Sunday, December 11, 2011

Menggali Hikmah Idul Adha


Oleh: Arwani Syaerozi *

Hari ini adalah di mana kita –sebagai umat Islam- merayakan salah satu dari dua hari raya, yaitu Idul Adha, yang artinya hari raya kurban.

Marilah kita mulai aktivitas pada hari yang berbahagia ini dengan memupuk keimanan dan ketakwaan kepada Allah Swt, yaitu dengan selalu mematuhi perintah dan menjauhi larangan-Nya, karena hanya dengan iman dan takwa kebahagiaan di dunia dan akhirat dapat kita raih.

"Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang bertakwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan". (Qs. An Nahl: 128)

Dalam sebuah hadits, dikisahkan bahwa Rasulullah Saw selalu memohon kepada Allah agar diberi ketakwaan, beliau berdo'a:

"Ya Allah…sungguh kami memohon dari-Mu petunjuk, takwa, terjaga (dari hal-hal yang negatif) dan berjiwa besar". (HR. Muslim)

Seorang penyair Arab berkata:

"Aku yakin bahwa takwa dan murah hati merupakan niaga paling menguntungkan seseorang, apabila sudah sampai pada ajalnya".

Jamaah Sholat Id yang dimuliakan oleh Allah

Pada saat hari Idul Adha tiba, ada tiga ibadah bersifat tahunan (dilaksanakan setahun sekali) yang disambut oleh umat Islam, yaitu: pelaksanaan sholat Idul adha, penyembelihan hewan kurban dan pelaksanaan Ibadah haji. Ketiga ibadah ini terkait erat dengan syari'at-syari'at agama samawi sebelum datangnya agama Islam, terutama terkait dengan sosok nabi Ibrahim A.S sebagai sentral pertalian nasab para nabi dan rasul.

"Dan sesungguhnya telah Kami utus beberapa orang rasul sebelum kamu, di antara mereka ada yang Kami ceritakan kepadamu dan di antara mereka ada (pula) yang tidak Kami ceritakan kepadamu". (Qs. Al Mu'min: 78)

Pelaksanaan sholat Ied dan penyembelihan hewan kurban ini telah dijelaskan dalam Al Qur'an, Allah Swt berfirman:

"Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu dan berkorbanlah". (Qs. Al Kautsar:2)

Imam Qatadah dan Ikrimah, dua orang ulama tafsir Al Qur'an dari kalangan Tabi'in, memahami ayat tersebut sebagai perintah pelaksanaan sholat idul adha dan penyembelihan hewan kurban.

Adapun ibadah haji, adalah salah satu rukun Islam yang lima, ia merupakan kewajiban yang juga pernah disyari'atkan pada umat-umat terdahulu, dalam hal ini Al Qur'an menganggap Nabi Ibrahim A.S sebagai orang yang pertama kali menerima perintah dari Allah Swt untuk menyerukan haji kepada seluruh umat manusia.

"Dan berserulah kepada manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki, dan mengendarai unta yang kurus yang datang dari segenap penjuru yang jauh" (Qs. Al Haj: 27)

Melihat prioritas tiga ibadah pada saat datangnya Idul Adha ini, kita sebagai umat Islam harus meyakini bahwa ibadah-ibadah tersebut memiliki hikmah dan maqasid (tujuan) yang harus kita ambil sebagai pijakan, sebagai pelajaran sekaligus wasilah untuk memperkuat keimanan kita.

Setidaknya ada dua hal penting yang akan saya sampaikan pada khutbah ini, pertama; makna pengorbanan demi agama dan bangsa, kedua; makna ukhuwah dan kebersamaan.

Jamaah Sholat Id yang berbahagia

Islam di berbagai penjuru dunia, khususnya di Indonesia -saat ini- membutuhkan perjuangan yang serius dan pengorbanan yang besar dari para pemeluknya.

