Oleh: Arwani Syaerozi
Tema tulisan kali ini adalah judul dari sebuah buku, buku yang saya dapat dari pedagang kaki lima di sudut trotoar Jl. Mohammed V Rabat (Rabu, 27/8/08). Usai menyelesaikan satu urusan di kantor L'agence Marocain de Cooperation Internationale (Agen Maroko untuk kerjasama internasional) saya menyempatkan diri untuk menikmati suasana sore hari di pusat kota Rabat. Tidak sia-sia, di samping buku ini, saya juga berhasil memboyong tujuh buku lainnya dari toko buku "Alfiyah Tsalitsah" (Millenium ke tiga), semua buku tersebut berkaitan dengan kajian Maqasid Syari'ah, diskursus yang selama ini saya geluti melalui penulisan disertasi.
Kembali ke judul tulisan ini, lantas ada apa dengan kondisi Maroko di tahun 2007-2008? Sehingga saya begitu antusias untuk mengikuti perkembangannya melalui buku ini. Adakah sesuatu yang istimewa atau kejadian spektakuler di Maroko pada periode tersebut? Sehingga saya harus rela merogoh kocek 30 Dirham (sekitar Rp. 35. 000, 00) untuk memindah kepemilikan sebuah buku dari seorang pedagang kaki lima.
Sebenarnya, buku yang saya dapatkan kali ini adalah buku rutin yang diterbitkan tiap tahun oleh pusat kajian Wijhat Nadzar (Perspektif), pusat kajian sekaligus penerbitan yang terkenal kritis di bumi Maghribi. Jadi, kurang lebih semacam evaluasi dan laporan tahunan kepada publik seputar kinerja perangkat Negara (eksekutif, legislatif dan yudikatif), seputar isu politik, hak asasi manusia, ekonomi, sosial, budaya, olah raga, keagamaan, dan pergaulan Maroko dalam level internasional.
Laporan yang disajikan dalam buku ini sangat menarik, terdiri dari 11 sub judul pembahasan. Penyusunan buku ini pun melibatkan beberapa pakar sesuai dengan spesifikasi tiap kajian, sebagaimana yang dijelaskan dalam prolognya: "Dalam merealisasikan terbitnya buku ini, kami melibatkan sekitar 12 orang pakar, yang dalam kerjanya, mereka tidak mengacu pada hukum "hitam-putih", akan tetapi didasarkan pada realitas dan data akurat dari Badan Pusat Statistik (BPS) dan sumber-sumber valid lainnya, baik dalam lingkup nasional maupun internasional" (hlm: 3).
Dari dua belas orang pakar yang terlibat dalam mengungkap "Kondisi Maroko 2007-2008" ini, di antaranya adalah; Abd. Latif Husni (pakar bidang hukum), Muntashir Hammadah (Jurnalis pengamat bidang keagamaan), Abd. Rohim al Ithri (pakar Sosiologi), Farid al Merini (pakar Antropologi budaya), Mohammad Barras (pakar sejarah) dan Munshif al Yazaghi (Pengamat Olah raga).
Problematika kemanusiaan:
Semenjak berada dalam kepemilikan saya dan hingga saat menulis review kali ini (Jum'at 29/8/08), dalam buku setebal 224 halaman ini hanya ada beberapa point saja yang menjadikan saya fokus, selebihnya saya hanya mengikuti sekilas. Inti point tersebut adalah seputar Hak Asasi Manusia (HAM), hal ini tidak lain karena bahasan ini erat berkaitan dengan kajian diseratsiku seputar "Maqasid Syari'ah dan Problematika Kemanusiaan".
Adalah Hind Aroub seorang guru besar bidang hukum dan hak asasi manusia yang menulis laporan tahunan seputar HAM di Maroko periode 2007-2008. Dalam salah satu sesi laporannya, ia menegaskan ada empat bentuk pelanggaran terhadap hak-hak kemanusiaan selama periode ini.
Pertama, Maraknya penangkapan dan penyiksaan yang disebabkan oleh faktor beda pendapat. Kebebasan berpendapat dan berserikat, dengan mengungkapkan ide dan mengekspresikan suara bagi setiap individu masyarakat masih dibayang-bayangi sikap subversif penguasa. Artinya, kebebasan asasi bagi setiap individu masyarakat yang selama ini terjadi pada tataran praktis masih semu. Dalam hal ini, penulis menyodorkan data dan fakta di lapangan, sekaligus menyebutkan beberapa contoh kasus dari orang-orang yang mengalaminya (hlm. 105 - 116).
