tag:blogger.com,1999:blog-57145737451985199862024-03-05T00:20:36.079-08:00K a n g W a w a nMelebur dalam dimensi dunia tanpa batas ukurARWANI SYAEROZIhttp://www.blogger.com/profile/09027736948255652043noreply@blogger.comBlogger59125tag:blogger.com,1999:blog-5714573745198519986.post-78966597520974044692012-01-01T16:56:00.000-08:002012-01-01T17:13:37.323-08:00Generasi Muda Jangan Terjebak Anarkisme<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhQq2ayf3lSMMFIthrgH-mmQoxyo2oKKT5berY97oP9ikgI92fGj5oaeEDdHcjyvFAA7vGeAIruHWXCKTy5Fpu8z42QRZE0waFaQg_rASG47mq12UIPaGw8EUmxrZ-oEaP3ZkktAZn-SqxP/s1600/banten.jpg"><img style="float:left; margin:0 10px 10px 0;cursor:pointer; cursor:hand;width: 150px; height: 100px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhQq2ayf3lSMMFIthrgH-mmQoxyo2oKKT5berY97oP9ikgI92fGj5oaeEDdHcjyvFAA7vGeAIruHWXCKTy5Fpu8z42QRZE0waFaQg_rASG47mq12UIPaGw8EUmxrZ-oEaP3ZkktAZn-SqxP/s320/banten.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5692835438171669202" border="0" /></a><br /><div style="text-align: justify;">Serang, Banten 20/12/11<br />Kalangan generasi muda jangan terjebak pada aksi anarkis. Apalagi, aksi anarkis berupa tindakan terorisme yang mengatasnamakan agama.<br /><br />Hal itu disampaikan pengamat politik dan hukum Timur Tengah, Dr. Arwani Syaerozi, MA dalam diskusi publik dengan tema <span style="font-style: italic;">"Gerakan Radikal, Mengapa Kalangan Muda"</span> di gedung Korpri Serang Banten, Selasa (20/12)<br /><br />Diskusi yang diselenggarakan Lingkar Kajian untuk Pencerahan (Lingkaran) menghadirkan juga pembicara dari DPP Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), Ustaz Yasin Mutohar, dan mantan aktivis Jemaah Islamiyah, Nasser Abbas.<br /><br /><span style="font-style: italic;">"Radikalisme bukanlah terorisme. Akan tetapi, pemikiran radikal akan mudah sekali melakukan terorisme, dan hal inilah yang sering menjebak. Generasi muda tentu menjadi sasaran utama. Oleh karena itu, hal ini harus diwaspadai,"</span> kata Arwani.<br /><br />Ia mengungkapkan, belakangan ini aksi anarkis seperti tawuran di kalangan pelajar dan mahasiswa menjadi celah bagi oknum tertentu yang menyusup ke generasi muda untuk melakukan teror.<br /><br /><span style="font-style: italic;">"Saya menyebut oknum tertentu itu sebagai 'penumpang gelap' yang harus diwaspadai,"</span> ungkapnya.<br /><br />Oleh karena itu, menurut dia, kewaspadaan itu bisa dilakukan dengan cara mengisi waktu luang kegiatan-kegiatan bersifat ilmiah, seperti di bidang sains, kesenian atau keagamaan. <span style="font-style: italic;">"Generasi muda adalah aset bangsa yang harus dikawal mental dan pola berpikirnya,"</span> ungkapnya.<br /><br />Arwani menegaskan, dirinya tidak setuju bahwa radikal dianggap sebagai sesuatu yang menakutkan dan terlalu diidentikkan dengan umat Islam.<br /><br /><span style="font-weight:bold;">Tingkatkan kesejahteraan</span><br /><br />Ia menyatakan, peran pemerintah untuk menanggulangi terorisme dan radikalisme tidak hanya dalam satu aspek, yakni sosial dan agama. Melainkan perlu adanya kerjasama semua pihak untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.<br /><br />Menurut dia, dengan hal tersebut setidaknya akan meminimalisasi, dan agar masyarakat tidak gampang diarahkan untuk satu persepsi yang salah.<span style="font-style: italic;">"Indonesia itu negara yang paling mengakomodasi semua kalangan. Saya mengapresiasi gerakan-gerakan yang terjadi di Indonesia, asalkan positif dan tidak merugikan pihak lain,"</span> ujarnya.<br /><br />Yasin Mutohar dengan tegas menyatakan, gerakan radikal tidak identik dengan terorisme. Gerakan radikal merupakan upaya melakukan perubahan secara mendasar.<br /><br /><span style="font-style: italic;">"Jika di negara kita tatanan pemerintahnya sudah korup, sistem politik tidak tertata, sistem ekonomi sudah liberal, dan tatanan hidup jauh dari nilai Islam, perlu kita lakukan perubahan. Jadi, salah jika gerakan radikal selalu dicap sebagai terorisme yang selalu diawasi,"</span> tuturnya.<br /><br /><span style="font-weight:bold;">Pandai memilah</span><br /><br />Sementara Nasser Abbas dalam pemaparannya menyatakan, generasi muda harus pandai memilah terhadap pengaruh yang menjerumuskan pemikiran pada tindakan terorisme.<br /><br />"Selama ini, anak muda selalu jadi sasaran untuk melakukan aksi terorisme. Jadi, harus pandai memilah," katanya.<br /><br />Ia juga menyatakan, dalam menyikapi aksi terorisme yang ditentang bukan orangnya tetapi aksinya melakukan kekerasan atas nama agama. <span style="font-style: italic;">"Membuat aksi bom buku dan meledakkan diri di mesjid dan lainnya dengan mengatasnamakan agama jelas perbuatan keji,"</span> katanya.<br /><br /><br />Sumber: www. http://kabar-banten.com/news/detail/4211)<br /></div>ARWANI SYAEROZIhttp://www.blogger.com/profile/09027736948255652043noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-5714573745198519986.post-55172372351486772432011-12-22T03:57:00.000-08:002011-12-22T04:12:06.545-08:00Transformasi Nilai Salaf Dalam Kehidupan Modern<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg9n2uZSxG_ZoiDhSfx-VrAF8qr93cjPFB7_LXMt_vZ1SYUNYTnvSkVRmYFxUGXsNSmFi0EAqpryV7mmsTOrisHMu9De6L2Yc6-Es_Fq-RhQqXLG42JrBIAItpXkTFre655t00Xl96Xpg7l/s1600/poto.jpg"><img style="float:left; margin:0 10px 10px 0;cursor:pointer; cursor:hand;width: 100px; height: 67px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg9n2uZSxG_ZoiDhSfx-VrAF8qr93cjPFB7_LXMt_vZ1SYUNYTnvSkVRmYFxUGXsNSmFi0EAqpryV7mmsTOrisHMu9De6L2Yc6-Es_Fq-RhQqXLG42JrBIAItpXkTFre655t00Xl96Xpg7l/s320/poto.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5688923264610778226" border="0" /></a><br /><div style="text-align: justify;">Oleh: Arwani Syaerozi *<br /><br />Pesantren adalah lembaga pendidikan Islam tertua di Indonesia, keberadaannya hingga sekarang masih signifikan. Karena ia telah teruji dari masa ke masa dalam mencetak kader-kader muslim Indonesia yang kompeten dalam literatur Islam dan urusan kebangsaan.<br /><br />Di mana salah satu ciri khas pendidikan pesantren, adalah penekanan terhadap kajian kitab kuning. Sebuah referensi yang menyimpan warisan intelektual ulama-ulama abad sebelumnya.<br /><br />Seiring dengan kemajuan ilmu dan teknologi, orientasi hidup dan pola berfikir masyarakat mengalami perubahan drastis. Dengan fasilitas teknologi informasi misalnya, masyarakat Indonesia dapat mengakses secara langsung kebudayaan, gaya hidup, dan aktivitas keseharian komunitas masyarakat dari berbagai belahan dunia. Akibatnya, tanpa melalui proses penyaringan, budaya, pola berfikir dan gaya hidup tersebut dapat diaplikasikan secara leluasa oleh masyarakat kita.<br /><br />Lantas bagaimana dengan orientasi hidup kaum santri yang mengenyam pendidikan di pesantren-pesantren? Adakah nilai-nilai kesalafan yang patut dibanggakan dan harus dipertahankan di tengah gencarnya arus perubahan di segala lini kehidupan, di tengah menurunnya animo masyarakat untuk menitipkan anaknya di pesantren?.<br /><br /><span style="font-weight:bold;">Sejarah dan Katagori Pesantren:</span><br /><br />Tidak ada penjelasan yang tegas terkait waktu di mana pesantren pertama kali didirikan. Namun, Mastuhu memperkirakan pesantren telah ada semenjak 300 - 400 tahun yang silam. Sedangkan data kementerian Agama menganggap pesantren pertama kali didirikan pada tahun 1062 M. Ada juga pendapat yang meyakini bahwa sistem pendidikan pesantren dikenalkan pertama kali oleh Raden Rahmat (Sunan Ampel) pada abad 15 M.<br /><br />Menurut Mukti Ali(mantan menteri Agama RI), pesantren memiliki beberapa ciri khas sebagai berikut: 1-hubungan akrab kyai dan santri; 2- tradisi kepatuhan santri terhadap kyai; 3- hidup sederhana 4- mandiri 5- tolong menolong 6- disiplin 7- siap menderita demi tujuan; dan 8- tingkat relegius yang tinggi.<br /><br />Pendidikan pesantren ini bisa dikatagorikan ke dalam dua macam, yaitu; pesantren salaf (tradisional) dan pesantren khalaf (modern), katagori pertama adalah yang hanya mengajarkan kitab kuning, sedangkan yang kedua mengadopsi sistem pendidikan modern, biasanya dengan menyediakan sekolah formal dan bahkan di beberapa tempat, pesantren jenis ini berafiliasi pada ideologi tertentu sebagai tempat doktrin dan kaderisasi.<br /><br />Adapun pesantren salaf (tradisional), ia menyimpan potensi kesadaran akan ragam kebudayaan. Karena kearifan dan rasionalitas lokal selama ini diyakini menjadi custom-nya, sebagaimana konsep kemajuan pesantren jenis ini bertitik tolak dari tradisi.<br /><br />Zamakhsyari Dhofier memahami ciri pesantren salaf terutama dalam hal sistem pengajaran dan kurikulumnya. Pengajaran kitab-kitab Islam klasik atau sering disebut dengan "kitab kuning", karena kertasnya berwarna kuning, terutama karangan-karangan ulama yang menganut faham Syafi’iyah. Semua ini merupakan pengajaran formal yang diberikan dalam lingkungan pesantren tradisional.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Spirit Ajaran Pesantren Salaf:</span><br /><br />Ada tiga point penting terkait dengan ajaran pesantren salaf yang patut dipertahankan dan bahkan harus terus disebarluaskan di tengah masyarakat muslim Indonesia. Sebenarnya, tiga point ini adalah intisari dari ciri khas pesantren salaf yang dikemukakan oleh Mukti Ali di atas. Oleh sebab itu, pesantren dianggap oleh Abdurrahman Wahid (Gus Dur) sebagai ”subkultur” di tengah masyarakat.<br /><br />Untuk memperkuat hal ini, Martin Van Bruinessen, meyakini bahwa pesantren tidak hanya subur dengan literatur keilmuan, akan tetapi mampu berperan dan berkontribusi bagi masyarakat di sekelilingnya.<br /><br />Berikut ini penjelasan detail terkait tiga spirit ajaran pesantren salaf yang masih relevan dan harus terus dipertahankan di tengah derasnya kemajuan ilmu dan teknologi:<br /><br />Pertama, kepasrahan total, hal ini merupakan tradisi keseharian yang ada di pesantren salaf, khusunya terkait relasi santri dan kyai. kepasrahan ini juga lumrah diungkapkan dengan istilah sami'na wa atho'na.<br /><br />Di lingkungan pesantren salaf sangat kental dengan budaya ta’dzim pada guru dan kiai, kegigihan belajar yang disertai tirakat seperti puasa dan wirid, hingga percaya pada barokah.<br /><br />Kepasrahan total yang saya maksud masih relevan dalam kehidupan modern adalah terkait ranah teologi. Artinya kepasrahan kepada Allah Swt sebagaimana didikan di pesantren untuk selalu pasrah kepada guru dan kyai (tentunya setelah pasrah kepada sang Khalik).<br /><br />Dalam hal ini, kaum santri harus menempatkan posisi "pasrah" secara proporsional, yaitu dengan meyakini di dalam hati akan takdir atau suratan Tuhan atas seluruh makhluk ciptaan-Nya, pada saat yang sama kaum santri harus menunjukkan kegigihan dalam bekerja atau berusaha untuk menggapai tujuan-tujuan hidup.<br /><br />Spirit seperti ini sulit ditemukan pada prilaku masyarakat modern, kalaupun ada, kualitas kepasrahannya tidak seperti mereka yang mengenyam pendidikan di pesantren salaf. Karena fenomena sifat putus asa -pada saat menghadapi kegagalan- lebih mendominasi masyarakat modern. <br /><br />Kedua, keseimbangan duniawi dan ukhrowi. Orientasi masyarakat modern kerap dititikberatkan pada urusan dunia menyampingkan urusan akhirat. Seakan mereka berusaha menyebarkan opini bahwa kehidupan umat manusia hanya berhenti pada alam dunia.<br /><br />Di sinilah urgensi pendidikan pesantren salaf terkait dengan spirit keseimbangan dunia-akhirat. Karena unsur-unsur ukhrowi selalu ditekankan kepada para santri, sebagaimana unsur-unsur duniawi diperhatikan. Tidak heran jika pendidikan di pesantren salaf akan memberikan dampak keseimbangan orientasi duniawi dan uhkrowi pada setiap anak didiknya.<br /><br />Dalam hal ini, Abdurrahman Mas'ud melihat praktik keagamaan golongan yang sering disebut dengan tradisional Islam, yang berakar di pesantren salaf, sebagai penerus ajaran moderat para Wali Songo.<br /><br />Ketiga, prioritas kemaslahatan umat, yaitu dengan mendahulukan kepentingan umum di atas kepentingan individu. Hal ini menjadi orientasi pendidikan di pesantren salaf. Di mana saat ini masyarakat terjebak dalam budaya kompetisi tidak sehat, akibatnya cara-cara tidak elegan dan tidak berperadaban (menghalalkan segala cara) menjadi hal yang lumrah –bahkan harus dilakukan- oleh masyarakat modern dalam rangka mengamankan kepentingan dan menggapai tujuan.<br /><br />Contoh kecil terkait sikap kaum santri yang mendahulukan kemaslahatan umum atas kemaslahatan individu adalah penyediaan sarana pendidikan dengan orientasi nirlaba, hanya bertujuan sosial dan kemasyarakatan.<br /><br />Jumlah puluhan, ratusan atau bahkan ribuan santri yang menetap di pesantren-pesantren salaf tidak dipungut biaya atau dipungut namun secara simbolis. Hal ini akan sangat kontras jika melihat realitas di masyarakat modern yang sengaja menjadikan pendidikan sebagai ladang penghasilan, sehingga industri pendidikan menjadi marak, konsekuensinya adalah biaya yang mahal, sementara pendidikan terjangkau semakin sulit ditemukan.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Kesimpulan:</span><br /><br />Tiga point yang saya jelaskan di atas adalah sebagai contoh, bahwa nilai-nilai pendidikan salaf masih relevan dan bahkan harus dipertahankan dalam kehidupan modern, di tengah derasnya arus perubahan di segala lini kehidupan.<br /><br />Bagaimanapun, tradisi keilmuan pesantren salaf yang merujuk pada kitab kuning adalah keunikan sekaligus nilai plus. Pandangan miring terhadap kitab kuning yang dianggap sebagai penyebab kejumudan, tidak boleh menyurutkan semangat kaum santri untuk berkontribusi dalam melakukan transformasi keilmuan.<br /><br />Pada saat yang sama, kontekstualisasi kitab kuning melalui dialog teks-realita perlu digalakkan, sebagai cara efektif untuk menghidupkan kembali gairah intelektual yang cenderung loyo. Karena dengan cara ini, kekayaan literatur pesantren dapat terus dikembangkan dalam lingkungan budaya yang berbeda dengan masa lalunya. Maka, sesungguhnya pesantren salaf telah menjaga akar tradisinya sekaligus mengaktualisasikan diri dalam kondisi yang ada, sebagaimana ditegaskan dalam kaidah: <span style="font-style:italic;">Al muhafadzatu 'ala As salafi As salih Wa Al akhdzu Bi Al jadidi Al ashlah</span>.<br /><br /></div><br /><span style="font-style:italic;">* Makalah ini dipresentasikan dalam seminar acara haul masyayih Pondok Pesantren MIS Sarang Rembang Jawa Tengah, tanggal 9 Desember 2011</span>ARWANI SYAEROZIhttp://www.blogger.com/profile/09027736948255652043noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-5714573745198519986.post-26396030762474784742011-12-11T19:40:00.000-08:002011-12-11T20:04:15.921-08:00Menggali Hikmah Idul Adha<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhwxnCxpjP0xDEADGBWXY_OTgVFaDaVTjUL5sBczRNGOWKhZpDObYYh2YXWUj3pCqtqYnNcxs8-1i68cJ97mSlrcrn_-S19E1I7x1roc5EgTx281OignflCWG6vIWED5h-4uOVMwfgxW2Bx/s1600/kambing.jpg"><img style="float:left; margin:0 10px 10px 0;cursor:pointer; cursor:hand;width: 100px; height: 100px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhwxnCxpjP0xDEADGBWXY_OTgVFaDaVTjUL5sBczRNGOWKhZpDObYYh2YXWUj3pCqtqYnNcxs8-1i68cJ97mSlrcrn_-S19E1I7x1roc5EgTx281OignflCWG6vIWED5h-4uOVMwfgxW2Bx/s320/kambing.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5685087367800495986" border="0" /></a><br /><div style="text-align: justify;">Oleh: Arwani Syaerozi *<br /><br />Hari ini adalah di mana kita –sebagai umat Islam- merayakan salah satu dari dua hari raya, yaitu Idul Adha, yang artinya hari raya kurban.<br /><br />Marilah kita mulai aktivitas pada hari yang berbahagia ini dengan memupuk keimanan dan ketakwaan kepada Allah Swt, yaitu dengan selalu mematuhi perintah dan menjauhi larangan-Nya, karena hanya dengan iman dan takwa kebahagiaan di dunia dan akhirat dapat kita raih.<br /><br />"Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang bertakwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan". (Qs. An Nahl: 128)<br /><br />Dalam sebuah hadits, dikisahkan bahwa Rasulullah Saw selalu memohon kepada Allah agar diberi ketakwaan, beliau berdo'a:<br /><br /><span style="font-style:italic;">"Ya Allah…sungguh kami memohon dari-Mu petunjuk, takwa, terjaga (dari hal-hal yang negatif) dan berjiwa besar".</span> (HR. Muslim)<br /><br />Seorang penyair Arab berkata:<br /><br /><span style="font-style:italic;">"Aku yakin bahwa takwa dan murah hati merupakan niaga paling menguntungkan seseorang, apabila sudah sampai pada ajalnya".</span><br /><br /><span style="font-weight: bold;">Jamaah Sholat Id yang dimuliakan oleh Allah</span><br /><br />Pada saat hari Idul Adha tiba, ada tiga ibadah bersifat tahunan (dilaksanakan setahun sekali) yang disambut oleh umat Islam, yaitu: pelaksanaan sholat Idul adha, penyembelihan hewan kurban dan pelaksanaan Ibadah haji. Ketiga ibadah ini terkait erat dengan syari'at-syari'at agama samawi sebelum datangnya agama Islam, terutama terkait dengan sosok nabi Ibrahim A.S sebagai sentral pertalian nasab para nabi dan rasul.<br /><br /><span style="font-style:italic;">"Dan sesungguhnya telah Kami utus beberapa orang rasul sebelum kamu, di antara mereka ada yang Kami ceritakan kepadamu dan di antara mereka ada (pula) yang tidak Kami ceritakan kepadamu".</span> (Qs. Al Mu'min: 78)<br /><br />Pelaksanaan sholat Ied dan penyembelihan hewan kurban ini telah dijelaskan dalam Al Qur'an, Allah Swt berfirman:<br /><br /><span style="font-style:italic;">"Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu dan berkorbanlah".