Oleh: Arwani Syaerozi*
Pendahuluan:
Akhlak adalah cermin dari kondisi suatu masyarakat yang di dalamnya mencakup individu-individu manusia. Baik dan buruknya akhlak seseorang akan mempengaruhi kualitas budi pekerti komunitas masyarakatnya secara umum. Bahkan barometer kemajuan dan kemunduran suatu peradaban bisa juga dilihat dari kualitas akhlak dan budi pekertinya.
Dalam kehidupan modern saat ini, kemajuan ilmu dan teknologi sangat pesat, batas-batas geografis negara atau bahkan benua tidak lagi mampu membendung arus globalisasi dalam segala lini kehidupan, termasuk lini sosial dan budaya. Gaya hidup suatu bangsa dengan mudah bisa diakses kemudian diaplikasikan oleh masyarakat bangsa lainnya. Imbas negatif maupun positif dari kenyataan ini tumpang tindih, sehingga menimbulkan polemik dalam tataran masyarakat luas, terutama bagi kalangan relegius dan pemerhati moral.
Di satu sisi, Islam adalah doktrin sekaligus peradaban yang telah eksis semenjak 15 abad yang silam. Dari segi kuantitas, penganut agama Islam berada pada level terbesar kedua di dunia. Saat Muhammad Saw dipilih oleh Allah Swt sebagai seorang utusan yang membawa misi rahmatan lil alami (rahmat bagi sekalian alam), saat itu pula Ia mendeklarasikan bahwa diantara prioritas misinya adalah pembangunan moral dan etika. "Sesungguhnya saya tidak diutus kecuali hanya untuk menyempurnakan budi pekerti" (HR. Ahmad dan Hakim). Hal ini diperkuat dengan realitas sejarahnya, karena sepanjang itu pula Islam telah memberikan perhatian penuh pada moralitas umat manusia.
Melalui prolog di atas, ada beberapa pertanyaan berkaitan dengan dunia modern yang cenderung membawa manusia kepada arah "dekadensi moral", sehingga komunitas muslim yang merupakan bagian dari umat manusia secara keseluruhan perlu juga mengantispasinya. Sejauh mana kebutuhan kita dalam melakukan filterisasi budaya dan gaya hidup pihak asing, agar kita tidak terkontaminasi pengaruh negatifnya? Dan melalui sosok nabi Muhammad Saw, kepribadian apakah yang paling urgen untuk diaplikasikan oleh para umatnya dewasa ini?
Profil singkat Muhammad Saw:
Muhammad bin Abdullah bin Abd. Muthalib bin Hasyim bin Abd. Manaf bin Qusai bin Kilab bin Murrah bin Ka’b bin Lu’ay bin Ghalib bin Fihr. Nasabnya menyambung sampai kepada Adnan salah seorang keturunan nabi Ismail putra nabi Ibrahim A.S. yang merupakan sentral pertalian nasab para nabi.
Lahir pada hari senin tanggal 12 Rabiul Awal tahun gajah (570 M). Pada tahun kelahirannya terjadi peristiwa spektakuler, yaitu dikerahkannya pasukan tentara bergajah di bawah komando panglima perang bernama Abaraha, seorang gubernur Yaman untuk dinasti Najasyi yang berpusat di Ethiopia. Pasukan bergajah ini rencananya akan menghancurkan ka'bah di Makkah, yang pada saat itu menjadi pusat ritual peribadatan bangsa Arab, namun belum sampai kepada sasarannya, pasukan bergajah ini dihancurkan oleh Allah Swt dengan melalui burung Ababil yang menyerang dengan batu-batu kerikil dari neraka. (Qs. Al Fiil : 1-5)
Dari sisi ekonomi dan tingkat strata sosial, keluarga Muhammad termasuk kalangan sederhana dan bukan bangsawan. Semenjak usia kanak-kanak ia telah menjadi seorang yatim piatu, akhirnya yang mengasuh adalah pamannya Abu Thalib. Pada saat usianya mencapai tujuh tahun, ia ikut membantu perekonomian keluarga pamannya dengan bekerja sebagai penggembala kambing di kampung Bani Sa’d. Setelah beranjak dewasa ia dilibatkan dalam ekspedisi perdagangan dibawah manajemen perusahaan pamannya Abu Thalib. Bisnis yang ditekuninya adalah ekspor-impor komoditi dagang mencakup wilayah Makkah (Arab Saudi) dan Syam (Syria, Yordania dan sekitarnya).