Hal ini terkait dengan penyebaran opini dan image negatif seputar Ad Din Al Islami. Agama Islam -oleh kalangan yang tidak bertanggung jawab- kerap diidentikkan dengan anarkisme, barbarisme, bahkan dicap sebagai sumber teroris, sungguh keterlaluan, na'udzubillahi min dzalik !.

Sebagai umat Islam, tentunya kita merasa tersinggung dan terpukul dengan label dan tuduhan tersebut. Untuk itulah, kita harus bersama-sama berjuang menepis dan membuktikan pada dunia bahwa Islam adalah agama Rahmatan Lil Alamin, agama yang membawa kasih sayang bagi seisi alam.

"Dan tiadalah Kami mengutus kamu (Muhammad), melainkan untuk menjadi rahmat bagi semesta alam". (Qs. Al Anbiya: 107)

Nabi Muhammad sendiri telah menegaskan bahwa dirinya adalah seorang rasul yang selalu mengedepankan perdamaian bukan ancaman dan kekerasan, sebagaimana yang dilabelkan oleh kalangan yang tidak bertanggung jawab, dalam hal ini nabi Muhammad bersabda:

"Sesungguhnya saya ini didedikasikan untuk perdamaian / kasih sayang". (HR. Hakim)

Lantas sejauh mana pengorbanan dan perjuangan umat Islam demi agama dan bangsanya? Tentunya perjuangan dan pengorbanan ini menyangkut unsur materi dan maknawi.

Sebagai flash back, Nabi Ibrahim A.S dalam rangka menjalankan perintah Allah Swt dan demi proses dakwah, ia harus berseteru dengan ayahnya, berseberangan pendapat dengannya. Hal ini tidak lain untuk menegakkan tauhid (meng-esakan Tuhan) dan melakukan reformasi sosial.

"Ingatlah ketika (Ibrahim) berkata kepada bapaknya: "Wahai ayahku, mengapa kau menyembah sesuatu yang tidak mendengar, tidak melihat dan tidak dapat menolong sedikit pun? Wahai ayahku, sesungguhnya telah datang kepadaku sebagian ilmu pengetahuan yang tidak datang kepadamu, maka ikutilah aku, niscaya aku akan menunjukkan kepadamu jalan yang lurus". (Qs. Maryam: 42-43)

Atau pada saat nabi Ibrahim A.S harus merelakan anaknya Isma'il untuk disembelih, hal ini tidak lain karena patuh kepada perintah Tuhannya, ia ingin menjadi seorang hamba yang siap menjalankan segala perintah dan menghindari segala larangannya. Sebuah pengorbanan yang luar biasa dari seorang kekasih Allah Swt. Al Qur'an mengabadikan peristiwa ini dalam surat As Shafaat:

"Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: "Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu, maka fikirkanlah apa pendapatmu!" Ia menjawab: "Hai ayahku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar". (Qs. As Shafaat: 102)

Jika kita melihat perjuangan dan pengorbanan nabi Ibrahim tersebut, sungguhlah sangat berat. Di mana ia harus menjadi "lawan" dari keluarganya sendiri dan harus kehilangan salah seorang buah hatinya yang bernama Isma'il.

Tentunya kita sebagai manusia biasa –bukan seorang nabi atau rasul- harus bisa mengambil teladan dari perjuangan dan pengorbanan yang telah dicontohkan oleh nabi Ibrahim A.S.

"Sesungguhnya telah ada suri teladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengannya". (Qs. Al Mumtahinah: 4)

Jamaah Sholat Id yang dimuliakan oleh Allah

Dalam kehidupan berbangsa yang majemuk seperti bangsa Indonesia, kita dituntut untuk bisa hidup berdampingan dengan siapapun, saling tolong menolong dan saling mempererat tali persaudaraan. Apalagi dengan sesama muslim, sesama orang yang satu iman meng-esakan Allah dan meyakini Muhammad adalah utusan Allah.