</span> (Qs. Al Kautsar:2)<br /><br />Imam Qatadah dan Ikrimah, dua orang ulama tafsir Al Qur'an dari kalangan Tabi'in, memahami ayat tersebut sebagai perintah pelaksanaan sholat idul adha dan penyembelihan hewan kurban.<br /><br />Adapun ibadah haji, adalah salah satu rukun Islam yang lima, ia merupakan kewajiban yang juga pernah disyari'atkan pada umat-umat terdahulu, dalam hal ini Al Qur'an menganggap Nabi Ibrahim A.S sebagai orang yang pertama kali menerima perintah dari Allah Swt untuk menyerukan haji kepada seluruh umat manusia.<br /><br /><span style="font-style:italic;">"Dan berserulah kepada manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki, dan mengendarai unta yang kurus yang datang dari segenap penjuru yang jauh"</span> (Qs. Al Haj: 27)<br /><br />Melihat prioritas tiga ibadah pada saat datangnya Idul Adha ini, kita sebagai umat Islam harus meyakini bahwa ibadah-ibadah tersebut memiliki hikmah dan maqasid (tujuan) yang harus kita ambil sebagai pijakan, sebagai pelajaran sekaligus wasilah untuk memperkuat keimanan kita.<br /><br />Setidaknya ada dua hal penting yang akan saya sampaikan pada khutbah ini, pertama; makna pengorbanan demi agama dan bangsa, kedua; makna ukhuwah dan kebersamaan.<br /><br /><span style="font-weight:bold;">Jamaah Sholat Id yang berbahagia</span><br /><br />Islam di berbagai penjuru dunia, khususnya di Indonesia -saat ini- membutuhkan perjuangan yang serius dan pengorbanan yang besar dari para pemeluknya.<br /><br />Hal ini terkait dengan penyebaran opini dan image negatif seputar Ad Din Al Islami. Agama Islam -oleh kalangan yang tidak bertanggung jawab- kerap diidentikkan dengan anarkisme, barbarisme, bahkan dicap sebagai sumber teroris, sungguh keterlaluan, na'udzubillahi min dzalik !.<br /><br />Sebagai umat Islam, tentunya kita merasa tersinggung dan terpukul dengan label dan tuduhan tersebut. Untuk itulah, kita harus bersama-sama berjuang menepis dan membuktikan pada dunia bahwa Islam adalah agama Rahmatan Lil Alamin, agama yang membawa kasih sayang bagi seisi alam.<br /><br /><span style="font-style:italic;">"Dan tiadalah Kami mengutus kamu (Muhammad), melainkan untuk menjadi rahmat bagi semesta alam".</span> (Qs. Al Anbiya: 107)<br /><br />Nabi Muhammad sendiri telah menegaskan bahwa dirinya adalah seorang rasul yang selalu mengedepankan perdamaian bukan ancaman dan kekerasan, sebagaimana yang dilabelkan oleh kalangan yang tidak bertanggung jawab, dalam hal ini nabi Muhammad bersabda:<br /><br /><span style="font-style:italic;">"Sesungguhnya saya ini didedikasikan untuk perdamaian / kasih sayang". </span> (HR. Hakim)<br /><br />Lantas sejauh mana pengorbanan dan perjuangan umat Islam demi agama dan bangsanya? Tentunya perjuangan dan pengorbanan ini menyangkut unsur materi dan maknawi.<br /><br />Sebagai flash back, Nabi Ibrahim A.S dalam rangka menjalankan perintah Allah Swt dan demi proses dakwah, ia harus berseteru dengan ayahnya, berseberangan pendapat dengannya. Hal ini tidak lain untuk menegakkan tauhid (meng-esakan Tuhan) dan melakukan reformasi sosial.<br /><br /><span style="font-style:italic;">"Ingatlah ketika (Ibrahim) berkata kepada bapaknya: "Wahai ayahku, mengapa kau menyembah sesuatu yang tidak mendengar, tidak melihat dan tidak dapat menolong sedikit pun? Wahai ayahku, sesungguhnya telah datang kepadaku sebagian ilmu pengetahuan yang tidak datang kepadamu, maka ikutilah aku, niscaya aku akan menunjukkan kepadamu jalan yang lurus". </span> (Qs. Maryam: 42-43)<br /><br />Atau pada saat nabi Ibrahim A.S harus merelakan anaknya Isma'il untuk disembelih, hal ini tidak lain karena patuh kepada perintah Tuhannya, ia ingin menjadi seorang hamba yang siap menjalankan segala perintah dan menghindari segala larangannya. Sebuah pengorbanan yang luar biasa dari seorang kekasih Allah Swt. Al Qur'an mengabadikan peristiwa ini dalam surat As Shafaat:<br /><br /><span style="font-style:italic;">"Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: "Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu, maka fikirkanlah apa pendapatmu!" Ia menjawab: "Hai ayahku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar".</span> (Qs. As Shafaat: 102)<br /><br />Jika kita melihat perjuangan dan pengorbanan nabi Ibrahim tersebut, sungguhlah sangat berat. Di mana ia harus menjadi "lawan" dari keluarganya sendiri dan harus kehilangan salah seorang buah hatinya yang bernama Isma'il.<br /><br />Tentunya kita sebagai manusia biasa –bukan seorang nabi atau rasul- harus bisa mengambil teladan dari perjuangan dan pengorbanan yang telah dicontohkan oleh nabi Ibrahim A.S.<br /><br /><span style="font-style:italic;">"Sesungguhnya telah ada suri teladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengannya".</span> (Qs. Al Mumtahinah: 4)<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Jamaah Sholat Id yang dimuliakan oleh Allah</span><br /><br />Dalam kehidupan berbangsa yang majemuk seperti bangsa Indonesia, kita dituntut untuk bisa hidup berdampingan dengan siapapun, saling tolong menolong dan saling mempererat tali persaudaraan. Apalagi dengan sesama muslim, sesama orang yang satu iman meng-esakan Allah dan meyakini Muhammad adalah utusan Allah.<br /><br />Memperhatikan ukhuwah dan kebersamaan sesama umat Islam, bahkan sesama satu bangsa, memiliki keterkaitan dengan usaha kita untuk menghilangkan Islamphobia. Sebab Islam adalah agama yang menganjurkan kepada pemeluknya untuk memupuk persaudaraan.<br /><br /><span style="font-style:italic;">"Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara, karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu".</span> (Qs. Al Hujurat: 10)<br /><br />Paling tidak, tradisi bersalam-salaman setelah shalat ied adalah contoh kecil dari aplikasi masyarakat muslim terhadap nilai ukhuwah dan persaudaraan. Rasulullah memberikan sinyal tentang urgensi ukhuwah ini melalui sabdanya:<br /><br /><span style="font-style:italic;">"Tidaklah beriman salah seorang dari kalian sampai ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri".</span> (HR. Bukhori)<br /><br />Makna ukhuwah dan kebersamaan juga bisa dilihat dengan adanya fenomena penyembelihan hewan-hewan kurban, suatu ibadah yang sangat dianjurkan oleh Islam saat tiba hari raya idul adha.<br /><br />Kemudian daging kurban yang dibagi-bagikan kepada para kerabat, tetangga dan orang-orang yang tidak mampu di sekitar kita, memberikan bukti kuat akan anjuran Islam untuk memupuk ukhuwah dan kebersamaan.<br /><br />Dalam ibadah haji, yang baru saja selesai dilaksanakan oleh saudara-saudara se-iman kita, juga menyimpan makna ukhuwah dan kebersamaan. Sebagaimana kita ketahui bahwa para hujjaj (jamaah haji) bukan hanya muslim dari Indonesia, akan tetapi dari seluruh penjuru dunia.<br /><br />Mereka yang berangkat menunaikan ibadah haji, pada hakikatnya adalah wakil-wakil umat Islam sedunia, berkumpul menjadi satu di padang Arafah untuk melakukan wukuf pada tanggal 9 Dzulhijjah kemarin, Rasulullah Saw bersabda:<br /><br /><span style="font-style:italic;">"Haji adalah wukuf di padang Arafah".</span> (HR. Ahmad)<br /><br />Kebersamaan umat Islam saat ibadah haji ini memberikan pemahaman tersendiri bagi kita sebagai masyarakat muslim, dalam khutbahnya di hari tasyrik, Rasulullah Saw menegaskan:<br /><br /><span style="font-style:italic;">"Wahai umat manusia…ketahuliah bahwa Tuhan kalian satu, nasab kalian satu, sesungguhnya tidak ada keistimewaan orang Arab atas non Arab, begitu juga sebaliknya, tidak ada kesitimewaan orang berkulit merah atas kulit hitam, begitu juga sebaliknya, kecuali dengan ketakwaan".</span> (HR. Ahmad)<br /><br /><span style="font-weight:bold;">Jamaah Sholat Id yang berbahagia</span><br /><br />kita – sebagai umat Islam- harus siap berkorban demi agama dan bangsanya, sebagaimana pengorbanan luar biasa nabi Ibrahim A.S saat menyebarkan risalah ilahiyah di tengah masyarakat primitif yang jauh dari nilai-nilai peradaban.<br /><br />Harus siap berjuang -di antaranya- untuk menepis citra negatif atas Islam yang sengaja dihembuskan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab, kemudian membuktikan kepada dunia bahwa Islam adalah agama berperadaban, agama rahmatan lil alamin, tentunya dalam hal ini, kita harus mengikuti metode yang telah dianjurkan oleh Al Qur'an:<br /><br /><span style="font-style:italic;">"Serulah (wahai manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik".</span> (Qs. An Nahl: 125)<br /><br />Sebagaimana kita juga harus selalu memupuk ukhuwah dan kebersamaan baik sesama satu agama maupun sesama satu bangsa. Sebisa mungkin kita pun dituntut untuk menghindari saling menyalahkan, menyudutkan atau saling menghujat.<br /><br /><span style="font-style:italic;">"Janganlah kalian saling menghasut, saling bersaing tidak sehat, saling membenci dan janganlah saling bermusuhan".</span> (HR. Muslim)<br /><br /><span style="font-style:italic;">"Dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya dan janganlah kamu berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu".</span> (Qs. Al Anfal: 46)<br /><br /><br /><span style="font-style: italic;">• Naskah khutbah ini disampaikan pada sholat Idul Adha 1432 H / 2011 M, di Masjid Jami As Syuhada Komplek Beji Permai Tanah Baru Depok.</span><br /></div>ARWANI SYAEROZIhttp://www.blogger.com/profile/09027736948255652043noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-5714573745198519986.post-14600905335799854512011-12-04T16:37:00.000-08:002011-12-04T16:50:25.243-08:00Maulid Nabi: Tinjauan Sosial Dan Budaya<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEidgTL6NiLtZmsZltBajOM-iMgwYupClXZAF2WzDEMYPklNPU66p0ihHyLICHAHtz6jFR4ht5OReMjzewrLIboz_Rmu4rBNdWFL_on4873oNgYImEyfrEFAtK8XXH-bmVxi0N15UkM4ZrTv/s1600/maulid.jpg"><img style="float:left; margin:0 10px 10px 0;cursor:pointer; cursor:hand;width: 100px; height: 70px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEidgTL6NiLtZmsZltBajOM-iMgwYupClXZAF2WzDEMYPklNPU66p0ihHyLICHAHtz6jFR4ht5OReMjzewrLIboz_Rmu4rBNdWFL_on4873oNgYImEyfrEFAtK8XXH-bmVxi0N15UkM4ZrTv/s320/maulid.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5682440068791915490" border="0" /></a><br /><div style="text-align: justify;">Oleh: Arwani Syaerozi *<br /><br />Nabi Muhammad Saw sebagai Rasul terakhir bagi umat manusia, dengan membawa risalah yang bernama Islam, ia telah ditegaskan dalam al Qur'an sebagai suri tauladan bagi umat manusia.<br /><br /><span style="font-style: italic;">"Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah"</span> (Qs. Al Ahzab: 21)<br /><br />Keistimewaan sosok Muhammad dari segi garis keturunan, bisa dilihat melalui sebuah hadits:<br /><br /><span style="font-style: italic;">"Allah telah memilih Isma'il dari keturunan Nabi Ibrahim, memilih Kinanah dari keturunan Isma'il, memilih Quraisy dari keturunan Kinanah, memilih Bani Hasyim dari keturunan Quraisy dan memilih saya dari keturunan Bani Hasyim".</span> (HR. Muslim)<br /><br />Di samping garis nasab, Muhammad juga memiliki keistimewaan budi pekerti yang luhur, jiwa kepemimpinan yang tangguh dan kepala keluarga yang bijak. Semua inilah yang kemudian menjadikan Muhammad dianggap sebagai tokoh paling sukses dalam menjalankan misi hidupnya sebagai seorang Nabi dan Rasul.<br /><br /><span style="font-weight:bold;">Sejarah Peringatan Maulid Nabi:</span><br /><br />Hari kelahiran Muhammad yang disepakati oleh para sejarawan adalah bulan Rabi'ul Awal tahun Gajah (April 570 Masehi). Masyarakat muslim menjadikan momentum ini sebagai hari yang diperingati secara khusus. Tujuannya adalah untuk meneladani kepribadian sosok Muhammad, menghidupkan semangat perjuangannya dan menyanjungkan pujian, sholawat dan salam kepadanya keluarga dan para sahabat.<br /><br />Tradisi memperingati hari kelahiran nabi Muhammad ini menurut pakar sejarah Ibn Katsir dalam bukunya "Al Bidayah wa An Nihayah" pertama kali diperkenalkan kepada masyarakat muslim pada masa dinasti Fatimiyah yang berkuasa di Mesir pada tahun 973 – 1154 Masehi.<br /><br />Pendapat lain mengatakan bahwa tradisi maulid ini mulai diperkenalkan oleh seorang gubernur kota Irbil di Irak yang bernama Abu Said al-Qakburi (W: 1193 M).<br /><br />Yang jelas, saat ini masyarakat muslim di dunia antusias melaksanakan kegiatan peringatan maulid Nabi Muhammad, bahkan di tanah air, masyarakat dari pelosok desa hingga ke kota-kota rutin mengadakan peringatan maulid nabi di bulan Rabi'ul Awal.<br /><br />Inilah sebuah tradisi positif yang mengandung sisi maslahat dan manfaat bagi umat Islam. Telah ditegaskan dalam sebuah hadits bahwa:<br /><br /><span style="font-style: italic;">"Barangsiapa yang menciptakan inovasi positif dalam Islam, maka ia akan mendapatkan pahala atas inovasinya dan atas orang yang mengikutinya tanpa mengurangi sedikitpun pahala orang tersebut"</span>. (HR. Muslim)<br /><br /><span style="font-weight:bold;">Peringatan Maulid di Tanah Air:</span><br /><br />Di beberapa daerah di tanah air, dalam menyambut hari kelahiran Rasulullah dilakukan kegiatan-kegiatan khusus. Secara umum, bentuk kegiatan ini tidak lepas dari 3 (tiga) hal: 1- dimensi keagamaan, 2- dimensi sosial, dan 3-dimensi kebudayaan.<br /><br />Sebagai contoh; di Daerah Istimewa Yogyakarta terdapat tradisi Sekaten, yaitu budaya masyarakat yang dipelopori oleh keraton Yogyakarta dalam menyambut hari kelahiran nabi Muhammad. Masyarakat Yogyakarta dan sekitarnya sangat antusias menghadiri dan mengikuti jalannya acara ini.<br /><br />Di Cirebon Jawa Barat, terdapat Panjang Jimat, sebuah kegiatan yang mengandung tiga dimensi tersebut di atas, yaitu keagamaan, sosial dan kebudayaan. Dimensi agama bias dilihat dengan diadakannya pembacaan mada'ih nabawiyah, ad diba'i dan al barzanji.<br /><br />Dimensi sosial bisa dilihat dengan adanya sedekah dan pembagian makanan khas daerah, maraknya pasar kagetan yang menjual berbagai macam makanan dan kerajinan hasil kreasi masyakarat. Sedangkan dimensi kebudayaan bisa dilihat dengan adanya pertunjukan-pertunjukan kebudayaan lokal.<br /><br />Conoh lain, di Sumatra Barat, pada tanggal 12 Rabiul Awal umat Islam berziarah ke kuburan Syekh Burhanuddin (seorang ulama besar). Hal ini karena masyarakat meyakini bahwa kedudukan ulama adalah sebagai pewaris para nabi.<br /><br /><span style="font-weight:bold;">Kesimpulan:</span><br /><br />Apa yang terjadi di masyarakat Indonesia dalam memperingati hari kelahiran nabi Muhammad Saw dengan melalui kegiatan tradisional seperti Sekaten (Di Yogyakarta), Panjang Jimat (di Jawa Barat), ziarah ke makam ulama (di Sumatera Barat) adalah salah satu bentuk kearifan lokal.<br /><br />Tradisi dan kebudayaan lokal yang sengaja memoles dakwah-dakwah keagamaan, sehingga pada waktu bersamaan, masyarakat melaksanakan even kebudayaan yang bermuatan relegius.<br /><br />Dalam kegiatan ini, terdapat beberapa manfaat besar bagi umat Islam, di antaranya: memupuk sikap saling peduli, saling mengingatkan, dan saling mempererat kebersamaan. <span style="font-style: italic;">Wallahu A'lam</span>.<br /><br /><br /><span style="font-style: italic;">• Makalah ini dipresentasikan dalam acara dialog interaktif seputar Maulid Nabi di KBRI Rabat Maroko pada tanggal 14 Februari 2011. </span></div>ARWANI SYAEROZIhttp://www.blogger.com/profile/09027736948255652043noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-5714573745198519986.post-23577596086066767042011-11-08T20:42:00.000-08:002011-11-08T20:49:19.409-08:00Ulama Maroko dan Islam di Indonesia<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhx0EWOlUCmjntCtDR6HsSgBDumgod1oDWtMWXNyBfAMnx103LvGTUVgEiINwh9WFV_x2uegDNyXcnH2W5_PkVuCIZ7uGacpJ7XumLLc781fnomxZ5Z2Shs4mMMPJaZ98hRLEkaayb5nLZE/s1600/maroc.jpg"><img style="float:left; margin:0 10px 10px 0;cursor:pointer; cursor:hand;width: 160px; height: 96px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhx0EWOlUCmjntCtDR6HsSgBDumgod1oDWtMWXNyBfAMnx103LvGTUVgEiINwh9WFV_x2uegDNyXcnH2W5_PkVuCIZ7uGacpJ7XumLLc781fnomxZ5Z2Shs4mMMPJaZ98hRLEkaayb5nLZE/s320/maroc.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5672853314416821762" border="0" /></a><br /><div style="text-align: justify;">Oleh: Arwani Syaerozi *<br /><br />Maroko secara georafis terletak di bagian utara benua Afrika, adalah Negara yang memiliki peran penting dalam sejarah masuknya Islam ke benua Eropa. Dimana keberhasilan Thariq bin Ziyad (w: 720 M) dan pasukannya dalam melakukan ekspansi militer pada tahun 711 M merupakan awal periode kejayaan Islam di Eropa.<br /><br />Di Afrika bagian barat, ulama Maroko pun memiliki andil besar dalam penyebaran dan eksistensi Islam di kawasan tersebut. Pengaruh ulama ahli thoriqat (sufi) asal Maroko sangat kental dalam masyarakat muslim di Senegal, Nigeria, Ghana dan beberapa Negara Afrika barat lainnya.<br /><br />Lantas, apakah ulama Maroko juga memiliki peran dalam penyebaran Islam di tanah air? Sejauh mana pengaruh ulama dan intelektual Maroko di tengah masyarakat muslim di Indonesia?.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Kehadiran Ulama Maroko di Tanah Air:</span><br /><br />Sejarah mencatat, bahwa ulama Maroko memiliki andil dalam proses penyebaran dan perkembangan Islam di Indonesia, setidaknya ada dua indikator yang menguatkan kesimpulan ini:<br /><br />Pertama, kunjungan petualang muslim asal kota Tanger Maroko, Ibnu Batutah (w: 1369 M) ke pulau Sumatera pada abad ke-14 Masehi, tepatnya pada saat kerajaan Samudera Pasai dipimpin oleh Sultan Malik Al Zahir (w: 1383 M). Kunjungan ini dicatat dalam bukunya yang sangat popular, yaitu "Rihlah Ibnu Batutah" sebagai rangkuman dari misi dakwah dan petualangannya.