Saturday, May 10, 2008

Potret buram pers Arab

Oleh: Arwani Syaerozi

TV Aljazirah sebagai "corong informasi" dunia Islam dan Arab yang sudah go-internasional, saat ini sedang menghadapi problem. Pasalnya, pada hari Selasa (6/5/08) stasiun relai di Rabat Maroko yang khusus memberitakan wilayah Maghrib Arabi (Barat Arab) dilarang mengudara oleh pemerintah Maroko dengan tanpa penjelasan motifnya.

Hari-hari ini, “akhbar maghribiyah” (berita seputar barat Arab), disiarkan langsung dari stasiun pusatnya di Doha Qatar, ada kemungkinan stasiun relai yang di Rabat Maroko akan dipindahkan ke Madrid Spanyol (lihat: www.almassae.press.ma), hingga saat ini masih dikaji segala persiapannya dan dalam waktu dekat akan direalisasikan.

Spontanitas, mungkin kita bertanya-tanya, mengapa tidak dipindah ke Tunisia, Aljazair atau Mauritania saja? bukankah tiga negara tersebut merupakan anggota "Maghrib Arabi", yang secara geografis berada di kawasan? secara kultur dan emosional juga Arabian? lagi-lagi kasus "penutupan paksa" pernah dialami TV Aljazirah di negara-negara tersebut. Padahal, di tiga negara tadi bukan berupa stasiun relai akan tetapi hanya berupa kantor cabang (koresponden).

Spanyol dipilih untuk dijadikan sebagai base camp TV Aljazirah di wilayah "barat Arab", dengan alasan dekat dengan wilayah, dan secara history, pernah masuk dalam peta regional "Barat Arab", saat bangsa Arab berkuasa dalam rentang waktu (711-1492 Masehi)

Semsetinya, komunitas Arab bangga atas pengakuan dunia internasional terhadap TV Aljazirah, dimana ia dijadikan rujukan berita di samping BBC dan CNN. Paling tidak, pemerintah negara-negara Arab memberikan support dengan membuka selebar-lebarnya bagi aktivitas Aljazirah. Namun, kekritisan Aljazirah dalam pemberitaan sepertinya telah menjadi sesuatu yang menakutkan bagi para pimpinan negara Arab.

Maka, Apa pun alasan pemindahan stasiun Aljazirah dari Rabat Maroko ke Madrid Spanyol, saya hanya bisa mengambil satu kesimpulan, bahwa; kebebasan pers di mayoritas negara Arab masih jauh dari yang dibayangkan, pertanyaan yang kemudian muncul adalah: mampukah Aljazirah terus memposisikan diri sebagai pusat rujukan berita dengan semangat obyektifitas dan kekritisannya di tengah tekanan-tekanan para penguasa Negara Arab? Wallahu A'lam.