Melalui kesibukan ekonomi ini, siti Khadijah, seorang saudagar perempuan di Makkah saat itu, menjadi tertarik melihat kepribadian Muhammd. Ia terkenal dengan pemuda yang memiliki etos kerja tinggi, jujur, dan kreatif. Hingga akhirnya siti Khadijah berkeinginan menjalin hubungan kelurga melalui pernikahan dengan beliau. Dan akhirnya siti Khadijah resmi menjadi istrinya yang pertama. Perkawinan itu terjadi pada saat Muhammad berusia 25 tahun, sedangkan usia siti Khadijah 40 tahun.
Dari pernikahannya dengan siti Khadijah, Muhammad Saw dikarunia enam orang anak, yaitu : al Qasim, Abdullah, Zainab, Ruqayyah, Umi kaltsum, dan Fatimah. Sedangkan puteranya yang bernama Ibrahim lahir dari istrinya yang bernama Maria al Qabthiyah.
Meneladani budi pekerti nabi Muhammad:
Banyak keistimewaan yang dimiliki oleh nabi Muhammad saw, sehingga banyak pula kalangan intelektual dan akademisi dari masa ke masa yang tertarik mengkaji dan mendalami berbagai aspek kehidupannya. Misalnya, Muhammad sebagai seorang negawaran, sebagi seorang bisnisman atau pelaku ekonomi, sebagai seorang da'i, sebagai seorang pemimpin dalam kelarga, sebagai rasul pilihan, dst.
Dalam kesmpatan ini, yang akan dikupas adalah kepribadan Muhammad Saw berkaitan dengan budi pekerti dan prilaku dalam berkeluarga dan bermasyarakat. Semua ini disesuaikan dengan tema besar yang diangkat pada kesempatan acara peringatan maulid nabi Muhammad saw. Yaitu « Relevansi akhlak Rasulullah Saw dalam kehidupan modern ».
Salah satu gelar yang disandang oleh nabi Muhammad saw adalah al Amin (yang dapat dipercaya), gelar ini dianugerahkan kepadanya oleh masyarakat Arab yang hidup pada saat itu, semua ini tidak lepas dari prilaku jujur yang selalu dikedepankan olehnya dalam berinteraksi sosial, sehingga orang-orang Arab saat itu selalu mempercayakan Muhammad untuk menjaga amanat-amanat mereka. Sedangkan gelar al Amin itu sendiri dilekatkan kepadanya secara formal, bertepatan dengan peristwa peletakan hajar aswad di Kabah.
Pada saat masyarakat Arab selesai merenovasi bangunan Ka'bah, mereka kemudian akan mengembalikan posisi hajar aswad pada tempatnya semula, di sinilah kerancuan terjadi, semua marga dan suku yang hadir saat itu merasa berhak untuk mengerjakan proses pengembalian posisi hajar aswad, mereka saling berebut, berselisih pendapat dan tidak ada yang bersedia mengalah. Jalan buntu menghadang di depan perselisihan tersebut, konflik fisik dan pertumpahan darah hampir mewarnai perselisihan itu.
Sebagai jalan tengah, akhirnya seluruh bangsa Arab sepakat dengan menyerahkan peletakan hajar aswad kepada orang yang pertama kali masuk ke pintu haram (areal Ka’bah). Pada saat keputusan bersama itu ditetapkan, datanglah Muhammad sebagai orang yang pertama kali masuk ke pintu areal Ka’bah. Secara serentak, orang-orang Arab yang hadir saat itu menyambut kedatangannya dan memberikan gelar kepadanya sebagai al Amin (orang yang dapat dipercaya).