<br /><br />Kedua, peran Maulana Malik Ibrahim (w: 1419 M) -salah seorang wali songo- yang merupakan tokoh sentral dalam penyebaran Islam di pulau Jawa. Ia dijuluki dengan nama "Syaikh Maghribi", hal ini mengindikasikan bahwa ia berasal dari Maroko. Namun demikian, para sejarawan tidak satu kata, sebab ada yang berpendapat ia berasal dari Samarkand, ada juga yang mengatakan berasal dari Kashan Iran.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Pengaruh Keilmuan Ulama Maroko di Indonesia:</span><br /><br />Pada periode berikutnya, pengaruh ulama Maroko dalam pengembangan Islam di Indonesia semakin jelas. Yaitu dengan melalui literatur keilmuan dan tradisi intelektual. Dalam hal ini, saya akan mengerucutkannya ke dalam dua katagori, yaitu peran ulama klassik dan ulama kontemporer.<br /><br />Ada beberapa ulama Klassik Maroko yang hingga saat ini memiliki pengaruh intelektual kuat di kalangan muslim Indonesia, di antaranya; Muhammad Ibn. Ajurrum As Sonhaji (w: 1324 M) pengarang Kitab Al Muqaddimah Al ajurrumiyah, dikenal dengan kitab Jurumiyah. Kitab ini sangat sederhana, mengupas teori dasar grametika Arab, ia diperuntukkan bagi kalangan pemula. Namun demikian, mayoritas kyai dan santri di tanah air pernah mengkaji kitab ini.<br /><br />Ulama klassik Maroko yang juga memiliki pengaruh besar di tanah air adalah Muhammad Bin Sulaiman Al Jazuli (w: 1465 M), pengarang kitab Dala'il al Khoirat, kumpulan sholawat dan dzikir. Karena kualitas ruhaninya, kitab ini menjadi bacaan istiqamah (wiridan) bagi banyak ulama dan muslim di tanah air.<br /><br />Selain As Sonhaji dan Al Jazuli, ulama klassik Maroko yang ikut andil dalam pengembangan Islam di Indonesia adalah Sidi Ahmad At Tijani (w: 1815 M). tokoh pendiri thariqat Tijaniyah ini dikagumi oleh banyak muslim Indonesia, sehingga ajaran tahriqatnya hingga saat ini diminati oleh muslim di tanah air.<br /><br />Sedangkan intelektual kontemporer Maroko yang memiliki pengaruh kuat di Indonesia, di antaranya adalah: Mohammed Abid Aljabiri (w: 2010), proyeknya dalam bidang "reformasi pemikiran" yang dituangkan dalam beberapa buku, menjadi rujukan bagi kalangan akademisi dan intelektual muslim di Indonesia. Selain Al Jabiri, beberapa ulama dan intelektual Maroko turut mewarnai pemikiran dan keilmuan di tanah air, di antaranya; Ahmad Raisuni (pakar Maqasid Syari'ah), Bensalim Himmich (filsuf) dan Fatimah Mernissi (Pemikir dan Novelis).<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Kesimpulan:</span><br /><br />Hubungan intelektual Maroko dengan masyarakat muslim di Indonesia telah terjalin semenjak masa penyebaran Islam abad ke 14 Masehi hingga saat ini. Pengaruh dan kontribusi mereka di kalangan muslim di tanah air bisa disimpulkan ke dalam dua hal:<br /><br />Pertama, interaksi secara langsung, yaitu kehadiran mereka secara fisik di tengah masyarakat Indonesia, hal ini terbukti dengan adanya syaikh Maghribi atau Maulana Malik Ibrahim sebagai salah seorang wali songo dan kunjungan Ibnu Batutah ke pulau Sumatera pada masa kerajaan Samudera Pasai.<br /><br />Kedua, pengaruh kelimuan, hal ini dibuktikan dengan adanya beberapa kitab karya ulama dan intelektual Maroko yang menjadi rujukan penting bagi masyarakat muslim Indonesia, sekaligus mempengaruhi perkembangan keilmuan di tanah air, walaupun secara fisik, para penulisnya tidak hadir di tengah-tengah muslim Indonesia. Wallahu a'lam.<br /><br /><br /><span style="font-style: italic;"><br />• Dipublikasikan di media Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama (PCINU) Maroko</span><br /></div>ARWANI SYAEROZIhttp://www.blogger.com/profile/09027736948255652043noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-5714573745198519986.post-10657990702900742442011-10-25T22:11:00.000-07:002011-10-25T22:22:17.144-07:00Nahdlatul Ulama Dan Kekuasaan Politik<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgniU87MI8Ca5yQCnmy7leEU0GwMNWh5ilvuKXqtF2irkmpBKDWiaVkPG6_uMISlgSnqNxrLpEDD6PUkXwkCTdhgT7zhyfum8MdsGUandulfFhJYOlYuyNq3TI837eTDzfbI4D4mLwphUJu/s1600/NU.jpg"><img style="float:left; margin:0 10px 10px 0;cursor:pointer; cursor:hand;width: 150px; height: 100px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgniU87MI8Ca5yQCnmy7leEU0GwMNWh5ilvuKXqtF2irkmpBKDWiaVkPG6_uMISlgSnqNxrLpEDD6PUkXwkCTdhgT7zhyfum8MdsGUandulfFhJYOlYuyNq3TI837eTDzfbI4D4mLwphUJu/s320/NU.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5667666752820739938" border="0" /></a><br /><div style="text-align: justify;">Oleh: Arwani Syaerozi<br /><br />Melalui muktamar Ke-27 di Situbondo pada tahun 1984, secara resmi Nahdlatul Ulama kembali ke Khittah tahun 1926. Hal ini dikuatkan dengan keluarnya NU dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP), dimana partai NU –saat itu- menjadi motor berdirinya PPP pada tahun 1957. Maka melalui muktamar Situbondo, NU kembali menjadi organisasi sosial keagamaan sebagaimana saat didirikan, 31 Januari 1926.<br /><br />Topik khittah 1926 erat dikaitkan dengan ranah politik. Padahal, cakupan khittah tidak hanya menerangkan ihwal hubungan organisasi NU dengan dunia politik, tetapi juga hal-hal mendasar terkait masalah ubudiyah dan muamalah. Khittah NU mencakup tujuan pendirian dan gerakan NU, tema-tema terkait kehidupan berbangsa dan bernegara. Menurut KH. Muchit Muzadi, Khittah NU 1926 merupakan dasar agama warga NU, akidah, syariat, tasawuf dan faham kenegaraannya.<br /><br />Terkait dengan politik dan kekuasaan, khittah tahun 1962 ini kemudian difahami dengan berbagai macam interpretasi oleh kalangan Nahdliyin. Sebagian menganggap bahwa khittah adalah upaya memisahkan organisasi NU dengan dunia politik praktis, NU sebagai organisasi keagamaan harus dikonsentrasikan pada kerja-kerja sosial dan keagamaan, pemahaman khittah seperti ini, mengharuskan para pengurus NU baik di pusat maupun di daerah tidak diperbolehkan -baik secara langsung maupun tidak langsung- terlibat di dunia politik praktis.<br /><br />Sebagian lain beranggapan, bahwa khittah NU hanya sebatas mengembalikan identitas ke-ormas-an NU, artinya Nahdlatul Ulama adalah bukan partai politik dan tidak terikat -secara organisasi- dengan partai politik apapun. Namun pada saat yang sama, setiap orang yang menjadi pengurus NU –sebagai warga Negara yang memiliki hak berpolitik- diperbolehkan terlibat di dunia politik, dengan tidak mengatasnakaman organisasi NU.<br /><br />Melihat fenomena interpretasi-interpretasi di atas, NU menjaga jarak yang sama dengan semua kekuatan politik, dan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) mengeluarkan aturan tentang rangkap jabatan bernomor 015/A.II.04d/III/2005, dalam bab I pasal 1 ayat 1 menjelaskan bahwa pengurus NU –mencakup pengurus harian, lembaga, lajnah dan badan otonom di semua tingkatan – tidak diperbolehkan merangkap jabatan.<br /><br />Kemudian bab I pasal 2 dalam peraturan tersebut menjelaskan: "Yang dimaksud dengan jabatan politik dalam peraturan ini adalah meliputi jabatan presiden, wakil presiden, menteri, gubernur, wakil gubernur, bupati, wakil bupati, wali kota, wakil wali kota, anggota DPR/DPRD dan anggota DPD".<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Sikap NU Terhadap Penguasa:</span><br /><br />Bagaimana sikap NU terhadap para penguasa, baik di tingkat pusat, provinsi maupun daerah? Apakah pengurus NU berhak mengarahkan organisasi yang dipimpinnya untuk mendukung salah satu kandidat calon dalam pemilihan kepala daerah (pilkada), pemilihan gubernur (pilgub) atau pemilihan presiden (pilpres)?.<br /><br />Tidak diragukan lagi bahwa sebuah organisasi membutuhkan biaya untuk mengoperasikan roda kepengurusan dan merealisasikan program kerjanya. Nahdlatul Ulama yang notebene organisasi non profit, dalam hal ini akan sangat bergantung pada instansi dan pihak sponsor dalam memenuhi kebutuhan finansialnya, karena dana yang dimiliki –baik di pusat maupun di daerah- jauh dari target yang dibutuhkan.<br /><br />Menyikapi realitas ini, pengurus NU di pusat dan daerah akan memiliki kebijakan yang berbeda. Namun yang paling mendominasi adalah, kebijakan menyokong penguasa atau kandidat penguasa dengan kompensasi bantuan dana (apabila menang), hal ini menurut saya sah saja, asalkan atas dasar mutualisme dan tidak mengatasnamakan ormas NU, akan tetapi dukungan individu para pengurus dan anggota.<br /><br />Namun di sini akan muncul dua permasalahan: pertama, pada saat kandidat penguasa yang didukung oleh tokoh-tokoh Nahdlatul Ulama kalah dalam bertarung, imbasnya sangat fatal, yaitu akan terjadi marjinalisasi kaum Nahdliyin oleh penguasa yang menjadi rival dalam pemilihan. Padahal NU sebagai sebuah organisasi tidak terlibat secara langsung dalam ajang perebutan kekuasaan tersebut. Semestinya, siapapun yang menang NU akan berada pada jarak dan posisi yang sama.<br /><br />Kedua, pada saat calon yang diusung memenangi pemilihan, NU sebagai organisasi akan mendapatkan keuntungan materi dan fasilitas, walaupun ini semua bersifat pragmatis (jangka pendek). Namun dalam hal kebijakan dan pemberdayaan anggota, NU akan banyak menemukan kendala dan benturan dengan keinginan penguasa. Ia tidak bisa lagi mengkritisi kebijakan yang tidak pro-rakyat bahkan secara tidak langsung NU akan menjadi alat "legitimasi" atas keputusan apapun yang diinginkan oleh penguasa.<br /><br />Dua fenomena tersebut –menurut saya- tidak akan teradi apabila organisasi Nahdlatul Ulama memiliki badan usaha yang kuat, yang mampu mengelola wakaf dan kekayaan warganya secara profesional, sehingga menghasilkan dana besar untuk membiayai roda organisasi. Dengan demikian ia akan menjadi organisasi yang independen dalam bidang pendanaan dan kebijakan.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Mensingkronkan dua kepentingan:</span><br /><br />Dalam keputusan Musyawarah Nasional NU tahun 1983 di Situbondo tentang "Pemulihan Khittah Nahdlatul Ulama 1926", ada empat hal sebagai konsideran. Pertama, sebagai organisasi keagamaan, NU mengalami hambatan karena kurangnya ikhtiar kreatif yang sesuai dengan kebutuhan zaman; Kedua, karena keterlibatan NU di dalam kegiatan politik praktis secara berlebihan, NU menjadi kurang peka menanggapi perkembangan sehingga NU tidak lagi berjalan sesuai dengan hakikatnya sebagai organisasi keagamaan; Ketiga, sudah menjadi tekad NU untuk senantiasa terikat dengan perkembangan kehidupan berbangsa dan bernegara; Keempat, ulama sebagai unsur utama NU menyadari keprihatinan terhadap perkembangan NU dan merasa perlu menegaskan pedoman dan petunjuk bagi perkembangan organisasi.<br /><br />Dewasa ini, persaingan antar organisasi sosial dan keagamaan di tanah air semakin ketat, banyak ormas-ormas baru bermunculan, mereka berebut massa dan menjaring simpati masyarakat. Sehingga kalau pengurus NU -baik di pusat maupun daerah- tidak peka terhadap kondisi zaman dan tidak melakukan operasi turba (turun ke bawah) dengan cara mendengar keluhan warga, mencarikan solusi dan melakukan konsolidasi melalui kegiatan-kegiatan, maka tidak heran jika di kemudian hari NU yang selama ini dianggap sebagai ormas terbesar di tanah air akan menyurut dan kehilangan anggota.<br /><br />Pada saat pengurus NU -di pusat dan daerah- memposisikan sebagai partner penguasa, maka semestinya harus dalam posisi yang sejajar (baca: tidak menjadi alat legitimasi penguasa). Artinya, setiap kebijakan penguasa tidak selamanya didukung oleh NU, akan tetapi hanya kebijakan pro-rakyat (memberikan kemaslahatan bagi masyarakat) yang akan didukung, sedangkan kebijakan yang bersifat menguntungkan individu atau golongan tertentu, dalam hal ini pengurus NU harus berani menjadi oposisi yang mengkritisi.<br /><br />Cara paling efektif untuk mensingkronkan kepentingan penguasa dan kemaslahatan warga NU adalah melakukan penguatan basis finansial dan ekonomi agar bisa mendanai roda kepengurusan sendiri, pada saat yang sama NU melakukan pendekatan (menjadi partner penguasa) dengan tujuan untuk ikut urun rembug dan menjadi inspirator setiap kebijakan yang akan dikeluarkan oleh penguasa.<br /><br />Untuk mencapai apa yang saya uraikan di atas memang sulit, karena itu adalah salah satu bentuk ideal dari sebuah organisasi sosial keagamaan. Akan tetapi hal ini bisa dilakukan secara bertahap, langkah awalnya adalah mempersiapkan kader-kader pemimpin NU yang memiliki visi dan misi meng-independenkan organisasi dalam hal pendanaan. Saya kira, kader-kader Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), adalah aset berharga bagi jamiyah Nahdlatul Ulama, karena bagaimanapun antara NU dan PMII memiliki hubungan sejarah dan emosional yang erat.<br /></div><br /><br /><div style="text-align: justify;"><span style="font-style: italic;">• Makalah ini dipresentasikan pada acara Diskusi dan Halal Bihalal keluarga besar Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) kota Serang Banten, pada tanggal 22 September 2011.</span></div>ARWANI SYAEROZIhttp://www.blogger.com/profile/09027736948255652043noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-5714573745198519986.post-34959915099430753212011-10-18T08:07:00.000-07:002011-10-18T08:16:11.050-07:00Urgensi Menulis Bagi Generasi Muda<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEitKaFCCyz3ID7bHQsMmRWdCPfZAvrK4YkCcaDa2iUf46YtP0MTa8TDbRpGJ2Kica2lcaJbvZUaFNTjkPXTxsrpG0pLwVTi0sPYr7bBO67zQINI497LIaqrqoiFY5gW2apZU1NG1Vy2VRS8/s1600/nulis.jpg"><img style="float:left; margin:0 10px 10px 0;cursor:pointer; cursor:hand;width: 95px; height: 100px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEitKaFCCyz3ID7bHQsMmRWdCPfZAvrK4YkCcaDa2iUf46YtP0MTa8TDbRpGJ2Kica2lcaJbvZUaFNTjkPXTxsrpG0pLwVTi0sPYr7bBO67zQINI497LIaqrqoiFY5gW2apZU1NG1Vy2VRS8/s320/nulis.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5664850504921991986" border="0" /></a><br /><div style="text-align: justify;">Oleh: Arwani Syaerozi*<br /><br />Menulis adalah suatu aktivitas untuk menuangkan gagasan, ide, informasi keluhan dan apa pun yang dirasakan atau ditemukan oleh panca indera melalui sebuah rangkaian huruf dan kata.<br /><br />Berbeda dengan ucapan, yang hanya diungkapkan melalui lisan, sebuah tulisan akan lebih tajam dan abadi, sedangkan ucapan cepat menguap dan lenyap dari ingatan para pendengarnya. Untuk itulah kita sering mendengar ungkapan bahwa "Apa yang kita ucapkan akan menguap, sedangkan apa yang kita tulis akan abadi".<br /><br />Sebagai sebuah generasi bangsa yang memiliki potensi peradaban luar biasa, kita dituntut untuk melestarikan warisan kebudayaan dan kelimuan yang telah diperkenalkan oleh leluhur kita, kita pun dituntut untuk mengembangkannya agar pondasi kebudayaan dan khazanah keilmuan tersebut bisa eksis di tengah pesatnya kemajuan teknologi dan persaingan global.<br /><br />Salah satu cara untuk melestarikan dan mengembangkan warisan intelektual dan kebudayaan adalah dengan membekali generasi muda dengan keterampilan menulis, keterampilan ini sangat penting karena akan menjadi media perekam ide, gagasan dan informasi untuk kemudian bisa diakses dan dijadikan referensi oleh generasi-generasi berikutnya.<br /><br />Dalam makalah ini, ada empat hal yang akan dijadikan sebagai barometer urgensi menulis khususnya bagi generasi muda, bagaimanapun juga pemuda sekarang adalah pemimpin di masa mendatang, dan generasi muda yang notebone masih energik, akan lebih leluasa dalam melakukan mobilitas untuk pelestarian dan pengembangan intelektual dan kebudayaan.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">1. Menulis Sebagai Hobi:</span><br />Hobi adalah kegemaran utama atau kesukaan. Apapun yang menjadi hobi seseorang akan diprioritaskan dalam skala aktivitas kesehariannya. Tidak jarang langkah awal seorang penulis profesional, adalah memposisikan aktivitas menulis sebagai sebuah hobi dan kegemaran, menanamkan tekad dalam dirinya bahwa menulis bisa dilakukan kapan dan dimana saja.<br /><br />Di komunitas pesantren Babakan Ciwaringin, kita mengenal para penulis handal yang telah menelurkan beberapa karya tulisnya, bahkan telah mendedikasikan hidupnya untuk menulis. Sebagai contoh; Nyai Hj. Masriyah Amva yang terkenal di publik luas melalui karya pertamanya "Bangkit Dari Terpuruk", dan Muhammad Baequni Haririe yang telah popular dengan novelnya "Habib Palsu Tersandung Cinta". keduanya adalah keluarga pesantren yang memiliki kegemaran dan perhatian dalam dunia tulis menulis.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">2. Menulis Sebagai Profesi:</span><br />Hobi menulis pada level tertentu bisa menjadi sebuah pekerjaan yang menghasilkan uang. Para wartawan di media-media cetak dan online, baik yang masih pemula maupun yang sudah senior dan menjadi pemimpin di lembaganya, adalah mereka yang menghidupi diri dan keluarganya dari hasil jerih payah sebagai "kuli tinta".<br /><br />Para penulis kelas amatir yang hasil tulisannya jauh dari sorotan publik, adalah kader-kader signifikan bagi dunia jurnalistik. Mereka akan terus eksis dengan aktivitas menulisnya pada saat dibarengi dengan pelatihan dan pendidikan tulis-menulis, kemudian menyeriusinya dengan bergabung sebagai wartawan di sebuah media cetak, baik tingkat lokal semisal Radar Cirebon maupun tingkat nasional seperti Jawa Pos.<br /><br />Dengan berkarir di dunia jurnalistik, sesorang yang memiliki kegemaran menulis akan menemukan dua hal sekaligus, yaitu pelampiasan hobi dan profesi yang akan menghasilkan materi sebagai biaya hidup.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">3. Menulis Sebagai Media Dakwah:</span><br />Seorang da'i dan pendidik dapat melakukan aktivitas dakwah dan pendidikannya melalui tulisan. Santri yang menguasai disipilin ilmu agama dan memiliki tanggung jawab dalam proses Amar Ma'ruf Nahi Munkar akan lebih sempurna jika dibarengi dengan usaha menuangkan materi dakwahnya ke dalam sebuah tulisan.