Monday, September 19, 2011

Tuntutan Formalisasi Islam Akibat Dangkalnya Pengetahuan Maqasid Syari’ah


sumber: www.nu.or.id

Tuntutan untuk menerapkan syari’at Islam sebagai undang-undang di Indonesia, baik melalui partai politik maupun gerakan organisasi massa, adalah bentuk kurangnya pemahaman tentang maqasid syari’ah atau tujuan disyariatkannya agama Islam.

Kelompok-kelompok ini yang beranggapan bahwa hukum Islam tidak berubah sampai kapan pun terus mengkampanyekan pentingnya formalisasi syari’ah di Indonesia.

Demikian disampaikan Dr. Arwani Syaerozie pada acara buka bersama dan Tasyakkuran HUT ke-66 RI di pesantren Babakan Ciwaringin Cirebon, Rabu (17/8).

Menurutnya, keinginan tersebut bukan hal baru. “Dalam konteks sejarah Islam, Imam Malik pernah menolak tawaran Harun Ar-Rasyid yang hendak menjadikan Al Muwattha sebagai rujukan para hakim. Ini karena Imam Malik menyadari bahwa mengambil hokum apa adanya pada masa tertentu untuk diterapkan dimasa yang berbeda adalah tindakan yang semena-mena,” katanya.

Untuk meluruskan kelompok ini, kajian tentang Maqashid Syari’ah di Indonesia menjadi penting, mengingat Indonesia adalah bangsa yang plural. Karena itu, formalisasi syari’ah, menurut pria yang meraih gelar doctor termuda di Maroko ini, adalah langkah yang tidak perlu dilakukan di Indonesia.

Karenanya menguatkan pemahaman maqashid Syari’ah di kalangan ummat Islam di Indonesia menjadi hal yang urgen. Nahdlatul Ulama (NU) diharapkan menjadi pelopor dalam hal ini.

“NU harus menjadi pelopor penguatan pendidikan maqashid Syari’ah, sebab, NU dikenal sebagai organisasi keagamaan yang inklusif,” Kata Arwani Syaerozie.

Tasyakuran HUT RI yang ke 66 ini di hadiri oleh Rais Thariqoh Al Mu’tabarah An-Nahdliyyah Wilayah Jawa Barat KH Mahtum Hannan, sekretaris PCNU Cirebon H. Lukaman Hakim dan MUI (Majlis Ulama Indonesia) kabupaten Cirebon KH. Bahruddin Yusuf. Hadir pula tokoh-tokoh ulama setempat, diantaranya, KH. Tamam Kamali, KH Zamzami Amin, KH Azka Hammam, dan KH Ahmad Najiullah Fauzi (Rdksi)