Kedua, Kenaikan harga sembako (sembilan bahan pokok), isu ini dikupas oleh penulis dalam sub judul "Murka kenaikan harga: pengekangan atas hak hidup layak". Menurutnya, krisis harga sembako kali ini mengingatkan kita pada era 70-an, dimana pernah terjadi krisis hebat di bidang ekonomi yang berimplikasi pada kenaikan drastis harga-harga kebutuhan pokok. Keadaan saat itu (dekade 70-an) memaksa berbagai elemen masyarakat yang dikoordinir oleh Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) menggugat pemerintah Maroko dengan berbagai tuntutan. Di antaranya adalah: menaikkan standar gaji pegawai dan upah minimum pekerja, membebaskan biaya layanan publik seperti pendidikan serta pengobatan, dan meninjau kembali kebijakan dalam menaikkan harga. Dalam konteks krisis kenaikan harga di tahun 2007 hingga saat ini, penulis menyodorkan laporannya dengan dibarengi bukti gejolak di lapangan yang marak terjadi, yaitu unjuk rasa secara damai mempertanyakan kebijakan pemerintah dalam menaikan harga (hlm. 117-125).
Ketiga, Tingginya angka pengangguran, adalah isu lain yang dilaporkan oleh penulis. Dijelaskan olehnya, bahwa yang sangat tragis, pengangguran ini juga mencakup kalangan yang telah menyelesaikan pendidikan tinggi Starta S2 dan atau yang sedang menyelesaikan program S3 di perguruan tinggi dalam Negeri. Maka tidak heran, jika sepanjang tahun 2007 komunitas terpelajar yang masih belum menemukan pekerjaan gencar turun ke jalan, mereka bersama-sama menyuarakan asiprasi dan keluhan. Isu ini pun – menurut penulis - akhirnya mendapat perhatian serius dari pemerintah Maroko untuk segera dicarikan solusinya. (hlm: 125-128)
Keempat, Lemahya penegakan supremasi hukum, menurut penulis, penegakan supremasi hukum melalui lembaga yudikatif masih sangat jauh dari yang diharapkan. Keputusan hakim dalam beberapa kasus yang ditangani oleh kejaksaan di beberapa daerah masih kental diwarnai dengan ketidakadilan dan kedzaliman. Kasus suap merajalela, begitu juga dengan sikap tebang pilih dalam mengusut pejabat dan pengusaha bermasalah. Dalam hal ini pun, penulis tidak lupa melengkapi laporannya dengan pengungkapan beberapa contoh kasus. (hlm: 128-131)
Tampaknya, masih banyak sub judul dalam buku ini yang harus diseriusi dalam membacanya. Untuk level negara-negara Arab, saya merasakan adanya keberanian dari tim penyusun buku ini, mereka cukup transparan dan blak-blakan dengan apa yang disajikan. Data yang dijadikan acuannya pun cukup valid, di samping para penulisnya selalu menyertai isu yang diangkat dengan contoh kasus yang ada di lapangan. Sungguh sangat menarik !
Tema tulisan kali ini adalah judul dari sebuah buku, buku yang saya dapat dari pedagang kaki lima di sudut trotoar Jl. Mohammed V Rabat (Rabu, 27/8/08). Usai menyelesaikan satu urusan di kantor L'agence Marocain de Cooperation Internationale (Agen Maroko untuk kerjasama internasional) saya menyempatkan diri untuk menikmati suasana sore hari di pusat kota Rabat. Tidak sia-sia, di samping buku ini, saya juga berhasil memboyong tujuh buku lainnya dari toko buku "Alfiyah Tsalitsah" (Millenium ke tiga), semua buku tersebut berkaitan dengan kajian Maqasid Syari'ah, diskursus yang selama ini saya geluti melalui penulisan disertasi.
Kembali ke judul tulisan ini, lantas ada apa dengan kondisi Maroko di tahun 2007-2008? Sehingga saya begitu antusias untuk mengikuti perkembangannya melalui buku ini. Adakah sesuatu yang istimewa atau kejadian spektakuler di Maroko pada periode tersebut? Sehingga saya harus rela merogoh kocek 30 Dirham (sekitar Rp. 35. 000, 00) untuk memindah kepemilikan sebuah buku dari seorang pedagang kaki lima.
Sebenarnya, buku yang saya dapatkan kali ini adalah buku rutin yang diterbitkan tiap tahun oleh pusat kajian Wijhat Nadzar (Perspektif), pusat kajian sekaligus penerbitan yang terkenal kritis di bumi Maghribi. Jadi, kurang lebih semacam evaluasi dan laporan tahunan kepada publik seputar kinerja perangkat Negara (eksekutif, legislatif dan yudikatif), seputar isu politik, hak asasi manusia, ekonomi, sosial, budaya, olah raga, keagamaan, dan pergaulan Maroko dalam level internasional.
Laporan yang disajikan dalam buku ini sangat menarik, terdiri dari 11 sub judul pembahasan. Penyusunan buku ini pun melibatkan beberapa pakar sesuai dengan spesifikasi tiap kajian, sebagaimana yang dijelaskan dalam prolognya: "Dalam merealisasikan terbitnya buku ini, kami melibatkan sekitar 12 orang pakar, yang dalam kerjanya, mereka tidak mengacu pada hukum "hitam-putih", akan tetapi didasarkan pada realitas dan data akurat dari Badan Pusat Statistik (BPS) dan sumber-sumber valid lainnya, baik dalam lingkup nasional maupun internasional" (hlm: 3).