<br /><br />Pada saat pesan-pesan keagamaan dan pendidikannya dikonsumsi oleh masyarakat melalui tulisan, maka para pembacanya akan lebih terpengaruh jika dibandingkan dengan dakwah dan pendidikan yang disampaikan secara lisan.<br /><br />Hal ini tentunya bisa maksimal, pada saat masyarakat yang menjadi target dakwah dan pendidikan telah memiliki minat baca yang tinggi, seperti di perkotaan. Apablia masyarakatnya belum memiliki minat baca, maka bagi para da'i dan pendidik yang ingin mencoba melalui media tulisan harus disertasi dengan usaha mendorong masyarakat untuk terbiasa membaca.<br /><span style="font-weight: bold;"><br />4.Menulis Sebagai Media Pengembangan Intelektual:</span><br />Selain bisa dijadikan sebagai media dakwah, mengajak orang lain untuk melakukan Amar Ma'ruf Nahi Munkar, aktivitas menulis juga bisa dijadikan sebagai media pengayaan khazanah keilmuan dan pengembangannya.<br /><br />Karya tulis ilmiyah dan riset-riset yang dilakukan oleh para ahlinya akan dikaji dan dijadikan rujukan ilmiyah oleh para pelajar dan pengambil kebijakan. Karya tulis ilmiyah tersebut akan dikonsumsi, baik pada saat penulisnya masih hidup maupun pada saat ia telah wafat. Sebagai contoh, para santri di pesantren-pesantren mengkaji dan mendalami literatur ilmu agama dengan rujukan kitab-kitab kuning yang merupakan hasil karya ulama-ulama abad sebelumnya.<br /><br />Dalam khazanah kelimuan Islam, kita bisa membaca kitab-kitab karya Imam Nawawi Banten, kitab-kitab karya Syaikh Ihsan Jampes dan kitab-kitab karya Syaih Mahfudz Termas. Mereka adalah para cendekiawan muslim asal Indonesia yang karya-karya tulisnya dibaca oleh publik luas bukan saja di tanah air akan tetapi di seluruh dunia.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Epilog:</span><br />Empat point yang saya kupas dalam makalah ini memberikan dua kesimpulan penting: Pertama, urgensi menulis di lihat dari kaitannya dengan personal generasi muda, yaitu sebagai hobi dan profesi. Kedua, dilihat dari keberadaannya sebagai wasilah efektif untuk dakwah dan pengembangan intelektual.<br /><br />Begitu dahsyatnya pengaruh tulisan terhadap para pembacanya, padahal proses untuk membuat sebuah tulisan sangat sederhana, hanya membutuhkan keberanian dan ketekunan untuk menuangkan apa yang ada dalam pikiran baik berupa ide, gagasan, informasi maupun pengalaman.<br /><br />Untuk itulah tidak ada pilihan bagi generasi muda, agar membekali diri dengan keterampilan menulis. Keterampilan ini pada saat yang sama harus diperkuat dengan pelatihan dan kunjungan lapangan, kunjungan ke sebuah media cetak baik lokal maupun nasional, hal ini agar bisa melihat secara langsung bagaimana para wartawan melakukan pekerjaanya.<br /><br />Keterampilan menulis harus diimbangi dengan minat baca dan analisa yang kuat, karena ide, gagasan dan informasi akan banyak ditemukan dari referensi-refernsi yang kita baca.<br /><br /><br /><span style="font-style:italic;">•Makalah ini dipresentasikan pada pelatihan jurnalistik, tanggal 16, 17 dan 18 Agustus 2011, di Aula Madrasah Al Hikamus Salafiyah (MHS) yang diselenggarakan oleh MB2 Babakan Ciwaringin Cirebon</span><br /></div>ARWANI SYAEROZIhttp://www.blogger.com/profile/09027736948255652043noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-5714573745198519986.post-54641106797707602072011-10-03T18:33:00.000-07:002011-10-03T18:39:08.073-07:00PCNU Kab Cirebon Seminarkan Pembumian Aswaja<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjXMUXD_SHobfKZhkQoEpGiG30Nff50lf5raGwscioz3xcMs2V9e1Nf_k0cPtWX76iF-o0NdPwq2eICNpYeOoMEr-pr55baMG6CQbDrPOl_pyFUZNX41lKYoPpb9MpavZ3r6fcjF2UV2dLN/s1600/Aswaja+An-Nahdliyah.jpg"><img style="float:left; margin:0 10px 10px 0;cursor:pointer; cursor:hand;width: 117px; height: 174px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjXMUXD_SHobfKZhkQoEpGiG30Nff50lf5raGwscioz3xcMs2V9e1Nf_k0cPtWX76iF-o0NdPwq2eICNpYeOoMEr-pr55baMG6CQbDrPOl_pyFUZNX41lKYoPpb9MpavZ3r6fcjF2UV2dLN/s320/Aswaja+An-Nahdliyah.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5659445264382649650" border="0" /></a><br /><div style="text-align: justify;">Sumber www.nu.or.id<br /><br />Sabtu 17 September 2011, PC NU kabupaten Cirebon bekerjasama dengan Persatuan Seluruh Pesantren Babakan (PSPB), Majalah Laduni, Komunitas Seniman Santri (KSS) dan bulletin MB2, menggelar seminar nasional bertajuk Membumikan Faham dan Gerakan Ahlussunnah wal Jama’ah.<br /><br />Acara yang diselenggarakan di gedung aula Madrasah Al Hikamus Salafiyah (MHS) Lt. 2 pondok pesantren Babakan Ciwaringin Cirebon ini menghadirkan Dr KH Abdul Syakur Yasin MA dan KH Husain Muhammad sebagai narasumber dan H Abdul Muiz Syaerozi STh.I. sebagai moderatornya.<br /><br />Selain kedua narasumber, acara ini juga di hadiri sejumlah tokoh diantaranya, KH Mahtum Hannan, rais Jamiyyah Ahlutthoriqoh Al Mu’tabarah Annahdliyyah Jawa Barat, KH Marzuqi Ahal, katib syuriyah PCNU Kabupaten Cirebon, KH Azka Hammam Syaerozi, pengasuh pesantren Babakan Ciwaringin dan Dr. H. Arwani Syaerozi, Lc, MA intelektual muda NU.<br /><br />Menurut Hasan Malawi; ketua panitia penyelenggara, pilihan tema Membumikan Faham dan Gerakan Aswaja dilatari oleh kegelisahan kalangan muda nahdliyyin atas merebaknya faham dan aliran keagamaan yang secara eksplisit mengancam keutuhan bangsa dan negara kesatuan republik Indoensia.<br /><br />“Kita perlu merumuskan strategi bagaimana agar nilai-nilai Ahlussunnah Waljama’ah yang di anut oleh kalangan nahdliyyin menjadi alat perekat bangsa, sekaligus menjaga keanekaragaman budaya di Indonesia,” tegas Hasan Malawi di sela-sela sambutannya.<br /><br />Acara yang di gelar sejak pukul 13.00 sampai 16.30 ini diikuti oleh ratusan peserta, baik dari kalangan ulama, santri, mahasiswa, guru-guru maupun aktivis-aktivis muda NU. Bahkan, diantara peserta yang hadir, terdapat peserta berkewarganegaraan Maroko dan Malaysia.<br /></div>ARWANI SYAEROZIhttp://www.blogger.com/profile/09027736948255652043noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-5714573745198519986.post-9149857804093605392011-09-19T09:35:00.000-07:002011-09-19T09:58:05.404-07:00Tuntutan Formalisasi Islam Akibat Dangkalnya Pengetahuan Maqasid Syari’ah<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhK3Ia-XpGzBrUncEzlA-xf5j4wCcq_tbKMctl-xCDuQyWYVKIwMDskmGtClGd6Bsb9hk_qvokRkGXijIBO4XOVzHu2y0l3bMpGrbh5gY_elVWXhb_uAacMilFWK8KNzUD3t-F5wfDLbsth/s1600/hti.jpg"><img style="float:left; margin:0 10px 10px 0;cursor:pointer; cursor:hand;width: 153px; height: 100px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhK3Ia-XpGzBrUncEzlA-xf5j4wCcq_tbKMctl-xCDuQyWYVKIwMDskmGtClGd6Bsb9hk_qvokRkGXijIBO4XOVzHu2y0l3bMpGrbh5gY_elVWXhb_uAacMilFWK8KNzUD3t-F5wfDLbsth/s320/hti.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5654112416737807634" border="0" /></a><br /><div style="text-align: justify;">sumber: www.nu.or.id<br /><br />Tuntutan untuk menerapkan syari’at Islam sebagai undang-undang di Indonesia, baik melalui partai politik maupun gerakan organisasi massa, adalah bentuk kurangnya pemahaman tentang maqasid syari’ah atau tujuan disyariatkannya agama Islam.<br /><br />Kelompok-kelompok ini yang beranggapan bahwa hukum Islam tidak berubah sampai kapan pun terus mengkampanyekan pentingnya formalisasi syari’ah di Indonesia.<br /><br />Demikian disampaikan Dr. Arwani Syaerozie pada acara buka bersama dan Tasyakkuran HUT ke-66 RI di pesantren Babakan Ciwaringin Cirebon, Rabu (17/8).<br /><br />Menurutnya, keinginan tersebut bukan hal baru. “Dalam konteks sejarah Islam, Imam Malik pernah menolak tawaran Harun Ar-Rasyid yang hendak menjadikan Al Muwattha sebagai rujukan para hakim. Ini karena Imam Malik menyadari bahwa mengambil hokum apa adanya pada masa tertentu untuk diterapkan dimasa yang berbeda adalah tindakan yang semena-mena,” katanya.<br /><br />Untuk meluruskan kelompok ini, kajian tentang Maqashid Syari’ah di Indonesia menjadi penting, mengingat Indonesia adalah bangsa yang plural. Karena itu, formalisasi syari’ah, menurut pria yang meraih gelar doctor termuda di Maroko ini, adalah langkah yang tidak perlu dilakukan di Indonesia.<br /><br />Karenanya menguatkan pemahaman maqashid Syari’ah di kalangan ummat Islam di Indonesia menjadi hal yang urgen. Nahdlatul Ulama (NU) diharapkan menjadi pelopor dalam hal ini.<br /><br />“NU harus menjadi pelopor penguatan pendidikan maqashid Syari’ah, sebab, NU dikenal sebagai organisasi keagamaan yang inklusif,” Kata Arwani Syaerozie.<br /><br />Tasyakuran HUT RI yang ke 66 ini di hadiri oleh Rais Thariqoh Al Mu’tabarah An-Nahdliyyah Wilayah Jawa Barat KH Mahtum Hannan, sekretaris PCNU Cirebon H. Lukaman Hakim dan MUI (Majlis Ulama Indonesia) kabupaten Cirebon KH. Bahruddin Yusuf. Hadir pula tokoh-tokoh ulama setempat, diantaranya, KH. Tamam Kamali, KH Zamzami Amin, KH Azka Hammam, dan KH Ahmad Najiullah Fauzi (Rdksi)<br /><br /><br /></div>ARWANI SYAEROZIhttp://www.blogger.com/profile/09027736948255652043noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-5714573745198519986.post-68142156369403079052011-09-12T00:16:00.000-07:002011-09-12T01:22:48.805-07:00Maroko: Pilihan Mualaf Baca Syahadat<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiQpLAIfyKw8lkgH2c9hPDDSJtxihhXiISeGtQK4J06qMsazRU84JHfkz6CRn2hYDLin2mJU1SLgaynmdx7nev3VYHefodhCXwuEb9b4cVobXeLvey9bw_EimLGRXrI-ge8BUWLUvIp-tlO/s1600/photo.jpg"><img style="float:left; margin:0 10px 10px 0;cursor:pointer; cursor:hand;width: 150px; height: 100px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiQpLAIfyKw8lkgH2c9hPDDSJtxihhXiISeGtQK4J06qMsazRU84JHfkz6CRn2hYDLin2mJU1SLgaynmdx7nev3VYHefodhCXwuEb9b4cVobXeLvey9bw_EimLGRXrI-ge8BUWLUvIp-tlO/s320/photo.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5651385517433627586" border="0" /></a><br /><div style="text-align: justify;">Hasil wawancara dengan Majalah Ummi<br /><br />Indonesia mempunyai hubungan politik yang baik dengan Maroko. Ini berawal sejak terjalinnya persahabatan antara Ir Soekarno dengan Raja Muhammad keV. Bahkan, Pemerintah Maroko mengabadikan nama Soekarno sebagai nama salah satu jalan protokol di ibukota Rabat.<br /><br />Ya, kedua negara ini memiliki kesamaan: sebagian besar penduduk beragama Islam. Di Maroko tercatat 99% penduduknya Muslim. Selebihnya, beragama Yahudi dan Kristen.<br /><br />Islam di Maroko berkembang setelah bangsa Arab melakukan ekspansi ke Afrika Utara pada pertengahan abad keVII. Sejak itu, negara yang berpenduduk asli bangsa Berber ini menganut sistem pemerintahan monarki. Kini, Maroko dipimpin Raja Mohammed VI, dari keturunan Alawiyin.<br /><br />Selain sebutan Negeri Seribu Benteng—hampir di tiap sudut kota terdapat benteng—Maroko juga terkenal dengan keindahan alam bukit yang menyejukkan mata. Penduduknya yang agamis, ramah dan berpemikiran terbuka, menjadi magnet tersendiri bagi wisatawan asing untuk kembali menginjakkan kakinya di Maroko.<br /><br /><span style="font-weight:bold;">Barat Mitra Dialog </span><br /><br />Masyarakat Maroko cukup terbuka dengan kebudayaan dan tradisi komunitas lain. Tak terkecuali bangsa tetangga sebelahnya, Eropa. "Mereka tidak 'menutup pintu rapat rapat' terhadap kebudayaan bangsa Eropa seperti halnya negara Arab di kawasan Teluk, Timur Tengah, pada umumnya," kata Arwani Syaerozi, mahasiswa program doktoral di Universitas Mohammed V.<br /><br />Mereka, lanjut pria yang bermukim di Rabat ini, memandang bangsa lain yang berpotensi kerjasama untuk memajukan negaranya sebagai mitra dan sahabat. Nah, yang patut diacungkan jempol, pemerintah Maroko mampu menempatkan diri secara imbang antara kepentingan bangsa Arab dan Eropa.<br /><br />Maroko tercatat sebagai anggota Organisasi Konferensi Islam, Liga Arab dan Organisasi Maghrib Arabi, tapi di saat yang sama aktif pula dalam organisasi negara kawasan Mediterania yang dimotori Perancis dan Italia.<br /><br />Sementara menurut mahasiswa program doktoral studi Dialogue of Religions and Cultures, Universitas Sidi Mohamed Ben Abdellah, Arya Bagus Aji Shofin, pemerintah Maroko memandang dunia Barat sebagai mitra berdialog.<br /><br />Di mata Barat, Maroko menjadi pintu gerbang masuknya tradisi ilmiah Islam ke Eropa. Kota Fes, Maroko, misalnya, dikenal sebagai pintu gerbang pertemuan antara arus filsafat Yunani dari Eropa dan arus pemikiran Islami yang dibawa para keturunan Rasulullah saw. "Jadi, sejak dulu sudah terjadi dialog dan pergulatan pemikiran antara tradisi Islam dan tradisi Barat di Maroko. Dan, itu terjadi hingga saat ini," ungkap Arya. Inilah, lanjutnya, yang membentuk Muslim Maroko berwatak logis.<br /><br /><span style="font-weight:bold;">Ramai-ramai Bersyahadat</span><br /><br />"Ada kebiasaan anak muda Maroko yang cukup menarik dan menggelitik," ungkap Arwani. Tiap kali bertemu dengan orang asing, mereka selalu bertanya, "Apakah Anda Muslim?" Kalau kita menjawab, "Ya, saya Muslim." Mereka akan meminta kita bersyahadat. Setelah permintaan itu terpenuhi mereka mengucap hamdalah.<br /><br />Maroko juga dikenal sebagai negara yang banyak mengawal syahadat. Para mualaf itu tak melulu dari Eropa dan Afrika. Rilis Kementerian Wakaf tahun 2007 mencatat 2.398 warga asing mualaf berasal dari 68 bangsa. "Prosesi pengucapan kalimat syahadat biasanya berlangsung di Masjid Hassan II di Kota Cassablanca, Masjid As-Sunnah di Rabat Dan di Masjid Al Kairouiyien Fes". Alasan mengapa memilih Maroko sebagai tempat bersyahadat. Menurut Arwani, karena interaksi Muslim Maroko dengan orang Eropa dan Afrika terjalin baik. Warga Maroko banyak bermukim di negara Eropa. Letak geografisnya berada di sebelah Spanyol dan menjadi jalur penghubung antara negara Afrika dan Eropa.<br /><br />Sementara Arya berpendapat, karena sikap Muslim Maroko yang ramah terhadap pendatang dan open mind. Mayoritas Muslim Maroko menganut teologi Asy'ariyyah— pengikut paham Imam abul Hasan alAsy'ariy untuk bidang akidah, mengikuti ajaran Imam Junaid al Baghdadi dalam bidang tasawuf, dan bermazhab Maliki—Imam Malik ibn Anas untuk bidang fikih.<br /><br />Selain itu, Maroko terkenal kaya tradisi tasawuf. Bahkan, konon mampu menarik mantan presiden Vietnam –yang non muslim- berguru pada seorang sufi Maroko. Kemuliaan akhlak dan keikhlasan para sufi tersebut mewarnai keberagamaan masyarakat Islam Maroko<br /><br />Meski Maroko letaknya dekat Eropa dan terbuka dengan kebudayaan asing, tak berarti mereka melepas identitas keislamannya. Kaum mudanya berpenampilan Islami. Perempuan mengenakan jilbab dan pakaian lebar sedangkan pria mengenakan jalabah (gamis) khas Maroko. "Seperti di Indonesia, mereka mengenakan baju Muslim atas dasar kesadaran dan keinginan masingmasing," kata Arwani seraya menambahkan Maroko melakukan pengkaderan bagi pemuda yang tertarik menjadi da'i internasional.<br /><br />Keunikan lain, kaum muda Maroko memanfaatkan kafe bukan metodologi, ilmu humaniora modern atau belajar kelompok ditemani musik Arab atau sufi.<br /><br />Seperti halnya Indonesia, Pemerintah Maroko memberikan kebebasan beribadah. Namun sayang, masjid tak bebas dikunjungi setiap saat. "Di sini, masjid hanya dibuka satu jam sebelum azan dan ditutup setelah selesai shalat jamaah. Kecuali antara waktu Maghrib dan Isya," kata Arya.<br /><br /><span style="font-weight:bold;">Berbeda tapi Tetap Satu</span><br /><br />Arwani mengatakan, penerapan hukum Islam di Maroko tak seperti negara Arab. Justru, lebih condong ke Indonesia. Nah, kalau beribadah, Muslim Maroko mengacu mazhab Maliki sementara mayoritas Muslim Indonesia mengacu mazhab Syafi'i. "Perbedaan ini hanya sebatas masalah furu' (cabang). Bukan dalam hal prinsip/akidah," katanya.<br /><br />Ia mencontohkan, Muslim Maroko menggunakan bacaan Al Qur'an qira'at imam Warasy dari Imam Nafi'. Sementara Indonesia, qira'at imam Hafs dari Imam Ashim. Tata cara shalat pun ada perbedaan. Misal, saat berdiri, Muslim Maroko tidak melakukan sedekap menyatukan kedua tangan di atas dada. Mereka membiarkan tangannya ke bawah searah paha. Sama halnya saat berwudhu, mereka irit menggunakan air. Cukup satu ember kecil karena hanya mengusap anggota wudhu tanpa mengalirkan air.<br /><br />Apakah perbedaan ini mengganggu? "Bukan masalah. Perbedaan ini justru memberi banyak pelajaran bahwa fikih itu luas, banyak pendapat, dan masingmasing memiliki landasan hukum dan argumen," pungkas Arwani. (Rtna Krtka)<br /><br /></div>ARWANI SYAEROZIhttp://www.blogger.com/profile/09027736948255652043noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-5714573745198519986.post-11128530353942136422011-09-04T19:23:00.000-07:002011-09-04T19:44:15.990-07:00Arwani Syaerozi, Mahasiswa RI Peraih Doktor Termuda di Maroko<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj26rQyP5kXKWZMUEs9DJZFTEZZuI8Cihd2m2QOFX-3SiNccsY3NTha4_0ZSJ_A8VAgs3xGi_MRj3akd7ZymXcZUwqC24-cHL-aZAulwlO3SD3VMSRrbztdOkcAhcJAoKI0GYYKhdPhWtqr/s1600/kalender2.JPG"><img style="float:left; margin:0 10px 10px 0;cursor:pointer; cursor:hand;width: 100px; height: 150px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj26rQyP5kXKWZMUEs9DJZFTEZZuI8Cihd2m2QOFX-3SiNccsY3NTha4_0ZSJ_A8VAgs3xGi_MRj3akd7ZymXcZUwqC24-cHL-aZAulwlO3SD3VMSRrbztdOkcAhcJAoKI0GYYKhdPhWtqr/s320/kalender2.JPG" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5648700765372892482" border="0" /></a>
<br /><div style="text-align: justify;">www.detik.com - Jakarta, Arwani Syaerozi layak merasa bangga. Sebab di usia 30 tahun, dia telah menggondol gelar doktor sekaligus menjadi doktor termuda di negeri orang, Maroko. Tak hanya itu, dia berhasil mempertahankan disertasinya dengan nilai summa cum laude. Selamat!
