mereka berdua adalah mahasiswa di Mesir.

Dalam sejarah perjalanannya, roda organisasi ini tidak selalu berjalan mulus. BK-PPI sempat mengalami masa vakum, eksistensinya jatuh bangun dan timbul tenggelam. Maka, untuk mempermudah dalam memahami sejarah perjalanan BK-PPI ini, saya mencoba untuk menyederhanakan ke dalam dua fase berikut:

Pertama, masa sebelum dekade 90-an, yaitu semenjak didirikan tahun 1966 hingga tahun 1990 Masehi, dalam rentang waktu ini BK-PPI pernah mengalami masa vakum cukup lama, akan tetapi dalam rentang waktu ini pula, BK-PPI sempat mencatat pro aktif mahasiswa Indonesia di Timur Tengah dalam membangun link kerjasama dengan komunitas di luar Negara-negara Arab. Paling tidak, keterlibatan utusan mahasiswa Timur Tengah pada beberapa kegiatan di Eropa menjadi bukti kuat akan signifikansi BK-PPI saat itu. KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) adalah di antara aktivis mahasiswa Timur Tengah yang kerap melakukan lawatan ke Eropa untuk menghadiri kegiatan komunitas PPI di Eropa.

Kedua, dekade 90-an dan setelahnya, merupakan masa kesinambungan eksistensi BK-PPI hingga periode saat ini. Pada tahun 1999 bertempat di Kairo, BK-PPI mengadakan konferensi ke IV, momen ini sebagai start point bangkitknya BK-PPI dari “tidur panjang” lebih dari 20 tahun. Dimana melalui konferensi ini delegasi dari PPI Tunisia yang diwakili oleh ketuanya Fathurrahman Yahya diberi amanat untuk memegang jabatan sebagai Sekretaris Jenderal periode 1999-2001. Namun, berkurangnya jumlah mahasiswa Indonesia yang belajar di Tunisia pada masa-masa akhir jabatan ke-Sekjenan BK-PPI, jadwal pelaksanaan konferensi ke V yang seharusnya diadakan di Tunisia pada tahun 2001 tidak dapat dilaksanakan.

Hal ini, akhirnya menjadikan roda pelaksana BK-PPI diambil alih oleh PPMI Mesir, yang kemudian bisa mengantarkan pada pelaksanaan konferensi ke V tahun 2004 bertempat di Kairo, dengan mengangkat tema “Revitalisasi kembali peran Mahasiswa Timur Tengah”. Pada konferensi ke V di Kairo ini, delegasi-delegasi yang hadir sepakat memilih Himpunan Pelajar Indonesia (HPI) Iran, melalui ketua umumnya Mujtahid Hasyim untuk mengemban jabatan sekjen BK-PPI periode 2004-2007.

Periode BK-PPI di bawah kepemimpinan HPI Iran ini pun akhirnya sukses melaksanakan konferensi ke VI yang diadakan pada bulan Juli tahun 2007. dengan tema “Membangun kemandirian bangsa, menuju Indonesia yang berkeadilan” Pada konferensi ini delegasi PPI Maroko melalui ketuanya Syariful Hidayat disepakati oleh delegasi yang hadir saat itu untuk menjabat sebagai sekretaris jenderal BK-PPI. Sejak saat itu, PPI Maroko resmi mengemban tugas sebagai Badan Pelaksana BK-PPI periode 2007-2010.

Kiprah dan Tantangan :

Sebagaimana yang dijelaskan dalam Anggaran dasar (AD) dan Anggaran Rumah Tangga (ART) nya, bahwa: Badan Pelaksana (BP) adalah badan kepemimpinan tertinggi organisasi BK-PPI, Badan Pelaksana sebagai kepemimpinan tertinggi ini, komposisinya minimal terdiri dari Sekretaris Jenderal, Wakil Sekretaris jenderal dan Bendahara. Dalam hal ini, yang berhak menjadi Sekjend adalah Ketua Umum atau pejabat tertinggi PPI yang dipercaya mengemban amanat BK-PPI.

Jika kita melihat AD / ART-nya, kiprah organisasi ini - secara umum - tidak lepas dari dinamika dunia pendidikan, dan - secara khusus - yang berhubungan dengan eksistensi pelajar mahasiswa Indonesia di Timur Tengah dan sekitarnya. Hal ini meliputi koordinasi, komunikasi, penyelarasan visi dan misi serta pengembangan intelektual anggota. Orientasi BK-PPI juga mengarah pada upaya untuk menyatukan langkah dalam merespon gejala sosial, politik, kebudayaan, pendidikan, ekonomi, dan keagamaan baik yang terjadi dalam level nasional maupun internasional.