Kepribadian lain yang juga menonjol dari sosok Muhammad Saw adalah sikap tegar dan sabar dalam menjalani kehidupan, terutama saat-saat menghadapi kesulitan. Pada saat perang Uhud, ia terluka di wajahnya, terkena serangan musuh, melihat kondisi ini, para sahabat menjadi khawatir akan keselamatannya, sebab serangan musuh semakin gencar dan bertubi-tubi. Maka para sahabat pun memberikan saran kepadanya : Wahai baginda Rasul, akan lebih baik jika engkau berdo’a meminta kepada Allah Swt agar membinasakan musuh-musuh kita saat ini juga, Rasulullah menjawab saran para sahabatnya ini : « Saya tidak diutus sebagai sosok yang suka melaknat, akan tetapi saya diutus sebagai pembawa rahmat dan kasih sayang bagi setiap orang« (HR. Muslim).
Kita juga bisa mengambil contoh lain dalam hal kesabaran dan ketabahannya saat menghadapi kesulitan, yaitu ketika Rasulullah dihina dan dicaci maki oleh masyarakat Tho’if, saat itu beliau sedang berdakwah menyampaikan risalah illahi kepada mereka. Bukan hanya sekedar menolak dakwahnya, akan tetapi masyarakat Tho’if saat itu menghina dan menghardiknya, bahkan meresponnya dengan serangan fisik dengan melempari batu-batu kerikil kepada beliau. Dalam kondisi demikian Rasulullah tidak serta merta melaknat mereka, padahal di tengah perjalanan pulang dari Tho'if, malaikat Jibril A.s mendatanginya bersama mailaikat penjaga gunung seraya menawarkan "jasa" untuk membinasakan kaumnya yang biadab itu, beliau menolak tawaran tersebut dan berkata: « Barangkali saja di masa yang akan datang, akan terlahir generasi-generasi mereka yang mengimani dakwah ini«. (HR. Bukhori dan Muslim)
Lebih ringkasnya, dalam mengkaji kepribadian Rasulullah saw ini kita bisa menyimak salah satu ayat dalam al Qur’an, yaitu surat at Taubah ayat 128 yang artinya « Telah datang kepada kalian, seorang utusan dari golongan kalian sendiri, ia merasa berat atas segala sesuatu yang menimpa diri kalian, selalu mengharapkan kebaikan atas diri kalian, dan ia adalah sosok penyantun dan penyayang kepada orang-orang yang beriman «.(Qs. At Taubah : 128)
Imam ar Razi (w: 1209 H / 606 M) dalam buku tafsirnya yang diberi judul Mafatih al Ghoib memaparkan bahwa ada empat kepribadian Rasulullah yang dijelaskan dalam ayat ini :
Pertama, keberadaan Rasulullah dari jenis makhluk manusia, adalah suatu keistimewaan tersendiri bagi makhluk Allah yang bernama « manusia ». Dengan diutusnya Muhammad (yang seorang manusia) sebagai seorang rasul, akan mempermudah komunikasi dan interaksi antara rasul dan umatnya.
Kedua, Rasulullah selalu merasa berat hati akan perkara-perkara negatif yang menimpa umatnya. Sebagian ulama mengartikan penggalan ayat ini, bahwa ia merasa susah dan berat hati apabila umatnya melakukan dosa dan maksiat kemudian tidak segera bertaubat.
Ketiga, Rasulullah selalu mengharapkan yang terbaik dari umatnya, keberhasilan baik di dunia maupun di akhirat, perhatian ini setidaknya mencontohkan betapa besar waktu, tenaga dan pikiran yang dicurahkan olehnya untuk memperhatikan kondisi umatnya, bukan hanya sebatas perhatian terhadap kondisi keluarga, kerabat atau koleganya saja, akan tetapi mencakup seluruh umat yang beriman.
Keempat, dalam ayat ini, Rasulullah diberi gelar dengan dua Asma al Husna (nama-nama Allah) secara sekaligus, yaitu sifat Rauf (penyantun) dan Rahim (penyayang). Kedua sifat ini telah menguatkan misi Rasulullah dalam melakukan dakwah Islamiyah, sebagaimana ditegaskan dalam ayat yang lain « Sesungguhnya saya tidaklah mengutus engkau kecuali sebagai kasih sayang bagi sekalian alam « (Qs. al Anbiya: 107)
Penutup :
Sebagai umat Islam, kita telah memiliki figur yang telah dijelaskan di atas, yaitu sosok Muhammad dengan kepribadian dan budi pekerti luhurnya. Sudah semestinya kita mencontoh kepada beliau untuk melakukan hal yang sama dalam diri kita. Ada kepribadian jujur, sabar, tabah, penyantun, penuh perhatian, yang mana kepribadian-kepribadian ini telah diaplikasikan secara langsung oleh Rasulullah selama masa hidupnya.