<br />
<br />Arwani menempuh pendidikan doktornya di Universitas Mohammed V Agdal, Rabat. Untuk disertasinya, dia mengambil judul Konsep Maqasid Syari'ah Dalam Pengembangan Hukum Fikih: Perspektif Al Harrasi. Sidang disertasinya digelar 9 Juni lalu.
<br />
<br />Dalam sidang tersebut, ada 4 penguji dalam tim yakni Prof Dr Abdurrazak Aljay sebagai ketua, Prof Dr Mohammed Kajoui sebagai pembimbing/promotor, serta Prof Dr Ahmad Mharzi dan Prof Dr Abdul Karim Akkiwi sebagai anggota.
<br />
<br />Dari barisan suporter, ada Duta Besar RI untuk Kerajaan Maroko Tosari Widjaja beserta istri, keluarga besar KBRI Rabat, civitas akademika Universitas Mohammed V, mahasiswa Indonesia, mahasiswa Maroko dan mahasiswa asing lainnya.
<br />
<br />Dalam disertasinya, Arwani mengupas konsep Maqasid Syariah menurut perspektif Al Harrasi dalam buku tafsirnya Ahkam Al Qur'an. Al Harrasi merupakan salah seorang ulama tafsir bermadzhab Syafii, sebuah madzhab fikih yang dianut oleh mayoritas muslim di Indonesia. Warisan intelektual Al Harrasi dalam bidang Maqashid Syariah melalui kitab tafsirnya Ahkam Al Quran, menurut para penguji menarik dan layak ditulis lantaran belum ada yang mengupasnya.
<br />
<br />Di mata penguji, pria yang akrab disapa Kang Wawan ini dinilai sangat menguasai pemikiran Maqashid Syariah Al Harrasi karena latar belakang karir akademisnya di jurusan yang sama kala menjalani pendidikan S2 di Universitas Zaitouna Tunisia dan S1 di Universitas Al Ahgaf Yaman. Maqashid Syariah merupakan kajian yang banyak dikembangkan kalangan intelekutal dan akademisi di wilayah Maghrib Arabi, seperti Maroko, Aljazair dan Tunisia.
<br />
<br />Menurut Arwani, konsep Maqashid Syariah menjadi solusi dalam mengeksiskan fikih Islam di tengah-tengah pesatnya modernisasi dan globalisasi di segala aspek kehidupan. "Agar fikih Islam dapat memberikan jawaban hukum yang tepat bagi setiap persoalan yang dihadapi oleh umat" jelas Arwani dalam mempresentasikan disertasinya.
<br />
<br />Dalam disertasinya, dia juga membahas contoh-contoh aplikasi dari kaidah Maqasid Syariah, kaidah hirarki kemaslahatan yang berupa <span style="font-style: italic;">Ad Dharuriyat</span> (primer), <span style="font-style: italic;">Al Hajiyat</span> (sekunder) dan <span style="font-style: italic;">At Tahsiniyat</span> (tersier). Kesemuanya difokuskan pada pandangan fikih Al Harrasi dalam buku tafsirnya Ahkam Al Qur'an. Dalam salah satu rekomendasinya Arwani menegaskan urgensi dikembangkannya kajian Maqasid Syariah di dunia muslim lainnya termasuk di Indonesia.
<br />
<br />Berita terkait di:
<br />
<br /><a href="http://www.republika.co.id/berita/internasional/global/11/06/10/lmk3jv-subhanallah-mahasiswa-indonesia-raih-gelar-doktor-termuda-di-maroko">Republika</a>
<br /><a href="http://www.antaranews.com/berita/262293/mahasiswa-indonesia-raih-gelar-doktor-termuda-univ-muhammad-v-di-maroko">Kantor Berita Antara</a>
<br /><a href="http://www.metrotvnews.com/metromain/news/2011/06/10/54200/Mahasiswa-Indonesia-Raih-Gelar-Doktor-Termuda-di-Maroko">Metro TV</a><a href="http://www.nu.or.id/page/id/dinamic_detil/1/32506/Warta/Kader_NU_Raih_Gelar_Doktor_Termuda_Univ__Muhammad_V_di_Maroko.html">
<br />NU-Online</a>
<br /><a href="http://kampus.okezone.com/read/2011/06/10/373/466709/wawan-doktor-indonesia-termuda-di-maroko">Okezone</a>
<br /><a href="http://id.berita.yahoo.com/mahasiswa-indonesia-raih-gelar-doktor-termuda-di-maroko-010814315.html">Yahoo Indonesia</a>
<br /><a href="http://www.wartanasional.com/welcome/pageUtama/-mahasiswa-indonesia-raih-gelar-doktor-termuda-di-maroko">Warta Nasional</a>
<br /><a href="http://www.indonesiaberprestasi.web.id/?p=7012">Indonesia Berprestasi</a>
<br /><a href="http://www.wartaislam.com/index.php?option=com_content&view=article&id=2417:arwani-syaerozi-doktor-indonesia-termuda-di-maroko&catid=25:muslim&Itemid=547">Warta Islam</a>
<br /></div>ARWANI SYAEROZIhttp://www.blogger.com/profile/09027736948255652043noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-5714573745198519986.post-46300371367416395912010-07-07T04:40:00.000-07:002010-07-07T04:54:31.327-07:00Ensiklopedi Maqasid Syari’ah<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhFQT7knvDNgPATFxeLD7qN0hhdN5bRd49S8TuEuTDMXqCAfQ8QASXe-taLW2g6XSfh1JBy0U-bRHdfesDHpPSxQFN2wiltKGLmpZBqrltqfOsLLwO_mcjgrSM9OuM-SguJwYaipFcCK2XQ/s1600/ms.jpg"><img style="float: left; margin: 0pt 10px 10px 0pt; cursor: pointer; width: 99px; height: 139px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhFQT7knvDNgPATFxeLD7qN0hhdN5bRd49S8TuEuTDMXqCAfQ8QASXe-taLW2g6XSfh1JBy0U-bRHdfesDHpPSxQFN2wiltKGLmpZBqrltqfOsLLwO_mcjgrSM9OuM-SguJwYaipFcCK2XQ/s320/ms.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5491130747690272626" border="0" /></a>Oleh: Arwani Syaerozi<br /><div style="text-align: justify;"><span style="font-weight: bold;"><br />I.Keterangan buku:</span><br /><br />Judul Buku : ad Dalil al Irsyadi ila Maqasid as Syari’ah al Islamiyah<br />Katagori : Ensiklopedi<br />Penulis : Prof. Dr. Mohammad Kamal Imam<br />Penerbit : Markaz Dirasat Maqasid as Syari’ah London.<br />Tebal halaman : 2 jilid (Jilid I: 621 halaman, jilid II: 671 halaman)<br />Jenis sampul : Tebal bermotif<br /><br />Buku ensikolpedi ini pertama kali diterbitkan pada tahun 2007, kemudian diterbitkan ulang pada tahun 2008. penyusunnya adalah guru besar bidang hukum di universitas Alexandria Mesir. Anggota dewan pakar Pusat Kajian Maqasid Sayri’ah yang bermarkas di London, ia telah menyusun lebih dari 30 riset dan karya tulis ilmiyah dalam bidang Fiqh Islam dan Hukum konvensional yang dipublikasikan dalam bentuk buku, makalah seminar, jurnal ilmiyah dan majalah.<br /><br /><span style="font-weight: bold;"><br />II.Tentang Kajian Maqasid Syari’ah:</span><br /><br />Maqasid Syari’ah adalah disiplin keilmuan Islam yang erat berhubungan dengan kajian Ushul Fiqh dan Fiqh Islam. Substansinya membahas seputar tujuan dan hikmah dari hukum-hukum syari’ah yang mencakup tiga bidang; 1- ibadah (ritual), 2- muamalah (interaksi sosial), dan 3- jinayah (kriminal). Kajian Maqasid Syari’ah bisa diklasifikasikan juga sebagai bagian dari filsafat hukum Islam.<br /><br />Walaupun secara penamaan -sebagai sebuah disiplin keilmuan- ia masih dianggap “baru”, namun substansi kajian Maqasid Syari’ah telah banyak diulas dan disinggung oleh para ulama-ulama klassik dalam karya-karya tulisnya. Sebut saja misalnya: al Hakim at Tirmidzi (W: 932 M) dalam bukunya al ‘Ilal, al Qaffal as Syasi (W: 976 M) dalam bukunya Mahasin as Syari’ah, al Izz bin Abd. Salam (W: 1066 M) dalam bukunya Qawaid al Ahkam fi Masalih al Anam, Ibn. al Qayyim (W: 1349 M) dalam bukunya I’lam al Muwaqi’in, Abu Ishak as Syatibi (W: 1388 M) dalam bukunya al Muwafaqat, dan Syah Waly ad Dahlawi (W: 1762 M) dalam bukunya Hujjatullah al Balighah.<br /><br />Kemudian pada akhir abad ke 20, muncul ulama-ulama kontemporer yang memperkokoh pilar kajian Maqasid Syari’ah dan memperkaya dimensi pembahasannya, di antara mereka adalah; Syaikh Tahir Ibn Asyur (W: 1973 M) yang menulis buku dengan judul Maqasid as Syari’ah, dan Syaikh Alal al fasi (W: 1974 M) yang menyusun buku Maqasid as Syari’ah al Islamiyah wa Makarimuha.<br /><br />Disiplin ilmu Maqasid Syari’ah ini dianggap prospektif dan memiliki jangkaun kedepan dalam literatur kajian Islam, terbukti dengan dimasukkannya mata kuliyah khusus tentang Maqasid Syari’ah di berbagai universitas di negara-negara Arab dan non Arab.<br /><br />Indikasi lain dari urgensitas kajian ini adalah adanya rekomendasi dari Komunitas Fiqh Islam (sebuah lembaga di bawah naungan organisasi negara-negara Islam/OKI, yang mengumpulkan para pakar Fiqh) dalam konferensinya di Kuala Lumpur Malaysia pada tahun 2007, tentang perlunya mengembangkan kajian Maqasid Syari’ah di lingkungan pendidikan tinggi serta pusat-pusat riset dan kajian ilmiyah.<br /><br /><span style="font-weight: bold;"><br />III. Substansi Buku Ensikolpedi Maqasid Syari’ah:</span><br /><br />Buku Ensiklopedi ini menyajikan informasi lengkap berkaitan dengan karya-karya tulis yang telah diterbitkan seputar diskursus Maqasid Syari’ah. Hasil karya dari kalangan penulis klasik maupun penulis kontemporer, yang telah dipublikasikan dalam bentuk buku, tesis, disertasi, makalah seminar maupun dalam bentuk artikel di majalah dan jurnal ilmiyah.<br /><br />Dalam hal ini, penyusun membagi substansi ensiklopedi ke dalam tiga katagori :<br /><span style="font-style: italic;"><br />Pertama</span>, katagori buku, mencakup judul-judul buku tentang Maqasid Syari’ah yang telah ditulis oleh penulis klassik maupun kontemporer.<br /><br /><span style="font-style: italic;">Kedua</span>, katagori karya akademis, mencakup judul-judul tesis dan disertasi yang membahas tentang Maqasid Syari’ah di berbagai universitas di negara-negara Islam.<br /><span style="font-style: italic;"><br />Ketiga</span>, katagori artikel ilmiyah, mencakup judul-judul makalah dan artikel seputar Maqasid Syari’ah yang telah diterbitkan dan dipublikasikan baik melalui jurnal, majalah maupun seminar.<br /><br />Adapun penekanan informasi yang diberikan oleh ensiklopedi ini mecakup; nama penulis, tanggal dan tempat diterbitkan, jumlah halaman, tahun sidang (jika berupa tesis atau disertasi), dan ulasan singkat seputar isi dari judul-judul tersebut.<br /><br />Yang membuat buku ensiklopedi ini menarik untuk dibaca dan dimiliki adalah karena ia merupakan ensiklopedi pertama dalam bidangnya, di samping metode penyusun dalam menyajikan informasi sangat praktis dan mudah dicerna oleh para pembacanya. Alhasil, buku ensikolpedi semacam ini akan sangat dibutuhkan oleh kalangan yang menekuni bidang kajian Islam.<br /></div>ARWANI SYAEROZIhttp://www.blogger.com/profile/09027736948255652043noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-5714573745198519986.post-84562483917412622412010-01-03T14:06:00.000-08:002010-01-03T14:16:31.798-08:00Kemajuan teknologi di mata kaum santri<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhjvUfc9yFCtCifXIjZM3uX96FAGC2q7CZL2UEWHv3FTHAPEhaBaicot2qZFD3olvtYZSM1_LI4DO4Cat6UJnL_XATlyunhTlyMGcYfTNbhkcw69qtUOZOJ-rXNP5vd1v62FyxLniFJhs3w/s1600-h/tknlg.jpg"><img style="MARGIN: 0px 10px 10px 0px; WIDTH: 118px; FLOAT: left; HEIGHT: 126px; CURSOR: hand" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5422640551932596290" border="0" alt="" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhjvUfc9yFCtCifXIjZM3uX96FAGC2q7CZL2UEWHv3FTHAPEhaBaicot2qZFD3olvtYZSM1_LI4DO4Cat6UJnL_XATlyunhTlyMGcYfTNbhkcw69qtUOZOJ-rXNP5vd1v62FyxLniFJhs3w/s320/tknlg.jpg" /></a><br /><div align="justify">Oleh: Arwani Syaerozi*<br /><br />Teknologi merupakan budidaya dan inovasi manusia, kemajuan dan perkembangannya akan terus terjadi selama kehidupan di dunia ini berlangsung. Teknologi berhubungan dengan berbagai bidang kehidupan, seperti; transportasi, komunikasi, informasi, pendidikan, kesehatan, ekonomi, dst.<br /><br />Pada dasarnya tujuan pengembangan teknologi adalah untuk mempermudah gerak hidup manusia. Dengan sebuah mesin cuci, seseorang bisa mencuci pakaian hanya dengan menekan tombol-tombol tertentu, tidak perlu mengeluarkan tenaga dan keringat. Dengan sepeda motor, seseorang bisa menempuh jarak puluhan kilometer dalam waktu yang singkat, tidak perlu mengeluarkan tenaga ekstra. Dengan pesawat terbang, seseorang bisa nyaman melancong ke Negara atau Benua lain dalam hitungan jam. Dengan jaringan internet, seseorang dapat mengakses berbagai persitiwa yang terjadi di belahan dunia manapun.<br /><br />Kita bisa melihat dengan mudah fase perkembangan teknologi (dalam hal ini teknologi informasi dan komunikasi) pada deskripsi sederhana berikut, pada beberapa dekade yang silam, seseorang hanya bisa mengirim pesan / surat melalui kurir manusia ataupun hewan (burung), pesan akan sampai ke tujuan dalam waktu yang lama, kemudian berkembang dengan melalui jasa pos, ini pun masih membutuhkan waktu berhari-hari. kemudian ditemukan telegram atau faximail, yang hanya membutuhkan beberapa menit untuk menyampaikan pesan, dan akhir-akhir ini kita mengenal fasilitas SMS (Short Message Service) dan EMAIL (Electronic Mail) yang hanya membutuhkan beberapa detik untuk mengirim pesan ke manapun.<br /><br />Namun, bagi kita sebagai komunitas relegius, kemajuan teknologi ibarat pedang bermata dua, di satu sisi ia mempermudah gerak dan fasilitas hidup, di sisi lain ia memberikan dampak negatif yang tidak bisa dianggap remeh. Paling tidak, sinyal ini ditemukan pada apa yang diungkapkan oleh pemikir asal Perancis Jacques Ellul bahwa: “teknologi akan menyebabkan rekayasa teknis atas manusia, hasinya adalah L’homme-Machine (manusia mesin) yang sudah kehilangan kemanusiaannya” (1964).<br /><br /><strong>Sisi positif kemajuan teknologi:<br /></strong><br />Tidak sedikit manfaat yang kita peroleh dari kemajuan teknologi (dengan berbagai macamnya). Manfaat-manfaat ini bisa kita sederhanakan pada satu point, yaitu: ia memberikan kemudahan dan fasilitas nyaman dalam menjalani kehidupan.<br /><br />Komunikasi seorang santri dan keluarganya secara mudah dilakukan melalui pesawat telepon, pengiriman uang bestel bisa dilakuan melalui krekening bank dan diambil melalui kartu ATM, adzan dikumandangan melalui microphone (pengeras suara), begitu juga pengurus pesantren mengumumkan informasi melalui microphone yang dengan mudah akan didengar dan diakses oleh seluruh santri, yang sedang berada di kamar, di dapur, di musholla, di warung dst.<br /><br />Database (basis data) dan komputerisasi informasi yang dimiliki dan dikelola oleh pesantren atau lembaga pendidikan akan sangat membantu pelacakan data serta informasi berkaitan dengan para alumni yang telah pulang dan menetap di daerah masing-masing. Hanya dengan seperangkat alat computer ratusan atau bahkan ribuan data santri-alumni bisa disimpan di dalamnya dan siap untuk diakses kapanpun saat dibutuhkan.<br /><br />MP4 yang hanya sebesar tiga jari tangan dengan kapasitasnya yang bisa mencapai 40 GB, dapat digunakan oleh para santri untuk merekam pengajian, ceramah, kuliyah, atau suara baca’an al Qur’an untuk kemudian disimak ulang saat waktu luang. Begitu juga fenomena munculnya kitab-kitab digital yang dikumpulkan dalam sebuah CD atau bentuk file PDF, akan mempermudah para santri dan pelajar dalam mengkoleksi buku-buku referensi. Inilah diantara contoh manfaat dari kemajuan teknologi bagi para santri dan pelajar.<br /><br /><strong>Sisi negatif kemajuan teknologi</strong> :<br /><br />Hasil inovasi dan budidaya manusia dalam bidang teknologi ini tidak semuanya membawa dampak positif dan bermanfaat bagi umat manusia, khususnya bagi kita sebagai masyarakat relegius, yang berkewajian untuk menghargai nilai-nilai agama dan menta’atinya.<br /><br />Sudah menjadi rahasia umum, bahwa kemajuan teknologi -saat ini- didominasi oleh hasil pemikiran dan kerja keras orang-orang non muslim. Bangsa Jepang, Korea Selatan, Jerman, Rusia, Amerika, Perancis, Inggris dst, adalah bangsa-bangsa yang menjadi pionir dalam kemajuan teknologi dengan berbagai jenisnya. Walaupun kita juga tidak menutup mata dengan kontribusi kaum muslim dalam kemajuan teknologi ini, karena banyak juga ilmuan muslim yang turut ambil bagian dalam perkembangan dunia teknologi, seperti mantan presiden RI ketiga BJ. Habibie pakar transportasi udara dan Muhammad Abd. Salam (w: 1996) pakar Fisika.<br /><br />Maka tidak heran jika nilai-nilai agama tidak menjadi barometer dan tolak ukur dalam upaya mereka (ilmuan non muslim) untuk memajukan dunia teknologi, atau bahkan bertentangan dengan ajaran agama sekalipun. Contohnya dalam teknologi keamanan: diciptakannya senjata pembunuh massal, atau teknologi medis: ditemukannya human cloning (kloning manusia). Yang pertama bertentangan dengan maqasid syari’ah (tujuan syari’at) berupa Hifd an Nafs (menjaga hak hidup), sementara yang kedua bertentangan dengan Hifd an Nasl (menjaga keturuan/reproduksi).<br /><br />Selain itu, imbas negatif dari kemajuan teknologi bisa dilihat dengan maraknya kejahatan yang lebih sistematis dan mutakhir. Sebagai contoh, para Hecker di dunia maya (internet) dapat melaukan pencurian uang para nasabah bank, pencurian barang-barang berharga melalui toko online (di internet) dengan cara menjadi pembeli fiktif. dan melakukan pembobolan kartu kridit milik orang lain.<br /><br />Semakin canggihnya teknologi (informasi dan komunikasi) semakin maraknya dekadensi moral dan kaburnya identitas budaya kita. Dengan hanya mengakses internet, seseorang akan dapat leluasa mengikuti gaya hidup bangsa lain, yang belum tentu cocok untuk diaplikasikan di lingkungannya. Atau menyambungkan pesawat televisi dengan jaringan satelit internasional (parabola) di situ akan tersedia berbagai tontotan yang tidak layak untuk disimak.<br /><br />Yang paling terasa, dari kemajuan teknologi (informasi dan komunikasi) adalah menjangkitnya gaya hidup hedonisme (duniawi). Ketika seseorang telah menjadi hedonis, maka orientasi hidupnya adalah kelezatan duniawi, tidak lagi berfikir tentang kehidupan kelak di akhirat. Karena hidup bagi kalangan penganut hedonisme adalah bagaimana meraih kekayaan materi kemudian digunakan untuk berfoya-foya. Hal ini sangat berbeda dengan orientasi para pengusaha / bisnisman muslim, karena harta yang dikumpulkannya akan disalurkan untuk hal-hal yang bersifat positif dan bermanfaat.<br /><br /><strong>Sikap kita terhadap kemajuan teknologi:</strong><br /><br />Kita jangan pernah membayangkan untuk dapat membendung kemajuan teknologi, berupaya dan berfikir untuk membendungnya sama saja dengan berupaya dan berfikir untuk menghentikan kehidupan ini, suatu hal yang musthail. Seorang pakar menulis: “Perkembangan teknologi sekarang ini bagaikan air sungai yang terus mengalir, tidak akan pernah habis, dan tidak bisa dibendung. Selama kebutuhan manusia akan sesuatu tidak pernah berhenti, maka ilmu teknologi juga tidak akan berhenti berinovasi”<br /><br />Sebagaimana saya paparkan di atas, bahwa inovasi dalam dunia teknologi –saat ini- didominasi dan dimotori oleh komunitas non muslim, seperti bangsa Jepang, Korea Selatan, Amerika, Perancis, Jerman, dst. Konsekeunsinya adalah; inovasi dan pengembangan teknologi seringkali tidak mengindahkan norma dan etika agama, atau bahkan berbenturan dengan ajaran agama dan nilai sosial masyarakat relegius.<br /><br />Mengacu pada apa yang disampaikan oleh pakar Maqasid Syari’ah Abu Ishak as Syatibi (w: 790 H) bahwa: “Dunia ini disempurnakan dengan perpaduan dan percampuran antara kemaslahatan dan kemafsadatan” (al Muwafaqat)<br /><br />Maka, ada dua hal yang patut dijadikan sebagai acuan dalam berinteraksi dengan kemajuan teknologi. Pertama: memetakan / memilah, mana yang bermanfaat dan mana yang mendatangkan madarat. Hal-hal yang bermanfaat bisa kita gunakan, seperti mengkases internet (Facebook, email) untuk berkomunikasi dengan kerabat, sahabat dan membuat jaringan sosial / persahabatan untuk sesuatu yang bermanfaat. Atau mengikuti perkembangan informasi dan berita yang akan menambah cakrawala pengetahuan.<br /><br />Yang kedua, membatasi penggunaan sesuai kebutuhan. Misalnya mengakses internet, kita harus mampu membatasinya dengan waktu, jangan sampai terlena sehingga menghambur-hamburkan banyak waktu untuk hal-hal yang tidak prinsip dan tidak mendukung proses belajar (bagi kalangan santri dan pelajar). Karena membuka jaringan internet sama dengan menjelajah seluruh dunia, kita bisa mengkases apapun dari belahan dunia manapun hanya dengan duduk santai didepan computer atau melalu telepon genggam.<br /><br />Sebagai penutup, bukankah kita sebagai seorang muslim meyakini bahwa hidup di dunia ini hanya bersifat sementara? Bukankah kita sebagai seorang santri banyak mendengar petuah dan nasihat para kyai bahwa; jadikanlah kehidupan ini sebagai sarana mengumpulkan bekal untuk kehidupan akhirat? Maka tidak ada pilihan bagi kita, kecuali menggunakan kesempatan hidup (yang hanya sekali) ini, untuk hal-hal yang bersifat postif, agar kita memiliki kontribusi dalam kehidupan ini, yang tentunya menjadi amal baik di hari kelak.<br /><br /><br />• Dipublikasikan di bulletin Salafuna, pondok pesantren Assalafie Babakan Ciwaringin Cirebon. </div>ARWANI SYAEROZIhttp://www.blogger.com/profile/09027736948255652043noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-5714573745198519986.post-63318766983137504412009-11-27T14:24:00.001-08:002010-01-04T03:57:50.213-08:00Buka-tutup Jalan: Materi Ushul Fiqh dan Maqasid Syari’ah<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjqR2mg-PLq6Y44VKEb1FWFxZe-_A_pd_n75gXHKQNK-DYQ-LeM5nwc0Mf9msZyR3-KTdw8rEVDgwfgZil1LU_y13Y-5RSoNemxHcBL3CwVQEKGZ4m-UQal_8OLjw7mvWOPrYQOap-e3nPr/s1600/bloki.jpg"><img style="MARGIN: 0px 10px 10px 0px; WIDTH: 121px; FLOAT: left; HEIGHT: 91px; CURSOR: hand" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5408923516044883218" border="0" alt="" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjqR2mg-PLq6Y44VKEb1FWFxZe-_A_pd_n75gXHKQNK-DYQ-LeM5nwc0Mf9msZyR3-KTdw8rEVDgwfgZil1LU_y13Y-5RSoNemxHcBL3CwVQEKGZ4m-UQal_8OLjw7mvWOPrYQOap-e3nPr/s320/bloki.jpg" /></a><br /><div align="justify">Oleh: Arwani Syaerozi<br /><br />Ad dzara’i (bentuk jamak dari Adzari’ah) maknanya adalah: perkara mubah (boleh) yang pada ujungnya bisa membawa pada titik kemadharatan (diharamkan oleh agama), atau bisa membawa pada titik kemaslahatan (dianjurkan oleh agama). Maka, pada saat berujung pada madarat (kerusakan) ulama memblokirnya, dan pada saat berujung pada maslahat (kemaslahatan) mereka memperbolehkannya.