Isu-isu seputar dunia keislaman, seperti konflik di Palestina, agresi militer oleh pihak asing di Irak dan Afghanistan, konflik internal di Libanon, Pakistan dan Somalia, ketegangan antar sesama negara Islam, seperti Syria vs Saudi Arabia atau Maroko vs Aljazair, termasuk lingkup perhatian BK-PPI. Paling tidak, dalam hal ini BK-PPI harus konsisten mengikuti perkembangan yang terjadi di lapangan, kemudian realitas tersebut disikapi dengan mengeluarkan penyataan sikap dan merekomendasikannya kepada pemerintah Indonesia agar dijadikan sebagai pertimbangan dalam kebijakan politik luar negerinya, khususnya yang berhubungan dengan kawasan Timur Tengah dan Sekitarnya.

Saya pun melihat beberapa hasil cemerlang kiprah BK-PPI selama kepemimpinan terakhir (dibawah kendali HPI Iran), di antaranya adalah melalui seminar dan lokakarya internasional (SEMILOKA) pada tahun 2005 di kota Qom, dalam SEMILOKA ini BK-PPI kemudian berhasil melebarkan sayap kerjasamanya dengan komunitas non Timur Tengah baik di nusantara maupun di belahan dunia lainnya, link kerjasama dengan berbagai pihak meliputi instansi pemerintah, swasta, dunia pers maupun lembaga swadaya masyarakat (LSM).

Dalam periode HPI Iran juga dilaunching website resmi BK-PPI www.jurnalislam.net/id, situs ini dikhususkan untuk mempublikasikan kegiatan dan kreativitas anggota BK-PPI. kemudian kesepakatan kerjasama antara BK-PPI dengan PPI se-Eropa pun dijajaki melalui pengembangan intelektual anggota dengan melahirkan jurnal online yang diberinama Titah Ilmu (http://www.titahilmu.net/), walaupun dalam pengelolaannya masih kurang maksimal. Kiprah dan konsentrasi perhatian BK-PPI yang cukup potensial ini, dalam kenyataannya menemukan berbagai tantangan.

Saya yakin, adanya perbedaan sosial dan budaya, perbedaan dalam metode pendidikan setiap negara yang terdapat mahasiswa Indonesia, merupakan tantangan tersendiri bagi BK-PPI dalam proses penyatuan visi, misi dan langkah setiap organisasi anggotanya. Kultur di Maghrib Arabi (khususnya Maroko, Tunisia dan Aljazair) yang kental dengan Eourpe style akan sangat paradoksal dengan kultur yang berkembang di wilayah teluk (khususnya Saudi Arabia, dan Yaman) yang ketat mengadopsi nilai Islami. Dari dua wilayah ini, sangat rentan munculnya ketidak singkronan langkah akibat beda pola berfikir dan cara pandang. Begitu juga dengan doktrin Syi’ah yang menyelimuti masyarakat Iran, sebagian Pakistan dan Syria, akan “sedikit” mempengaruhi keharmonisan hubungan dengan negara-negara non Syi’ah. Tantangannya adalah: mampukah BK-PPI menyelaraskan langkah seluruh organisasi PPI yang menjadi angotanya? Dapatkah BK-PPI menjembatani seluruh kepentingan yang ada, khususnya yang berkaitan dengan sikap dan suara eksternal BK-PPI?

Di satu sisi, penyatuan visi, misi dan langkah ini dianggap penting, sebab di tanah air, kita akan bertemu dengan komunitas pelajar mahasiswa dengan background almamater pendidikan yang beragam, kita akan berkompetisi dengan komunitas pelajar eks-Eropa, Amerika, Australia, dan Asia dalam berbagai lini kehidupan berbangsa dan bernegara.

Dengan realitas tadi, saya pun melihat hal penting lain yang belum tergarap dengan baik, yaitu lemahnya koordinasi antar sesama alumni pelajar Timur Tengah dan Sekitarnya di tanah air, organisasi pemersatu alumni Timur Tengah yang saat ini ada di Indonesia tampaknya tidak berfungsi maksimal kalau tidak saya katakan “mati suri” , sehingga kurang memberikan peran signifikan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Problem ini jelas berhubungan dengan keberadaan BK-PPI, dan merupakan tantangan untuk membenahinya. Minimal BK-PPI melakukan upaya untuk intensif menjalin komunikasi dengan organisasi alumni Timur Tengah di tanah air.

Akhirnya, BK-PPI yang notebene sebagai wadah kerjasama antar organisasi PPI se Timur tengah dan Sekitarnya, yang di dalamnya tercatat kurang lebih 8000 pelajar dan mahasiswa, tidak kita ragukan lagi signifikansi keberadaannya. Maka, peran serta kontribusinya pun selalu ditunggu dan akan diperhitungkan oleh segenap elemen bangsa. Wallahu A’lam


* Dipublikasikan di situs: www.jurnalislam.net/id