Dari dua belas orang pakar yang terlibat dalam mengungkap "Kondisi Maroko 2007-2008" ini, di antaranya adalah; Abd. Latif Husni (pakar bidang hukum), Muntashir Hammadah (Jurnalis pengamat bidang keagamaan), Abd. Rohim al Ithri (pakar Sosiologi), Farid al Merini (pakar Antropologi budaya), Mohammad Barras (pakar sejarah) dan Munshif al Yazaghi (Pengamat Olah raga).
Problematika kemanusiaan:
Semenjak berada dalam kepemilikan saya dan hingga saat menulis review kali ini (Jum'at 29/8/08), dalam buku setebal 224 halaman ini hanya ada beberapa point saja yang menjadikan saya fokus, selebihnya saya hanya mengikuti sekilas. Inti point tersebut adalah seputar Hak Asasi Manusia (HAM), hal ini tidak lain karena bahasan ini erat berkaitan dengan kajian diseratsiku seputar "Maqasid Syari'ah dan Problematika Kemanusiaan".
Adalah Hind Aroub seorang guru besar bidang hukum dan hak asasi manusia yang menulis laporan tahunan seputar HAM di Maroko periode 2007-2008. Dalam salah satu sesi laporannya, ia menegaskan ada empat bentuk pelanggaran terhadap hak-hak kemanusiaan selama periode ini.
Pertama, Maraknya penangkapan dan penyiksaan yang disebabkan oleh faktor beda pendapat. Kebebasan berpendapat dan berserikat, dengan mengungkapkan ide dan mengekspresikan suara bagi setiap individu masyarakat masih dibayang-bayangi sikap subversif penguasa. Artinya, kebebasan asasi bagi setiap individu masyarakat yang selama ini terjadi pada tataran praktis masih semu. Dalam hal ini, penulis menyodorkan data dan fakta di lapangan, sekaligus menyebutkan beberapa contoh kasus dari orang-orang yang mengalaminya (hlm. 105 - 116).
Kedua, Kenaikan harga sembako (sembilan bahan pokok), isu ini dikupas oleh penulis dalam sub judul "Murka kenaikan harga: pengekangan atas hak hidup layak". Menurutnya, krisis harga sembako kali ini mengingatkan kita pada era 70-an, dimana pernah terjadi krisis hebat di bidang ekonomi yang berimplikasi pada kenaikan drastis harga-harga kebutuhan pokok. Keadaan saat itu (dekade 70-an) memaksa berbagai elemen masyarakat yang dikoordinir oleh Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) menggugat pemerintah Maroko dengan berbagai tuntutan. Di antaranya adalah: menaikkan standar gaji pegawai dan upah minimum pekerja, membebaskan biaya layanan publik seperti pendidikan serta pengobatan, dan meninjau kembali kebijakan dalam menaikkan harga. Dalam konteks krisis kenaikan harga di tahun 2007 hingga saat ini, penulis menyodorkan laporannya dengan dibarengi bukti gejolak di lapangan yang marak terjadi, yaitu unjuk rasa secara damai mempertanyakan kebijakan pemerintah dalam menaikan harga (hlm. 117-125).
Ketiga, Tingginya angka pengangguran, adalah isu lain yang dilaporkan oleh penulis. Dijelaskan olehnya, bahwa yang sangat tragis, pengangguran ini juga mencakup kalangan yang telah menyelesaikan pendidikan tinggi Starta S2 dan atau yang sedang menyelesaikan program S3 di perguruan tinggi dalam Negeri. Maka tidak heran, jika sepanjang tahun 2007 komunitas terpelajar yang masih belum menemukan pekerjaan gencar turun ke jalan, mereka bersama-sama menyuarakan asiprasi dan keluhan. Isu ini pun – menurut penulis - akhirnya mendapat perhatian serius dari pemerintah Maroko untuk segera dicarikan solusinya. (hlm: 125-128)
Keempat, Lemahya penegakan supremasi hukum, menurut penulis, penegakan supremasi hukum melalui lembaga yudikatif masih sangat jauh dari yang diharapkan. Keputusan hakim dalam beberapa kasus yang ditangani oleh kejaksaan di beberapa daerah masih kental diwarnai dengan ketidakadilan dan kedzaliman. Kasus suap merajalela, begitu juga dengan sikap tebang pilih dalam mengusut pejabat dan pengusaha bermasalah. Dalam hal ini pun, penulis tidak lupa melengkapi laporannya dengan pengungkapan beberapa contoh kasus. (hlm: 128-131)
Tampaknya, masih banyak sub judul dalam buku ini yang harus diseriusi dalam membacanya. Untuk level negara-negara Arab, saya merasakan adanya keberanian dari tim penyusun buku ini, mereka cukup transparan dan blak-blakan dengan apa yang disajikan. Data yang dijadikan acuannya pun cukup valid, di samping para penulisnya selalu menyertai isu yang diangkat dengan contoh kasus yang ada di lapangan. Sungguh sangat menarik !