Apabila perubahan zaman, dengan kemajuan ilmu dan kecanggihan teknologinya tidak dapat dibendung oleh siapapun, dan pada saat yang sama perubahan pola hidup dan pola berfikir manusia terus mengikuti perubahan zaman tersebut, kita - sebagai komunitas muslim - perlu mengikat diri kita pada nilai-nilai religius, hal ini agar imbas kemajuan yang terkadang mencabik-cabik nilai kemanusiaan, seperti penghalalan segala cara dalam mencapai tingkat strata sosial atau dalam rangka mengkoleksi materi, bisa diredam dengan kesalihan individu yang merupakan imbas dari nilai-nilai agama.
Kemudian globalisasi dalam segala lini kehidupan yang memberikan kemudahan dalam mengakses budaya dan pola hidup bangsa lain, yang belum tentu sesuai dengan norma dan etika kita, dapat kita minimalisir imbas negatif dari globalisasi ini dengan berpegang pada budi pekerti Rasulullah saw, bukankah sebagai seorang muslim kita akan lebih dinamis dan singkron dengan kepribadian Muhammad sebagai suri tauladan dari pada prilaku komunitas lainnya ?
Maka, filterisasi budaya dan pola hidup yang kita butuhkan pada saat ini adalah dengan cara menyandarkan referensi moral dan etika keseharian kita kepada contoh luhur budi pekerti Rasulullah Saw, mengutip salah satu ayat dalam al Qur’an : «Sesungguhnya engkau berada dalam budi pekerti yang luhur « (Qs. al Qalam: 4)
Pendahuluan:
Akhlak adalah cermin dari kondisi suatu masyarakat yang di dalamnya mencakup individu-individu manusia. Baik dan buruknya akhlak seseorang akan mempengaruhi kualitas budi pekerti komunitas masyarakatnya secara umum. Bahkan barometer kemajuan dan kemunduran suatu peradaban bisa juga dilihat dari kualitas akhlak dan budi pekertinya.
Dalam kehidupan modern saat ini, kemajuan ilmu dan teknologi sangat pesat, batas-batas geografis negara atau bahkan benua tidak lagi mampu membendung arus globalisasi dalam segala lini kehidupan, termasuk lini sosial dan budaya. Gaya hidup suatu bangsa dengan mudah bisa diakses kemudian diaplikasikan oleh masyarakat bangsa lainnya. Imbas negatif maupun positif dari kenyataan ini tumpang tindih, sehingga menimbulkan polemik dalam tataran masyarakat luas, terutama bagi kalangan relegius dan pemerhati moral.
Di satu sisi, Islam adalah doktrin sekaligus peradaban yang telah eksis semenjak 15 abad yang silam. Dari segi kuantitas, penganut agama Islam berada pada level terbesar kedua di dunia. Saat Muhammad Saw dipilih oleh Allah Swt sebagai seorang utusan yang membawa misi rahmatan lil alami (rahmat bagi sekalian alam), saat itu pula Ia mendeklarasikan bahwa diantara prioritas misinya adalah pembangunan moral dan etika. "Sesungguhnya saya tidak diutus kecuali hanya untuk menyempurnakan budi pekerti" (HR. Ahmad dan Hakim). Hal ini diperkuat dengan realitas sejarahnya, karena sepanjang itu pula Islam telah memberikan perhatian penuh pada moralitas umat manusia.
Melalui prolog di atas, ada beberapa pertanyaan berkaitan dengan dunia modern yang cenderung membawa manusia kepada arah "dekadensi moral", sehingga komunitas muslim yang merupakan bagian dari umat manusia secara keseluruhan perlu juga mengantispasinya. Sejauh mana kebutuhan kita dalam melakukan filterisasi budaya dan gaya hidup pihak asing, agar kita tidak terkontaminasi pengaruh negatifnya? Dan melalui sosok nabi Muhammad Saw, kepribadian apakah yang paling urgen untuk diaplikasikan oleh para umatnya dewasa ini?