<br /><br /><strong>Memblokir jalan:</strong><br /><br />Transaksi jual beli atau akad-akad lainnya, adalah sesuatu yang boleh, akan tetapi kalau dilakukan pada saat menjelang (mendekati sholat Jum'at) ia diharamkan (tapi tetap sah), karena akan membuat pelakunya lalai akan kewajiban sholat Jum'at.<br /><br />Menghujat sesembahan orang non muslim, hukum asalnya boleh atau bahkan dianjurkan, akan tetapi yg demikian ini akan menimbulkan "serangan balik" dengan menghujat Allah Swt, maka ulama sepakat melarangnya, saddan li ad dzara'i (memblokir jalan).<br /><br />Melamar gadis yang sudah (sedang) dipinang oleh orang lain, melamar hukum asalnya boleh, akan tetapi dalam kasus ini akan menimbulkan perselisihan / konflik, maka ulama melarangnya.<br /><br />Menjual buah anggur ke pihak / perusahaan yg memproduksi minuman keras, hukum asal jual-beli adalah boleh, akan tetapi dalam kasus ini dilarang (haram) karena akan menimbulkan perkara yg dilarang agama.<br /><br /><strong>Membuka jalan:</strong><br /><br />Sebagaimana saya sebutkan di awal tulisan, bahwa ad Dzara'i (perantara/media) ini pada kasus-kasus tertentu dibuka, ulama mengistilahkannya dengan fath ad Dzara'i (membuka jalan) ia merupakan oposit dari Sad ad Dzara'i (memblokir jalan).<br /><br />Contoh aplikasinya: memberikan harta/fasilitas kepada musuh (dalam perang) atau pembajak, sebagai tebusan untuk membebaskan tawanan/sandera. ulama membolehkannya dengan alasan fath dzara'i (membuka jalan) untuk sesuatu yang lebih maslahat.<br /><br />Menyuap seseorang atau pihak tertentu untuk keputusan hukum yg sebenarnya, pada saat ia didzalimi (dianiaya atau direkayasa dalam pengadilan). Artinya, status hukum yg seharusnya ia terima tidak bisa didapatkan kecuali dengan mengeluarkan uang/harta. Maka ulama membolehkannya dengan alasan fath Dzara'i (membuka jalan) untuk mendapatkan haknya.<br /><br /><strong>Termasuk Materi Ushul Fiqh dan Maqasid:</strong><br /><br />“Ad Dzara'i: saddan wa fathan” (memblokir dan menutup jalan) adalah materi kajian Ushul fiqh dan Maqasid Syari’ah. Imam Al Qarrafi (w: 684 H) dalam bukunya ad Dzakhirah menyatakan bahwa: “Ada dua hal yang berkaitan dengan hukum syari’at, pertama adalah al Maqasid (tujuan), terejawentahkan dalam menggapai maslahat (kemaslahatan) dan mencegah mafsadat (kerusakan). Yang kedua adalah al wasa’il (perantara/media), yaitu sesuatu yang menjadi jalan untuk mencapai al Maqasid (tujuan).<br /><br />Dari penjabaran al Qarrafi di atas, kita bisa mengkatagorikan kajian “ad Dzara’i: saddan wa fathan” (memblokir dan membuka jalan) masuk ke dalam katagori kedua, yaitu berkaitan dengan al Wasa’il (peratara/media).<br /><br />Untuk itu, Nuruddin al Khadimi dalam bukunya <em>Al Maqasid as Syar’iyah wa Sillatuha bi al Adillah as Syar’iyah</em> (Relasi antara Maqasid Syari’ah dan Dalil Syar’i) menyatakan bahwa: “Ad Dzara’i: Saddan wa fathan” (memblokir dan membuka jalan) walaupun dibahas dalam ushul fiqh, dalam bab “al adillah al mukhtalaf fiha” (dalil-dalil yg masih diperdebatkan validitasnya), ia juga merupakan materi kajian Maqasid Syari’ah, karena erat berhubungan dengan kemaslahatan dan kemafsadatan. </div>ARWANI SYAEROZIhttp://www.blogger.com/profile/09027736948255652043noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-5714573745198519986.post-35835944703847345742009-11-01T13:59:00.000-08:002009-11-01T14:25:24.970-08:00Proses Editing Disertasi<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg3jEK3p7gAgbU1LfWCz9E2HJl43Xym4sDTSNGObbY6FPkEYTCBOwFAUN5m0g52Dbf5KmyY-9PB49DcS-f_Gwbvetm3GYqJuzpONswhwbu4FbEfEUMJuCE-9DS_w3yYHhHHvC3TMyFJGr8w/s1600-h/edit.jpg"><img style="margin: 0pt 10px 10px 0pt; float: left; cursor: pointer; width: 135px; height: 110px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg3jEK3p7gAgbU1LfWCz9E2HJl43Xym4sDTSNGObbY6FPkEYTCBOwFAUN5m0g52Dbf5KmyY-9PB49DcS-f_Gwbvetm3GYqJuzpONswhwbu4FbEfEUMJuCE-9DS_w3yYHhHHvC3TMyFJGr8w/s320/edit.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5399264736218583666" border="0" /></a>
<br /><div style="text-align: justify;"><meta equiv="Content-Type" content="text/html; charset=utf-8"><meta name="ProgId" content="Word.Document"><meta name="Generator" content="Microsoft Word 12"><meta name="Originator" content="Microsoft Word 12"><link rel="File-List" href="file:///C:%5CUsers%5Cuser%5CAppData%5CLocal%5CTemp%5Cmsohtmlclip1%5C01%5Cclip_filelist.xml"><link rel="themeData" href="file:///C:%5CUsers%5Cuser%5CAppData%5CLocal%5CTemp%5Cmsohtmlclip1%5C01%5Cclip_themedata.thmx"><link rel="colorSchemeMapping" href="file:///C:%5CUsers%5Cuser%5CAppData%5CLocal%5CTemp%5Cmsohtmlclip1%5C01%5Cclip_colorschememapping.xml"><!--[if gte mso 9]><xml> <w:worddocument> <w:view>Normal</w:View> <w:zoom>0</w:Zoom> <w:trackmoves/> <w:trackformatting/> <w:punctuationkerning/> <w:validateagainstschemas/> <w:saveifxmlinvalid>false</w:SaveIfXMLInvalid> <w:ignoremixedcontent>false</w:IgnoreMixedContent> <w:alwaysshowplaceholdertext>false</w:AlwaysShowPlaceholderText> <w:donotpromoteqf/> <w:lidthemeother>EN-US</w:LidThemeOther> <w:lidthemeasian>X-NONE</w:LidThemeAsian> <w:lidthemecomplexscript>AR-SA</w:LidThemeComplexScript> <w:compatibility> <w:breakwrappedtables/> <w:snaptogridincell/> <w:wraptextwithpunct/> <w:useasianbreakrules/> <w:dontgrowautofit/> <w:splitpgbreakandparamark/> <w:dontvertaligncellwithsp/> <w:dontbreakconstrainedforcedtables/> <w:dontvertalignintxbx/> <w:word11kerningpairs/> <w:cachedcolbalance/> </w:Compatibility> <w:browserlevel>MicrosoftInternetExplorer4</w:BrowserLevel> <m:mathpr> <m:mathfont val="Cambria Math"> <m:brkbin val="before"> <m:brkbinsub val="--"> <m:smallfrac val="off"> <m:dispdef/> <m:lmargin val="0"> <m:rmargin val="0"> <m:defjc val="centerGroup"> <m:wrapindent val="1440"> <m:intlim val="subSup"> <m:narylim val="undOvr"> </m:mathPr></w:WordDocument> </xml><![endif]--><!--[if gte mso 9]><xml> <w:latentstyles deflockedstate="false" defunhidewhenused="true" defsemihidden="true" defqformat="false" defpriority="99" latentstylecount="267"> <w:lsdexception locked="false" priority="0" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Normal"> <w:lsdexception locked="false" priority="9" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="heading 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="9" qformat="true" name="heading 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="9" qformat="true" name="heading 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="9" qformat="true" name="heading 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="9" qformat="true" name="heading 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="9" qformat="true" name="heading 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="9" qformat="true" name="heading 7"> <w:lsdexception locked="false" priority="9" qformat="true" name="heading 8"> <w:lsdexception locked="false" priority="9" qformat="true" name="heading 9"> <w:lsdexception locked="false" priority="39" name="toc 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="39" name="toc 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="39" name="toc 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="39" name="toc 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="39" name="toc 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="39" name="toc 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="39" name="toc 7"> <w:lsdexception locked="false" priority="39" name="toc 8"> <w:lsdexception locked="false" priority="39" name="toc 9"> <w:lsdexception locked="false" priority="35" qformat="true" name="caption"> <w:lsdexception locked="false" priority="10" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Title"> <w:lsdexception locked="false" priority="1" name="Default Paragraph Font"> <w:lsdexception locked="false" priority="11" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Subtitle"> <w:lsdexception locked="false" priority="22" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Strong"> <w:lsdexception locked="false" priority="20" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Emphasis"> <w:lsdexception locked="false" priority="59" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Table Grid"> <w:lsdexception locked="false" unhidewhenused="false" name="Placeholder Text"> <w:lsdexception locked="false" priority="1" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="No Spacing"> <w:lsdexception locked="false" priority="60" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Shading"> <w:lsdexception locked="false" priority="61" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light List"> <w:lsdexception locked="false" priority="62" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Grid"> <w:lsdexception locked="false" priority="63" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="64" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="65" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="66" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="67" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="68" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="69" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="70" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Dark List"> <w:lsdexception locked="false" priority="71" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Shading"> <w:lsdexception locked="false" priority="72" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful List"> <w:lsdexception locked="false" priority="73" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Grid"> <w:lsdexception locked="false" priority="60" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Shading Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="61" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light List Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="62" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Grid Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="63" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 1 Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="64" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 2 Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="65" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 1 Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" unhidewhenused="false" name="Revision"> <w:lsdexception locked="false" priority="34" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="List Paragraph"> <w:lsdexception locked="false" priority="29" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Quote"> <w:lsdexception locked="false" priority="30" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Intense Quote"> <w:lsdexception locked="false" priority="66" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 2 Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="67" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 1 Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="68" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 2 Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="69" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 3 Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="70" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Dark List Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="71" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Shading Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="72" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful List Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="73" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Grid Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="60" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Shading Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="61" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light List Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="62" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Grid Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="63" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 1 Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="64" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 2 Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="65" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 1 Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="66" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 2 Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="67" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 1 Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="68" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 2 Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="69" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 3 Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="70" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Dark List Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="71" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Shading Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="72" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful List Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="73" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Grid Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="60" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Shading Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="61" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light List Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="62" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Grid Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="63" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 1 Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="64" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 2 Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="65" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 1 Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="66" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 2 Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="67" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 1 Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="68" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 2 Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="69" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 3 Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="70" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Dark List Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="71" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Shading Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="72" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful List Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="73" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Grid Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="60" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Shading Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="61" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light List Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="62" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Grid Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="63" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 1 Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="64" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 2 Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="65" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 1 Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="66" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 2 Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="67" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 1 Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="68" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 2 Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="69" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 3 Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="70" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Dark List Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="71" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Shading Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="72" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful List Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="73" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Grid Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="60" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Shading Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="61" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light List Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="62" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Grid Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="63" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 1 Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="64" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 2 Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="65" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 1 Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="66" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 2 Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="67" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 1 Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="68" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 2 Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="69" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 3 Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="70" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Dark List Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="71" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Shading Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="72" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful List Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="73" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Grid Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="60" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Shading Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="61" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light List Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="62" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Grid Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="63" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 1 Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="64" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 2 Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="65" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 1 Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="66" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 2 Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="67" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 1 Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="68" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 2 Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="69" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 3 Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="70" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Dark List Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="71" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Shading Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="72" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful List Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="73" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Grid Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="19" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Subtle Emphasis"> <w:lsdexception locked="false" priority="21" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Intense Emphasis"> <w:lsdexception locked="false" priority="31" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Subtle Reference"> <w:lsdexception locked="false" priority="32" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Intense Reference"> <w:lsdexception locked="false" priority="33" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Book Title"> <w:lsdexception locked="false" priority="37" name="Bibliography"> <w:lsdexception locked="false" priority="39" qformat="true" name="TOC Heading"> </w:LatentStyles> </xml><![endif]--><style> <!-- /* Font Definitions */ @font-face {font-family:"Cambria Math"; panose-1:2 4 5 3 5 4 6 3 2 4; mso-font-charset:0; mso-generic-font-family:roman; mso-font-pitch:variable; mso-font-signature:-1610611985 1107304683 0 0 159 0;} @font-face {font-family:Calibri; panose-1:2 15 5 2 2 2 4 3 2 4; mso-font-charset:0; mso-generic-font-family:swiss; mso-font-pitch:variable; mso-font-signature:-1610611985 1073750139 0 0 159 0;} /* Style Definitions */ p.MsoNormal, li.MsoNormal, div.MsoNormal {mso-style-unhide:no; mso-style-qformat:yes; mso-style-parent:""; margin-top:0in; margin-right:0in; margin-bottom:10.0pt; margin-left:0in; line-height:115%; mso-pagination:widow-orphan; font-size:11.0pt; font-family:"Calibri","sans-serif"; mso-ascii-font-family:Calibri; mso-ascii-theme-font:minor-latin; mso-fareast-font-family:Calibri; mso-fareast-theme-font:minor-latin; mso-hansi-font-family:Calibri; mso-hansi-theme-font:minor-latin; mso-bidi-font-family:Arial; mso-bidi-theme-font:minor-bidi;} .MsoChpDefault {mso-style-type:export-only; mso-default-props:yes; mso-ascii-font-family:Calibri; mso-ascii-theme-font:minor-latin; mso-fareast-font-family:Calibri; mso-fareast-theme-font:minor-latin; mso-hansi-font-family:Calibri; mso-hansi-theme-font:minor-latin; mso-bidi-font-family:Arial; mso-bidi-theme-font:minor-bidi;} .MsoPapDefault {mso-style-type:export-only; margin-bottom:10.0pt; line-height:115%;} @page Section1 {size:8.5in 11.0in; margin:1.0in 1.25in 1.0in 1.25in; mso-header-margin:.5in; mso-footer-margin:.5in; mso-paper-source:0;} div.Section1 {page:Section1;} --> </style><!