Sunday, December 4, 2011

Maulid Nabi: Tinjauan Sosial Dan Budaya


Oleh: Arwani Syaerozi *

Nabi Muhammad Saw sebagai Rasul terakhir bagi umat manusia, dengan membawa risalah yang bernama Islam, ia telah ditegaskan dalam al Qur'an sebagai suri tauladan bagi umat manusia.

"Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah" (Qs. Al Ahzab: 21)

Keistimewaan sosok Muhammad dari segi garis keturunan, bisa dilihat melalui sebuah hadits:

"Allah telah memilih Isma'il dari keturunan Nabi Ibrahim, memilih Kinanah dari keturunan Isma'il, memilih Quraisy dari keturunan Kinanah, memilih Bani Hasyim dari keturunan Quraisy dan memilih saya dari keturunan Bani Hasyim". (HR. Muslim)

Di samping garis nasab, Muhammad juga memiliki keistimewaan budi pekerti yang luhur, jiwa kepemimpinan yang tangguh dan kepala keluarga yang bijak. Semua inilah yang kemudian menjadikan Muhammad dianggap sebagai tokoh paling sukses dalam menjalankan misi hidupnya sebagai seorang Nabi dan Rasul.

Sejarah Peringatan Maulid Nabi:

Hari kelahiran Muhammad yang disepakati oleh para sejarawan adalah bulan Rabi'ul Awal tahun Gajah (April 570 Masehi). Masyarakat muslim menjadikan momentum ini sebagai hari yang diperingati secara khusus. Tujuannya adalah untuk meneladani kepribadian sosok Muhammad, menghidupkan semangat perjuangannya dan menyanjungkan pujian, sholawat dan salam kepadanya keluarga dan para sahabat.

Tradisi memperingati hari kelahiran nabi Muhammad ini menurut pakar sejarah Ibn Katsir dalam bukunya "Al Bidayah wa An Nihayah" pertama kali diperkenalkan kepada masyarakat muslim pada masa dinasti Fatimiyah yang berkuasa di Mesir pada tahun 973 – 1154 Masehi.

Pendapat lain mengatakan bahwa tradisi maulid ini mulai diperkenalkan oleh seorang gubernur kota Irbil di Irak yang bernama Abu Said al-Qakburi (W: 1193 M).

Yang jelas, saat ini masyarakat muslim di dunia antusias melaksanakan kegiatan peringatan maulid Nabi Muhammad, bahkan di tanah air, masyarakat dari pelosok desa hingga ke kota-kota rutin mengadakan peringatan maulid nabi di bulan Rabi'ul Awal.

Inilah sebuah tradisi positif yang mengandung sisi maslahat dan manfaat bagi umat Islam. Telah ditegaskan dalam sebuah hadits bahwa:

"Barangsiapa yang menciptakan inovasi positif dalam Islam, maka ia akan mendapatkan pahala atas inovasinya dan atas orang yang mengikutinya tanpa mengurangi sedikitpun pahala orang tersebut". (HR. Muslim)

Peringatan Maulid di Tanah Air:

Di beberapa daerah di tanah air, dalam menyambut hari kelahiran Rasulullah dilakukan kegiatan-kegiatan khusus. Secara umum, bentuk kegiatan ini tidak lepas dari 3 (tiga) hal: 1- dimensi keagamaan, 2- dimensi sosial, dan 3-dimensi kebudayaan.

Sebagai contoh; di Daerah Istimewa Yogyakarta terdapat tradisi Sekaten, yaitu budaya masyarakat yang dipelopori oleh keraton Yogyakarta dalam menyambut hari kelahiran nabi Muhammad. Masyarakat Yogyakarta dan sekitarnya sangat antusias menghadiri dan mengikuti jalannya acara ini.

Di Cirebon Jawa Barat, terdapat Panjang Jimat, sebuah kegiatan yang mengandung tiga dimensi tersebut di atas, yaitu keagamaan, sosial dan kebudayaan. Dimensi agama bias dilihat dengan diadakannya pembacaan mada'ih nabawiyah, ad diba'i dan al barzanji.

Dimensi sosial bisa dilihat dengan adanya sedekah dan pembagian makanan khas daerah, maraknya pasar kagetan yang menjual berbagai macam makanan dan kerajinan hasil kreasi masyakarat. Sedangkan dimensi kebudayaan bisa dilihat dengan adanya pertunjukan-pertunjukan kebudayaan lokal.

Conoh lain, di Sumatra Barat, pada tanggal 12 Rabiul Awal umat Islam berziarah ke kuburan Syekh Burhanuddin (seorang ulama besar). Hal ini karena masyarakat meyakini bahwa kedudukan ulama adalah sebagai pewaris para nabi.

Kesimpulan:

Apa yang terjadi di masyarakat Indonesia dalam memperingati hari kelahiran nabi Muhammad Saw dengan melalui kegiatan tradisional seperti Sekaten (Di Yogyakarta), Panjang Jimat (di Jawa Barat), ziarah ke makam ulama (di Sumatera Barat) adalah salah satu bentuk kearifan lokal.

Tradisi dan kebudayaan lokal yang sengaja memoles dakwah-dakwah keagamaan, sehingga pada waktu bersamaan, masyarakat melaksanakan even kebudayaan yang bermuatan relegius.

Dalam kegiatan ini, terdapat beberapa manfaat besar bagi umat Islam, di antaranya: memupuk sikap saling peduli, saling mengingatkan, dan saling mempererat kebersamaan. Wallahu A'lam.


• Makalah ini dipresentasikan dalam acara dialog interaktif seputar Maulid Nabi di KBRI Rabat Maroko pada tanggal 14 Februari 2011.