Profil singkat Muhammad Saw:
Muhammad bin Abdullah bin Abd. Muthalib bin Hasyim bin Abd. Manaf bin Qusai bin Kilab bin Murrah bin Ka’b bin Lu’ay bin Ghalib bin Fihr. Nasabnya menyambung sampai kepada Adnan salah seorang keturunan nabi Ismail putra nabi Ibrahim A.S. yang merupakan sentral pertalian nasab para nabi.
Lahir pada hari senin tanggal 12 Rabiul Awal tahun gajah (570 M). Pada tahun kelahirannya terjadi peristiwa spektakuler, yaitu dikerahkannya pasukan tentara bergajah di bawah komando panglima perang bernama Abaraha, seorang gubernur Yaman untuk dinasti Najasyi yang berpusat di Ethiopia. Pasukan bergajah ini rencananya akan menghancurkan ka'bah di Makkah, yang pada saat itu menjadi pusat ritual peribadatan bangsa Arab, namun belum sampai kepada sasarannya, pasukan bergajah ini dihancurkan oleh Allah Swt dengan melalui burung Ababil yang menyerang dengan batu-batu kerikil dari neraka. (Qs. Al Fiil : 1-5)
Dari sisi ekonomi dan tingkat strata sosial, keluarga Muhammad termasuk kalangan sederhana dan bukan bangsawan. Semenjak usia kanak-kanak ia telah menjadi seorang yatim piatu, akhirnya yang mengasuh adalah pamannya Abu Thalib. Pada saat usianya mencapai tujuh tahun, ia ikut membantu perekonomian keluarga pamannya dengan bekerja sebagai penggembala kambing di kampung Bani Sa’d. Setelah beranjak dewasa ia dilibatkan dalam ekspedisi perdagangan dibawah manajemen perusahaan pamannya Abu Thalib. Bisnis yang ditekuninya adalah ekspor-impor komoditi dagang mencakup wilayah Makkah (Arab Saudi) dan Syam (Syria, Yordania dan sekitarnya).
Melalui kesibukan ekonomi ini, siti Khadijah, seorang saudagar perempuan di Makkah saat itu, menjadi tertarik melihat kepribadian Muhammd. Ia terkenal dengan pemuda yang memiliki etos kerja tinggi, jujur, dan kreatif. Hingga akhirnya siti Khadijah berkeinginan menjalin hubungan kelurga melalui pernikahan dengan beliau. Dan akhirnya siti Khadijah resmi menjadi istrinya yang pertama. Perkawinan itu terjadi pada saat Muhammad berusia 25 tahun, sedangkan usia siti Khadijah 40 tahun.
Dari pernikahannya dengan siti Khadijah, Muhammad Saw dikarunia enam orang anak, yaitu : al Qasim, Abdullah, Zainab, Ruqayyah, Umi kaltsum, dan Fatimah. Sedangkan puteranya yang bernama Ibrahim lahir dari istrinya yang bernama Maria al Qabthiyah.
Meneladani budi pekerti nabi Muhammad:
Banyak keistimewaan yang dimiliki oleh nabi Muhammad saw, sehingga banyak pula kalangan intelektual dan akademisi dari masa ke masa yang tertarik mengkaji dan mendalami berbagai aspek kehidupannya. Misalnya, Muhammad sebagai seorang negawaran, sebagi seorang bisnisman atau pelaku ekonomi, sebagai seorang da'i, sebagai seorang pemimpin dalam kelarga, sebagai rasul pilihan, dst.
Dalam kesmpatan ini, yang akan dikupas adalah kepribadan Muhammad Saw berkaitan dengan budi pekerti dan prilaku dalam berkeluarga dan bermasyarakat. Semua ini disesuaikan dengan tema besar yang diangkat pada kesempatan acara peringatan maulid nabi Muhammad saw. Yaitu « Relevansi akhlak Rasulullah Saw dalam kehidupan modern ».