--[if gte mso 10]> <style> /* Style Definitions */ table.MsoNormalTable {mso-style-name:"Table Normal"; mso-tstyle-rowband-size:0; mso-tstyle-colband-size:0; mso-style-noshow:yes; mso-style-priority:99; mso-style-qformat:yes; mso-style-parent:""; mso-padding-alt:0in 5.4pt 0in 5.4pt; mso-para-margin-top:0in; mso-para-margin-right:0in; mso-para-margin-bottom:10.0pt; mso-para-margin-left:0in; line-height:115%; mso-pagination:widow-orphan; font-size:11.0pt; font-family:"Calibri","sans-serif"; mso-ascii-font-family:Calibri; mso-ascii-theme-font:minor-latin; mso-fareast-font-family:"Times New Roman"; mso-fareast-theme-font:minor-fareast; mso-hansi-font-family:Calibri; mso-hansi-theme-font:minor-latin;} </style> <![endif]--> </div><p style="text-align: justify;" class="MsoNormal">Sekitar tiga bulan terakhir ini (Agustus-September-Oktober) saya sengaja menyibukkan diri sebagai editor dalam sebuah “proyek” yang tidak lain sebuah “kewajiban”, yaitu proyek penyusunan disertasi. Ternyata data awal yang sudah saya garap semenjak 1 (satu) tahun yang silam (2008), masih sangat jauh dari “hasil final”. Dua hal yang menjadi titik kerja, yaitu; penambalan “lobang-lobang” materi dan penyelarasan bahasa.</p><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;"> </div><p style="text-align: justify;" class="MsoNormal">Kalau saja disertasi yang saya garap ini dengan menggunakan bahasa Indonesia, mungkin dalam hitungan dua atau tiga bulan proses editing ini akan bisa kelar, akan tetapi Bahasa Arab yang menjadi bahasa resmi Maroko telah membuatku sedikit “memutar otak” untuk bisa menggunakan kosa kata dan kalimat yang “tepat” dalam setiap topik pembahasan, hal inilah yang pada akhirnya membutuhkan waktu dan kesabaran dalam menyusunnya. Bagaimanapun, saya berharap - Insya Allah – proyek ini akan bisa kelar tepat pada waktunya alias “On Time”.</p> ARWANI SYAEROZIhttp://www.blogger.com/profile/09027736948255652043noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-5714573745198519986.post-46987939791130647142009-09-02T07:17:00.000-07:002009-09-02T07:26:28.934-07:00Membedah buku « al Fikr al Maqasidi » karya Dr. Raisuni<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiwASw3xCFBF-M6Di5fOHKIXeU7jaY0kj7rtMbwCTcV1tsNMs82Ykm4-Y6Z2ye2yNDTSy0rKxlN9FMzksjEoBSvQ2eN6Sbd5Qjm6mtBEZKwDhYCrCl-SPiTDHnageHCaR__rT9F1ikhYPVR/s1600-h/rs.jpg"><img id="BLOGGER_PHOTO_ID_5376876094335222658" style="FLOAT: left; MARGIN: 0px 10px 10px 0px; WIDTH: 124px; CURSOR: hand; HEIGHT: 110px" alt="" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiwASw3xCFBF-M6Di5fOHKIXeU7jaY0kj7rtMbwCTcV1tsNMs82Ykm4-Y6Z2ye2yNDTSy0rKxlN9FMzksjEoBSvQ2eN6Sbd5Qjm6mtBEZKwDhYCrCl-SPiTDHnageHCaR__rT9F1ikhYPVR/s320/rs.jpg" border="0" /></a><br /><div align="justify">Oleh : Arwani Syaerozi *<br /><br /><br />Maqasid Syari'ah (selanjutnya disingkat menjadi MS) atau tujuan syari'at merupakan kajian yang awalnya menjadi suplemen dalam ilmu ushul fiqh, sejalan dengan waktu, para ulama yang berkonsentrasi di bidang ushul fiqh dan fiqh kontemorer menitik beratkan perhatiannya pada maqasid syar'iah.<br /><br />Dalam Ushul Fiqh, biasanya pembahasan maqasid syari'ah dibahas berkaitan dengan masalah dalil al Qiyas (analogi), tepatnya pada pembahasan illat al Ahkam (motif / sebab hukum). Salah satu perangkat untuk menemukan illat yang tidak diungkapkan secara eksplisit dalam teks al Qur'an maupun as Sunnah adalah al Munasabah (keselarasan antara hukum dan hikmah), as Sabr (keterikatan hukum pada satu motif) ataupun al Istiqra (penelitian). Sub-sub judul seperti inilah yang pada awalnya menyinggung pembahasan maqasid syari'ah.<br /><br />Seiring dengan semakin kompleksnya problematika yang dihadapi oleh umat Islam, banyak realitas di tengah masyarakat yang membutuhkan status hukum fiqh, pada saat yang sama, ulama memandang perlu adanya pengembangan perangkat ijtihad. Karena perangkat Ushul Fiqh yang ada, dipandang tidak lagi efektif untuk dijadikan sebagai satu-satunya otoritas yang menangani proses penggalian hukum fiqh. Kemudian ditangan maestro pemikir-pemikir Islam seperti al Juwainni, al Izz bin Abd. Salam, al Qarrafi, al Ghazali, dan as Syatibi, kajian maqasid syari'ah gencar digulirkan di tengah publik intelektual muslim.<br /><br /><strong>Motif penulisan buku:</strong><br />Dalam rangka upaya untuk mengefektifkan proses ijtihad fiqh dan menggulirkan reformasi pemikiran Islam dewasa ini, kajian maqasid syari'ah semakin banyak digandrungi oleh kalangan akademisi dan intelektual muslim. Indikasi awalnya bisa dilihat dengan penerbitan dan penyebaran dua buku karya ulama Andalusia (Spanyol) Abu Ishak as Syatibi, yaitu buku: al Muwafaqat dan al I'tisham.<br /><br />Pada permulaan abad ke 20 Masehi, pasca terbitnya dua buku ini, semakin banyak kajian tentang maqasid syari'ah yang ditulis oleh kalangan akademisi dan intelektual muslim. Bahkan, menurut Ahmad Raisuni (penulis buku ini), minat dan perhatian tersebut berlanjut hingga sekarang, sehingga kita - saat ini - merasakan adanya "ladang maqasid" dalam literatur ilmu-ilmu Islam, dan « ladang maqasid » ini tentunya dapat kita kembangkan bersama sebagai spesifikasi kajian Islam kontemporer. Kajian maqasid syar'ah ini pun telah dijadiakan sebagai mata kuliyah di berbagai lembaga pendidikan Islam. (hlm. 7)<br /><br />Diakui oleh Ahmad Raisuni, bahwa sebagai bentuk kontribusi atas proyek reformasi pemikiran Islam, sengaja saya menyusun buku seputar pemikiran maqasid syari'ah. Paling tidak, melalui buku ini, saya bisa menyampaikan gagasan dan pemikiran saya berkaitan dengan kajian ini. Di samping itu, buku ini juga ditulis atas permintaan dua orang intelektual, yaitu : Abd. al Kabir al Alawi (Direktur penerbitan Mansyurat az Zaman) dan Muhammad Sabila (dewan pakar di penerbitan Mansyurat az Zaman). Dengan demikian, buku ini ditulis dan diterbitkan sebagai kontribusi untuk pengembangan "ladang maqasid" juga sebagai respon atas permintaan dua orang kawan tersebut.<br /><br /><strong>Substansi buku :</strong><br />Sesuai dengan tema buku ini, isi yang dibahas di dalamnya mencakup tiga hal penting, yaitu: Pertama- seputar logika maqasid syari'ah, Kedua- seputar kaidah maqasid, dan Ketiga- berkaitan dengan manfaat dari kajian maqasid syai'ah.<br /><br />A. Logika Maqasid Syari'ah<br /><br />Setelah mendefinisikan istilah MS baik dalam makna etimologi maupun terminologinya, penulis mengupas sekilas tentang pemetaan maqasid ke dalam maqasid ijmaliyah (tujan global) dan maqasid tafsiliyah (tujuan parsial). Yang pertama, bahwa kita meyakini dalam hal penciptaan syari'at dan pembebanan hukumnya kepada umat manusia terdapat hikmah dan tujuan tertentu. Mengutip statemen as Syatibi: " Tujuan dari pembuatan syari'at adalah untuk menyelamatkan umat manusia dari kungkungan hawa nafsu, sehingga ia mengakui sebagai hamba Allah secara suka rela, sebagaimana ia mengakui hal demikian secara paksa " (al Muwafaqat: 2/168). Menurut Ahmad Raisuni, ini merupakan tujuan global, sebab berkaitan dengan landasan diciptakannya syari'at, juga karena tujuan yang demikian ini tidak hanya dikhususkan keterkaitannya dengan sisi tertentu dalam syari'at Islam.<br /><br />Berbeda halnya dengan anjuran Rasulullah Saw kepada umatnya yang hendak membangun bahtera rumah tangga (menikah), ia menganjurkan kepada kaum laki-laki agar melihat langsung sosok wanita yang akan menjadi calon isterinya, hal ini dengan tujuan agar bahtera rumah tangganya dibangun atas dasar kesadaran dan kecintaan, sehingga kelak menjadi keluarga yang bahagia. Menurut penulis, hal semacam ini merupakan tujuan parsial, MS yang hanya berkaitan dengan bab Nikah, atau lebih spesifik lagi berkatan dengan proses pertunangan. (Hlm. 14-15)<br /><br />Dalam kesempatan ini, Ahmad Raisuni juga membahas seputar tujuan diutusnya para Rasul (utusan Allah) kepada umat manusia. Inti dari maqasid al Bi'tsah an Nabawiyah adalah untuk memberikan petunjuk kepada umatnya agar berada dalam jalan yang diridhoi oleh Allah. Di samping tujuan untuk mendidik dan menyebarkan kasih sayang antar sesama. Yang menarik, dalam kajian seputar tujuan diutusnya para Rasul ini, Ahmad Raisuni mengkerucutkan kesimpulannya ke dalam dua hal: Pertama- bahwa MS secara umum hanya merupakan sisi aplikasi dari diutusnya para utusan. Kedua- bahwa pemahaman komprehensif terhadap tujuan di utusnya para Rasul akan sangat membantu dalam memahami MS secara umum. (Hlm. 17)<br /><br />Setelah menjabarkan tingkat kemaslahatan, yang mencakup dharuriyat (primer), hajiyat (sekunder), dan tahsiniyat (tersier), Ahmad Raisuni mengarahkan pembaca buku ini kepada inti sub judul, yaitu makna al Fikr al Maqasidi (logika maqasid), di mana yang dimaksud dengan hal ini adalah: 1- pemikiran yang dilandasi pada keyakinan akan adanya tujuan bagi syari'at agama (khusunya Islam) 2- pemahaman detail dan komprehensif terhadap MS, 3- corak berfikir yang berorientasi mendialogkan antara teks-tujuan-realitas dalam memahami syari'at Islam. (Hlm. 34-35)<br /><br />B. Kaidah Maqasid Syari'ah<br /><br />Ada empat kaidah MS yang ditawarkan oleh Ahmad Raisuni dalam bukunya ini, Pertama- setiap hukum syari'at pasti mu’allalah (memiliki motif), Kedua- setiap maqasid (tujuan) harus memiliki dalil yang valid, Ketiga- pengurutan level maslahat dan mafsadat, Keempat- pembedaan secara jeli antara al Maqasid (tujuan) dan al Wasa'il (perantara).<br /><br />Menurut Ahmad Raisuni, Allah Swt tidak menciptakan makhluk sekecil dan se-remeh apapun kecuali ada tujuan dan hikmahnya tersendiri. Begitu juga dengan interaksi manusia yang mencakup ucapan, tindakan dan keputusan, akan selalu memiliki tujuan. Dan tujuan-tujuan manusia ini kemudian harus singkron dengan tujuan pembuat syari'at (Allah Swt dan Rasulnya). Berkaitan dengan hal ini timbul kaidah fiqh "al Umur bi maqasidiha" (segala sesuatu tergantung tujuannya). Untuk menguatkan kesimpulannya ini, penulis menyertakan beberapa ayat al Qur'an yang berkaitan dengan hal ini, di antaranya adalah : Qs. Ad duhkan: 38 dan al Qamar: 49.<br /><br />Yang menarik dari penjelasannya seputar at Ta'lil (motif hukum) ini, adalah keyakinan Ahmad Raisuni akan posisi asal dari hukum syari'at adalah mu’alllalah (memiliki motif) termasuk lingkup ibadah. Walaupun pada tataran praktisnya, ada beberapa hukum syari'at (lingkup ibadah) yang belum bisa diungkap motif dan hikmahnya, untuk itulah – menurut penulis - sekiranya para pakar harus terus berusaha mengungkapnya. (Hlm. 42-43)<br /><br />Kemudian setiap al Maqasid (tujuan) ini harus memiliki dalil syar'i (argumen yang valid), hal ini merupakan kaidah kedua yang ditawarkan oleh penulis. Ada tiga dalil yang dijadikan oleh Ahmad Raisuni sebagai alat untuk mengungkap MS sekaligus untuk menguatkan eksistensinya. Pertama- Penguasaan bahasa arab, mengutip statemen as Syatibi dalam pembahasan tujuan Allah Swt dalam menetapkan syari'at kepada umat manusia, bahwa: " al Qur'an diturunkan dalam bahasa Arab, maka tidak ada jalan untuk memahami substansi dan tujuannya kecuali dengan memahami bahasa ini " (al Muwafaqat: 2/64). Kedua- melalui metode penemuan illat (motif hukum), yaitu mencakup teks al Qur'an dan as Sunnah, Ijma' (konsesus ulama), isyarat terhadap satu tujuan, dan al Munasabah (keselarasan antara hukum dan obyeknya). Ketiga- al Istiqra' (penelitian) dengan mengkaji secara detail beberapa kasus dan atau beberapa teks dalam lingkup syari'at, kemudian mengambil konklusi sebuah maqasid (tujuan) dari penelitian tersebut.<br /><br />Berkaitan dengan kaidah level maslahat dan mafsadat, menurut Ahmad Raisuni menertibkan urutan kemaslahatan dan kemafsadatan dianggap hal penting dalam kaidah MS (Hlm. 68). Sebagaimana kita ketahui bahwa kemaslahatan terbagai ke dalam tiga tingkatan yaitu dharuriyat (primer), hajiyat (sekunder) dan tahsiniyat (tersier), masing-masing tingkatan ini memiliki al Mukammilat (penyempurna). Ia menegaskan juga bahwa sebagaimana MS memiliki teori pengurutan antara kemaslahatan dan kemafsadatan, al Wasa’il (perantara) juga memiliki tingkatan yang sama sebagaimana al Maqasid.<br /><br />Ahmad Raisuni menguatkan kaidah tingkatan maslahat dan mafsadat ini dengan realitas kehidupan, bahwa antara jenis makhluk ada perbedaan, bahkan - dari segi kualitas - satu jenis pun terdapat perbedaan. Ketika penulis mengembalikan realitas ini kepada teks al Qur’an, ia mengutip firman Allah « Rasul-rasul itu Kami lebihkan sebagian (dari) mereka atas sebagian yang lain. Di antara mereka ada yang di ajak berdialog langsung dengan Allah, dan sebagian yang lain ditinggikan beberapa derajat” (Qs. Al Baqarah : 253) bahwa para utusan Allah Swt pun memiliki tingkat perbedaan. Sedangkan dalam sebuah hadits, Ahmad Raisuni mengutip statemen Rasulullah ketika ditanya tentang amal perbuatan yang paling dicintai oleh Allah Swt, « Sholat pada waktunya, kemudian membahagiakan kedua orang tua, kemudian berjuang di Jalan Allah «. (HR. Bukhori dan Muslim)<br /><br />Adapun pengurutan tingkat mafsadat, penulis mereferensikan kaidahnya kepada firman Allah (yang artinya) « Jika kamu menjauhi dosa-dosa besar di antara dosa-dosa yang dilarang untuk dikerjakan, niscaya Kami hapus kesalahan-kesalahanmu dan Kami masukkan kamu ke tempat yang mulia ». (Qs. an Nisa : 31) dalam tafsirnya, Ibn Asyur mengklasifikasi perbuatan ma’siat ke dalam katagori besar dan kecil. Referensi lain adalah sabda Rasulullah Saw: « Dosa paling besar adalah menyekutukan Allah, kemudian mendurhakai kedua orang tua, kemudian melakkukan kesaksian palsu « (HR. Bukhori). Dari kaidah pengurutan ini, kita mengenal teori yang menyatakan bahwa: « Syari’at akan menupayakan tercapainya sesuatu yang paling maslahat walaupun harus membiarkan maslahat-maslahat lainnya terlewat, dan ia akan mencegah sesuatu yang paling mafsadat walaupun harus melalui mafsadat-mafsadat lainnya ».<br /><br />Yang menarik, sebagai penutup dari pembahasan ini, Ahmad Raisuni mengutip ungkapan hikmah bahwa : orang yang cerdas bukanlah mereka yang dapat membedakan antara yang baik dan yang buruk kemudian memillih yang baik, akan tetapi orang yang mampu membedakan antara yang paling baik diantara yang baik dan yang paling madharat di antara yang madharat. (Hlm. 75-76)<br /><br />Kaidah terakhir, adalah membedakan antara al Maqasid (tujuan) dan al Wasa’il (perantara), definisi « wasilah » adalah: sesuatu yang dijadikan sebagai perantara untuk menggapai tujuan, ia sendiri bukan merupakan tujuan. Kaidah ini oleh Ahmad Raisuni dikuatkan dengan statemen Imam al Qarrafi yang menyatakan bahwa muara hukum ada dua hal, yaitu al Maqasid (tujuan) yang mencakup maslahat-mafsadat, dan al Wasail (perantara) yang menjadi jalan untuk mencapai kepada tujuan. (Hlm. 78-79). Ahmad Raisuni kemudian mencoba memaparkannya dengan sebuah contoh, ia mengutip Qs. al Jum’at ayat : 9 yang memuat perintah as Sa’yu (bergegas) dan larangan al Bai (jual beli). Menurutnya, perintah dan larangan di sini bukan sesuatu yang dituju secara dzatnya, akan tetapi hanya sebagai perantara, dimana as Sa’yu (bergegas) adalah untuk tujuan sholat jum’at di masjid, begitu juga pelarangan al Bai (jual beli) pada waktu tiba sholat Jum’at, yaitu untuk tujuan terlaksananya sholat tersebut, karena transaksi jual beli akan mengganggu pelaksanaan sholat Jum’at. (Hlm. 78)<br /><br />Inti dari kaidah ini adalah ; bahwa kita harus bisa 1- membedakan antara al Maqasid (tujuan) dan al Wasa’il (perantara) dalam segala hal, 2- Memahami bahwa dalam hukum syari’at pun terdapat tujuan dan perantara, 3- wasilah sendiri terkadang membutuhkan wasilah lainnya untuk bisa mencapai kepadanya, maka yang terakhir ini disebut sebagai wasilatu al wasilah (perantaranya perantara), dan yang demikian ini dianggap juga sebagai tujuan dari wasilah yang kedua. Adapun status hukum al Wasa’il tergantung tujuannya.<br /><br />Sebagai contoh : perintah untuk mengeluarkan zakat fitrah berupa 1 Sha’ dari makanan, atau gandum, atau kurma, atau keju. Apakah bentuk makanan yang telah disebutkan oleh Rasulullah adalah maqasid atau wasilah?, dalam hal ini Ibn. Abbas Ra menjelaskan tujuan disyari’atkannya zakat fitrah adalah untuk membersihkan orang yang berpuasa dari keluputan dan kelalaian, juga sebagai bentuk kepedulian terhadap orang miskin. Maka menurut Ahmad Raisuni, bentuk-bentuk makanan dalam hadist di atas bukan merupakan tujuan akan tetapi hanya sebuah wasilah yang bisa berubah sesuai dengan tempat dan waktu. (Hlm. 83-84)<br /><br />C. Manfaat kajian Maqasid Syari’ah :<br />Ada lima faedah yang diebutkan oleh penulis dalam bukunya, angka ini bukan merupakan suatu pembatasan atas manfaat-manfaat dari kajian MS, akan tetapi hanya sebagai contoh saja, sebab tidak menutup kemungkinan terdapat manfaat lain yang lebih luas jangkauannya.<br /><br />1- MS sebagai kiblat para mujtahid<br />Istilah ini sebenarnya statemen imam al Ghazali yang dikutip oleh imam as Suyuthi dalam bukunya seputar pro-kontra penutupan pintu ijtihad. Menurut Ahmad Raisuni, kajian MS akan memberikan manfaat yang luar biasa bagi kalangan mujtahid. Dengan menguasainya, orientasi perhatian mereka akan selalu mengarah pada « tujuan » dibalik sisi lahir teks al Qur’an dan as Sunnah. al Ghazali dalam hal ini menganjurkan kepada pakar yurispunden Islam untuk berusaha mengkaji rahasia suatu perbuatan dan perkataan. (Hlm. 91-92)<br /><br />Berkaitan dengan manfaat ini, Ahmad Raisuni juga menyinggung aliran-aliran dalam penafsiran teks agama. Ia membagi ke dalam tiga golongan: Pertama- al Ittijah al Maqasidi, yaitu ulama yang mengorientasikan tafsirnya pada MS, mereka meyakini bahwa Shohib an Nash (Allah dan Rasul-Nya) memiliki tujuan tertentu dibalik khitob (statemennya), kelompok ini dikenal proporsional dalam menyandarkan tafsirnya pada MS. Kedua, al Ittijah al Lafdzi, yaitu aliran yang hanya menyandarkan pada sisi lahir teks al Qur’an dan as Sunnah, tanpa memandang apa yang ada di balik teks, Ketiga, al Ittijah at Taqwili, yaitu mereka yang berlebihan dalam menyandarkan tafsirnya pada MS, tidak mengikat pada teori dan kaidah MS yang ditetapkan oleh pakar-pakarnya, sehingga terkesan serampangan dalam menafsirkannya. (Hlm. 94)<br /><br />2- MS sebagai methode berpikir dan menganalisa.<br />Menurut Ahmad Raisuni, kajian MS bukan hanya layak dikonsumsi oleh para fuqaha dan mujtahid saja, akan tetapi bisa dikonsumsi oleh semua kalangan. Manfaatnya akan dirasakan sesuai dengan kadar pemahaman yang didapat. Paling tidak, akan memberikan imbas positif pada pola pikir dan cara pandang manusia. Bahwa sebelum melangkah dan mengerjakan sesuatu, ia akan mempertimbangkan prioritas tujuan yang harus dicapai, seberapa besar imbas positif dari tujuan tersebut, sehingga ia akan memfokuskan perhatian dan mencurahkan kemampuan dalam mengerjakan sesuatu. (Hlm. 99-104).<br /><br />Barometer maslahat-mafsadat juga merupakan manfaat kajian MS bagi kalangan non fuqaha dan mujtahid, seperti mereka yang menekuni bidang ekonomi, politik, pendidikan, kemasyarakatan, kebudayaan dst. Mereka akan berusaha membedakan antara yang paling maslahat untuk kemudian dikerjakan, atau yang paling mafsadat untuk kemudian dihindari. Dengan cara pandang ini, pelaku ekonomi (misalkan) tidak akan melakukan proyek pengembangan ekonomi dan kesejahteraan, dengan mengorbankan pemeliharaan entitas manusia melalui dehumanisasi dan dekadensi moral. (Hlm. 101)<br /><br />3- Orientasi buka-tutup jalan<br />Manfaat lain yang didapat dari kajian MS adalah pola membuka dan memblokir jalan, atau dalam istilah ushul fiqh-nya adalah « Adz Dzara’i : Saddan wa Fathan ». Pada saat kita memandang muara dari suatu perbuatan atau tindakan, kita akan mampu menghukumi « jalan « yang akan menuju ke muara tersebut. Inilah yang dimaksud dengan manfaat kajian MS, yaitu akan mampu menghukumi boleh tidaknya « proses / jalan » yang menuju ke muara suatu perbuatan. Sebenarnya, menurut Ahmad Raisuni, Orientasi membuka dan memblokir jalan (ad Dzara’i : Saddan wa Fatthan) ini merupakan contoh aplikatif dari kaidah MS yang berkaitan dengan membedakan antara tujuan dan perantara.