Memperhatikan ukhuwah dan kebersamaan sesama umat Islam, bahkan sesama satu bangsa, memiliki keterkaitan dengan usaha kita untuk menghilangkan Islamphobia. Sebab Islam adalah agama yang menganjurkan kepada pemeluknya untuk memupuk persaudaraan.

"Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara, karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu". (Qs. Al Hujurat: 10)

Paling tidak, tradisi bersalam-salaman setelah shalat ied adalah contoh kecil dari aplikasi masyarakat muslim terhadap nilai ukhuwah dan persaudaraan. Rasulullah memberikan sinyal tentang urgensi ukhuwah ini melalui sabdanya:

"Tidaklah beriman salah seorang dari kalian sampai ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri". (HR. Bukhori)

Makna ukhuwah dan kebersamaan juga bisa dilihat dengan adanya fenomena penyembelihan hewan-hewan kurban, suatu ibadah yang sangat dianjurkan oleh Islam saat tiba hari raya idul adha.

Kemudian daging kurban yang dibagi-bagikan kepada para kerabat, tetangga dan orang-orang yang tidak mampu di sekitar kita, memberikan bukti kuat akan anjuran Islam untuk memupuk ukhuwah dan kebersamaan.

Dalam ibadah haji, yang baru saja selesai dilaksanakan oleh saudara-saudara se-iman kita, juga menyimpan makna ukhuwah dan kebersamaan. Sebagaimana kita ketahui bahwa para hujjaj (jamaah haji) bukan hanya muslim dari Indonesia, akan tetapi dari seluruh penjuru dunia.

Mereka yang berangkat menunaikan ibadah haji, pada hakikatnya adalah wakil-wakil umat Islam sedunia, berkumpul menjadi satu di padang Arafah untuk melakukan wukuf pada tanggal 9 Dzulhijjah kemarin, Rasulullah Saw bersabda:

"Haji adalah wukuf di padang Arafah". (HR. Ahmad)

Kebersamaan umat Islam saat ibadah haji ini memberikan pemahaman tersendiri bagi kita sebagai masyarakat muslim, dalam khutbahnya di hari tasyrik, Rasulullah Saw menegaskan:

"Wahai umat manusia…ketahuliah bahwa Tuhan kalian satu, nasab kalian satu, sesungguhnya tidak ada keistimewaan orang Arab atas non Arab, begitu juga sebaliknya, tidak ada kesitimewaan orang berkulit merah atas kulit hitam, begitu juga sebaliknya, kecuali dengan ketakwaan". (HR. Ahmad)

Jamaah Sholat Id yang berbahagia

kita – sebagai umat Islam- harus siap berkorban demi agama dan bangsanya, sebagaimana pengorbanan luar biasa nabi Ibrahim A.S saat menyebarkan risalah ilahiyah di tengah masyarakat primitif yang jauh dari nilai-nilai peradaban.

Harus siap berjuang -di antaranya- untuk menepis citra negatif atas Islam yang sengaja dihembuskan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab, kemudian membuktikan kepada dunia bahwa Islam adalah agama berperadaban, agama rahmatan lil alamin, tentunya dalam hal ini, kita harus mengikuti metode yang telah dianjurkan oleh Al Qur'an:

"Serulah (wahai manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik". (Qs. An Nahl: 125)

Sebagaimana kita juga harus selalu memupuk ukhuwah dan kebersamaan baik sesama satu agama maupun sesama satu bangsa. Sebisa mungkin kita pun dituntut untuk menghindari saling menyalahkan, menyudutkan atau saling menghujat.

"Janganlah kalian saling menghasut, saling bersaing tidak sehat, saling membenci dan janganlah saling bermusuhan". (HR. Muslim)

"Dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya dan janganlah kamu berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu". (Qs. Al Anfal: 46)


• Naskah khutbah ini disampaikan pada sholat Idul Adha 1432 H / 2011 M, di Masjid Jami As Syuhada Komplek Beji Permai Tanah Baru Depok.