Salah satu gelar yang disandang oleh nabi Muhammad saw adalah al Amin (yang dapat dipercaya), gelar ini dianugerahkan kepadanya oleh masyarakat Arab yang hidup pada saat itu, semua ini tidak lepas dari prilaku jujur yang selalu dikedepankan olehnya dalam berinteraksi sosial, sehingga orang-orang Arab saat itu selalu mempercayakan Muhammad untuk menjaga amanat-amanat mereka. Sedangkan gelar al Amin itu sendiri dilekatkan kepadanya secara formal, bertepatan dengan peristwa peletakan hajar aswad di Kabah.
Pada saat masyarakat Arab selesai merenovasi bangunan Ka'bah, mereka kemudian akan mengembalikan posisi hajar aswad pada tempatnya semula, di sinilah kerancuan terjadi, semua marga dan suku yang hadir saat itu merasa berhak untuk mengerjakan proses pengembalian posisi hajar aswad, mereka saling berebut, berselisih pendapat dan tidak ada yang bersedia mengalah. Jalan buntu menghadang di depan perselisihan tersebut, konflik fisik dan pertumpahan darah hampir mewarnai perselisihan itu.
Sebagai jalan tengah, akhirnya seluruh bangsa Arab sepakat dengan menyerahkan peletakan hajar aswad kepada orang yang pertama kali masuk ke pintu haram (areal Ka’bah). Pada saat keputusan bersama itu ditetapkan, datanglah Muhammad sebagai orang yang pertama kali masuk ke pintu areal Ka’bah. Secara serentak, orang-orang Arab yang hadir saat itu menyambut kedatangannya dan memberikan gelar kepadanya sebagai al Amin (orang yang dapat dipercaya).
Kepribadian lain yang juga menonjol dari sosok Muhammad Saw adalah sikap tegar dan sabar dalam menjalani kehidupan, terutama saat-saat menghadapi kesulitan. Pada saat perang Uhud, ia terluka di wajahnya, terkena serangan musuh, melihat kondisi ini, para sahabat menjadi khawatir akan keselamatannya, sebab serangan musuh semakin gencar dan bertubi-tubi. Maka para sahabat pun memberikan saran kepadanya : Wahai baginda Rasul, akan lebih baik jika engkau berdo’a meminta kepada Allah Swt agar membinasakan musuh-musuh kita saat ini juga, Rasulullah menjawab saran para sahabatnya ini : « Saya tidak diutus sebagai sosok yang suka melaknat, akan tetapi saya diutus sebagai pembawa rahmat dan kasih sayang bagi setiap orang« (HR. Muslim).
Kita juga bisa mengambil contoh lain dalam hal kesabaran dan ketabahannya saat menghadapi kesulitan, yaitu ketika Rasulullah dihina dan dicaci maki oleh masyarakat Tho’if, saat itu beliau sedang berdakwah menyampaikan risalah illahi kepada mereka. Bukan hanya sekedar menolak dakwahnya, akan tetapi masyarakat Tho’if saat itu menghina dan menghardiknya, bahkan meresponnya dengan serangan fisik dengan melempari batu-batu kerikil kepada beliau. Dalam kondisi demikian Rasulullah tidak serta merta melaknat mereka, padahal di tengah perjalanan pulang dari Tho'if, malaikat Jibril A.s mendatanginya bersama mailaikat penjaga gunung seraya menawarkan "jasa" untuk membinasakan kaumnya yang biadab itu, beliau menolak tawaran tersebut dan berkata: « Barangkali saja di masa yang akan datang, akan terlahir generasi-generasi mereka yang mengimani dakwah ini«. (HR. Bukhori dan Muslim)
Lebih ringkasnya, dalam mengkaji kepribadian Rasulullah saw ini kita bisa menyimak salah satu ayat dalam al Qur’an, yaitu surat at Taubah ayat 128 yang artinya « Telah datang kepada kalian, seorang utusan dari golongan kalian sendiri, ia merasa berat atas segala sesuatu yang menimpa diri kalian, selalu mengharapkan kebaikan atas diri kalian, dan ia adalah sosok penyantun dan penyayang kepada orang-orang yang beriman «.(Qs. At Taubah : 128)
Imam ar Razi (w: 1209 H / 606 M) dalam buku tafsirnya yang diberi judul Mafatih al Ghoib memaparkan bahwa ada empat kepribadian Rasulullah yang dijelaskan dalam ayat ini :
Pertama, keberadaan Rasulullah dari jenis makhluk manusia, adalah suatu keistimewaan tersendiri bagi makhluk Allah yang bernama « manusia ». Dengan diutusnya Muhammad (yang seorang manusia) sebagai seorang rasul, akan mempermudah komunikasi dan interaksi antara rasul dan umatnya.
Kedua, Rasulullah selalu merasa berat hati akan perkara-perkara negatif yang menimpa umatnya. Sebagian ulama mengartikan penggalan ayat ini, bahwa ia merasa susah dan berat hati apabila umatnya melakukan dosa dan maksiat kemudian tidak segera bertaubat.
Ketiga, Rasulullah selalu mengharapkan yang terbaik dari umatnya, keberhasilan baik di dunia maupun di akhirat, perhatian ini setidaknya mencontohkan betapa besar waktu, tenaga dan pikiran yang dicurahkan olehnya untuk memperhatikan kondisi umatnya, bukan hanya sebatas perhatian terhadap kondisi keluarga, kerabat atau koleganya saja, akan tetapi mencakup seluruh umat yang beriman.
Keempat, dalam ayat ini, Rasulullah diberi gelar dengan dua Asma al Husna (nama-nama Allah) secara sekaligus, yaitu sifat Rauf (penyantun) dan Rahim (penyayang). Kedua sifat ini telah menguatkan misi Rasulullah dalam melakukan dakwah Islamiyah, sebagaimana ditegaskan dalam ayat yang lain « Sesungguhnya saya tidaklah mengutus engkau kecuali sebagai kasih sayang bagi sekalian alam « (Qs. al Anbiya: 107)
Penutup :
Sebagai umat Islam, kita telah memiliki figur yang telah dijelaskan di atas, yaitu sosok Muhammad dengan kepribadian dan budi pekerti luhurnya. Sudah semestinya kita mencontoh kepada beliau untuk melakukan hal yang sama dalam diri kita. Ada kepribadian jujur, sabar, tabah, penyantun, penuh perhatian, yang mana kepribadian-kepribadian ini telah diaplikasikan secara langsung oleh Rasulullah selama masa hidupnya.
Apabila perubahan zaman, dengan kemajuan ilmu dan kecanggihan teknologinya tidak dapat dibendung oleh siapapun, dan pada saat yang sama perubahan pola hidup dan pola berfikir manusia terus mengikuti perubahan zaman tersebut, kita - sebagai komunitas muslim - perlu mengikat diri kita pada nilai-nilai religius, hal ini agar imbas kemajuan yang terkadang mencabik-cabik nilai kemanusiaan, seperti penghalalan segala cara dalam mencapai tingkat strata sosial atau dalam rangka mengkoleksi materi, bisa diredam dengan kesalihan individu yang merupakan imbas dari nilai-nilai agama.
Kemudian globalisasi dalam segala lini kehidupan yang memberikan kemudahan dalam mengakses budaya dan pola hidup bangsa lain, yang belum tentu sesuai dengan norma dan etika kita, dapat kita minimalisir imbas negatif dari globalisasi ini dengan berpegang pada budi pekerti Rasulullah saw, bukankah sebagai seorang muslim kita akan lebih dinamis dan singkron dengan kepribadian Muhammad sebagai suri tauladan dari pada prilaku komunitas lainnya ?
Maka, filterisasi budaya dan pola hidup yang kita butuhkan pada saat ini adalah dengan cara menyandarkan referensi moral dan etika keseharian kita kepada contoh luhur budi pekerti Rasulullah Saw, mengutip salah satu ayat dalam al Qur’an : «Sesungguhnya engkau berada dalam budi pekerti yang luhur « (Qs. al Qalam: 4)
* Makalah ini dipresentasikan dalam seminar peringatan maulid Nabi Muhammad Saw di KBRI Rabat, Jum'at 13 Maret 2009.