<br /><br />Dari pola buka-tutup jalan ini, kita mengenal kaidah fiqh « perkara yang menjadi penyempurna suatu kewajiban, maka hukumnya juga wajib «. Begitu juga ketika muara perbuatan atau tindakan itu negatif, maka jalan yang mengantarkan ke arahnya akan dilarang dan harus diblokir. (Hlm. 105-107)<br /><br />4- Memperhatikan tujuan-tujuan manusia<br />Adalah kemampuan untuk mengapresiasi dan mempertimbangkan tujuan-tujuan hidup manusia, artinya bisa memposisikan «tujuan » sebagai barometer dalam berinteraksi sosial. Dalam hal ini Ahmad Raisuni mengutip statemen Imam as Syatibi yang membagi MS ke dalam dua katagori inti, Pertama- tujuan Allah Swt dan Rasulnya, Kedua- tujuan para manusia mukallaf (dewasa), masih menurut as Syatibi : bahwa hukum syari’at akan melihat tujuan sebagai barometer setiap tindakan dan perbuatan manusia « (al Muwafaqat : 2/323)<br /><br />Di sini kita mengenal kaidah fiqh « setiap sesuatu tergantung tujuannya « atau kaidah dalam fiqh mu’amalat «Barometer akad transaksi adalah tujuan dan maknanya, bukan lafadz dan susunan kalimatnya«. Menguatkan eksistensi manfaat ini, penulis mengutip statemen Ibn. al Qayim: bahwa hal ini sebagaimana dalam lingkup Ibadah, niat atau tujuan juga menjadi barometer dalam interaksi sosial. (Hlm. 114)<br /><br />5- MS menetralisir kejenuhan dan memupuk etos kerja<br />Ada ungkapan yang sangat terkenal berkaitan dengan manfaat kajian MS, yaitu : « Orang yang telah memahami tujuan, ia akan merasakan ringan atas segala rintangan ».<br /><br />Menurut Ahmad Raisuni, apabila kita tidak mengetahui tujuan dan titik akhir dari suatu aktivitas dan kegiatan, maka kita akan cepat merasa bosan, malas, ragu, bahkan menghentikan aktivitasnya. Hal ini akan kerap terjadi pada saat kita menjalankan aktivitas atau kegiatan yang membutuhkan ketekunan, pengorbanan, keberlangsungan dalam waktu yang lama, serta membutuhkan kesungguhan. (Hlm. 115)<br /><br />Dalam menjabarkan manfaat ini, Ahmad Raisuni juga menyinggung tentang cara perintah, larangan, atau anjuran dalam al Qur’an maupun as sunnah yang sering dibarengi dengan alasan dan sebabnya, hal ini menurut penulis tidak lain agar para hamba yang terkena khitob at taklif (pembebanan) menjalankan perintah, menjauhi larangan atau menetapi anjuran dengan penuh kesadaran.<br /><br />6- MS sebagai perangkat da’wah Islamiyah.<br />Beranjak dari Firman Allah « «Katakanlah : inilah jalanku, saya akan mengajak kepada jalan yang di ridhoi oleh Allah dalam keadaan saya dan orang yang mengikutiku penuh perhatian dan pemahaman komprehensif » (Qs. Yusuf : 108)<br /><br />Menurut penulis, dalam ayat ini terdapat dua hal berkaitan dengan dakwah : pertama, ajakan untuk menekuni jalan yang di ridhoi oleh Allah Swt, kedua- ajakan ini harus diejawentahkan dengan penuh perhatian dan pemahaman. (Hlm. 123)<br /><br />Untuk itu, berkaitan dengan poin kedua, seorang da’i harus memahami kondisi sosial masyarakatnya, kondisi tempat dimana ia berdakwah, juga kondisi zaman pada waktu ia berdakwah, di samping ia juga harus memahahi subyek dakwah dalam hal ini pemahaman-pemahamn seputar agama. Dan dakwah dengan cara seperti ini tidak akan bisa dicapai kecuali seorang da’i telah menguasai kajain Maqasid syari’ah, memahami tujuan dan hikmah dalam syari’at Islam.<br /><br />Penulis mencontohkan sosok da’i yang memenuhi kriteria ini adalah Dr. Yusuf al Qardhwai, menurutnya : ia telah memahami secara komprehensif kajian maqasid syari’ah. Dalam pembahasan ini juga penulis mengupas relasi antara kajian aqidah dan maqasid syari’ah.<br /><br /><strong>Penutup :</strong><br />Demikian ulasan buku seputar maqasid yang ditulis oleh Dr. Ahmad Raisuni, ternyata kajian maqasid syari’ah adalah hal yang sangat menarik bagi banyak kalangan, dan ia sendiri merupakan pengembangan kajian dari Ushul Fiqh. Buku ini, menurut saya adalah buku yang layak dikonsumsi oleh kalangan yang berminat memahami kajian maqasid syari’ah.<br /><br /><br />• Dipresentasikan dalam acara bedah buku yang diadakan oleh Departemen Sumber Daya Insani (SDI) Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) Maroko, pada hari Minggu 30 Agustus 2009. </div>ARWANI SYAEROZIhttp://www.blogger.com/profile/09027736948255652043noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-5714573745198519986.post-56674370429972154672009-07-27T14:36:00.000-07:002009-07-27T15:10:46.560-07:00Bom Bunuh Diri: Perspektif Maqasid Syari’ah<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi6vta6b4AzCtphODy4_UrH66a100edSfWr0iaUtDOiJvggQEed17Q5DgcFLWcYdoEUZgvuXs0q6FtuvAAQcCVX8B3nCPcfi0xvWLPDctaheepU6wxZlLYatxFvTsobqDHllSRQRGXr56C9/s1600-h/12.jpg"><img style="margin: 0pt 10px 10px 0pt; float: left; cursor: pointer; width: 127px; height: 85px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi6vta6b4AzCtphODy4_UrH66a100edSfWr0iaUtDOiJvggQEed17Q5DgcFLWcYdoEUZgvuXs0q6FtuvAAQcCVX8B3nCPcfi0xvWLPDctaheepU6wxZlLYatxFvTsobqDHllSRQRGXr56C9/s320/12.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5363264601424256146" border="0" /></a>
<br /><meta equiv="Content-Type" content="text/html; charset=utf-8"><meta name="ProgId" content="Word.Document"><meta name="Generator" content="Microsoft Word 12"><meta name="Originator" content="Microsoft Word 12"><link rel="File-List" href="file:///C:%5CUsers%5Cuser%5CAppData%5CLocal%5CTemp%5Cmsohtmlclip1%5C01%5Cclip_filelist.xml"><link rel="themeData" href="file:///C:%5CUsers%5Cuser%5CAppData%5CLocal%5CTemp%5Cmsohtmlclip1%5C01%5Cclip_themedata.thmx"><link rel="colorSchemeMapping" href="file:///C:%5CUsers%5Cuser%5CAppData%5CLocal%5CTemp%5Cmsohtmlclip1%5C01%5Cclip_colorschememapping.xml"><!--[if gte mso 9]><xml> <w:worddocument> <w:view>Normal</w:View> <w:zoom>0</w:Zoom> <w:trackmoves/> <w:trackformatting/> <w:punctuationkerning/> <w:validateagainstschemas/> <w:saveifxmlinvalid>false</w:SaveIfXMLInvalid> <w:ignoremixedcontent>false</w:IgnoreMixedContent> <w:alwaysshowplaceholdertext>false</w:AlwaysShowPlaceholderText> <w:donotpromoteqf/> <w:lidthemeother>EN-US</w:LidThemeOther> <w:lidthemeasian>X-NONE</w:LidThemeAsian> <w:lidthemecomplexscript>AR-SA</w:LidThemeComplexScript> <w:compatibility> <w:breakwrappedtables/> <w:snaptogridincell/> <w:wraptextwithpunct/> <w:useasianbreakrules/> <w:dontgrowautofit/> <w:splitpgbreakandparamark/> <w:dontvertaligncellwithsp/> <w:dontbreakconstrainedforcedtables/> <w:dontvertalignintxbx/> <w:word11kerningpairs/> <w:cachedcolbalance/> </w:Compatibility> <m:mathpr> <m:mathfont val="Cambria Math"> <m:brkbin val="before"> <m:brkbinsub val="--"> <m:smallfrac val="off"> <m:dispdef/> <m:lmargin val="0"> <m:rmargin val="0"> <m:defjc val="centerGroup"> <m:wrapindent val="1440"> <m:intlim val="subSup"> <m:narylim val="undOvr"> </m:mathPr></w:WordDocument> </xml><![endif]--><!--[if gte mso 9]><xml> <w:latentstyles deflockedstate="false" defunhidewhenused="true" defsemihidden="true" defqformat="false" defpriority="99" latentstylecount="267"> <w:lsdexception locked="false" priority="0" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Normal"> <w:lsdexception locked="false" priority="9" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="heading 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="9" qformat="true" name="heading 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="9" qformat="true" name="heading 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="9" qformat="true" name="heading 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="9" qformat="true" name="heading 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="9" qformat="true" name="heading 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="9" qformat="true" name="heading 7"> <w:lsdexception locked="false" priority="9" qformat="true" name="heading 8"> <w:lsdexception locked="false" priority="9" qformat="true" name="heading 9"> <w:lsdexception locked="false" priority="39" name="toc 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="39" name="toc 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="39" name="toc 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="39" name="toc 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="39" name="toc 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="39" name="toc 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="39" name="toc 7"> <w:lsdexception locked="false" priority="39" name="toc 8"> <w:lsdexception locked="false" priority="39" name="toc 9"> <w:lsdexception locked="false" priority="35" qformat="true" name="caption"> <w:lsdexception locked="false" priority="10" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Title"> <w:lsdexception locked="false" priority="1" name="Default Paragraph Font"> <w:lsdexception locked="false" priority="11" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Subtitle"> <w:lsdexception locked="false" priority="22" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Strong"> <w:lsdexception locked="false" priority="20" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Emphasis"> <w:lsdexception locked="false" priority="59" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Table Grid"> <w:lsdexception locked="false" unhidewhenused="false" name="Placeholder Text"> <w:lsdexception locked="false" priority="1" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="No Spacing"> <w:lsdexception locked="false" priority="60" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Shading"> <w:lsdexception locked="false" priority="61" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light List"> <w:lsdexception locked="false" priority="62" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Grid"> <w:lsdexception locked="false" priority="63" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="64" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="65" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="66" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="67" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="68" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="69" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="70" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Dark List"> <w:lsdexception locked="false" priority="71" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Shading"> <w:lsdexception locked="false" priority="72" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful List"> <w:lsdexception locked="false" priority="73" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Grid"> <w:lsdexception locked="false" priority="60" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Shading Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="61" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light List Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="62" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Grid Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="63" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 1 Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="64" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 2 Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="65" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 1 Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" unhidewhenused="false" name="Revision"> <w:lsdexception locked="false" priority="34" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="List Paragraph"> <w:lsdexception locked="false" priority="29" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Quote"> <w:lsdexception locked="false" priority="30" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Intense Quote"> <w:lsdexception locked="false" priority="66" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 2 Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="67" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 1 Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="68" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 2 Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="69" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 3 Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="70" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Dark List Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="71" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Shading Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="72" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful List Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="73" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Grid Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="60" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Shading Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="61" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light List Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="62" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Grid Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="63" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 1 Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="64" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 2 Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="65" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 1 Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="66" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 2 Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="67" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 1 Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="68" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 2 Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="69" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 3 Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="70" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Dark List Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="71" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Shading Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="72" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful List Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="73" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Grid Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="60" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Shading Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="61" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light List Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="62" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Grid Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="63" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 1 Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="64" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 2 Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="65" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 1 Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="66" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 2 Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="67" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 1 Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="68" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 2 Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="69" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 3 Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="70" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Dark List Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="71" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Shading Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="72" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful List Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="73" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Grid Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="60" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Shading Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="61" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light List Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="62" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Grid Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="63" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 1 Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="64" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 2 Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="65" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 1 Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="66" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 2 Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="67" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 1 Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="68" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 2 Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="69" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 3 Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="70" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Dark List Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="71" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Shading Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="72" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful List Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="73" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Grid Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="60" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Shading Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="61" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light List Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="62" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Grid Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="63" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 1 Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="64" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 2 Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="65" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 1 Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="66" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 2 Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="67" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 1 Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="68" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 2 Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="69" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 3 Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="70" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Dark List Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="71" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Shading Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="72" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful List Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="73" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Grid Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="60" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Shading Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="61" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light List Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="62" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Grid Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="63" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 1 Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="64" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 2 Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="65" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 1 Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="66" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 2 Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="67" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 1 Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="68" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 2 Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="69" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 3 Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="70" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Dark List Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="71" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Shading Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="72" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful List Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="73" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Grid Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="19" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Subtle Emphasis"> <w:lsdexception locked="false" priority="21" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Intense Emphasis"> <w:lsdexception locked="false" priority="31" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Subtle Reference"> <w:lsdexception locked="false" priority="32" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Intense Reference"> <w:lsdexception locked="false" priority="33" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Book Title"> <w:lsdexception locked="false" priority="37" name="Bibliography"> <w:lsdexception locked="false" priority="39" qformat="true" name="TOC Heading"> </w:LatentStyles> </xml><![endif]--><style> <!-- /* Font Definitions */ @font-face {font-family:"Cambria Math"; panose-1:2 4 5 3 5 4 6 3 2 4; mso-font-charset:0; mso-generic-font-family:roman; mso-font-pitch:variable; mso-font-signature:-1610611985 1107304683 0 0 159 0;} @font-face {font-family:Calibri; panose-1:2 15 5 2 2 2 4 3 2 4; mso-font-charset:0; mso-generic-font-family:swiss; mso-font-pitch:variable; mso-font-signature:-1610611985 1073750139 0 0 159 0;} /* Style Definitions */ p.MsoNormal, li.MsoNormal, div.MsoNormal {mso-style-unhide:no; mso-style-qformat:yes; mso-style-parent:""; margin-top:0in; margin-right:0in; margin-bottom:10.0pt; margin-left:0in; line-height:115%; mso-pagination:widow-orphan; font-size:11.0pt; font-family:"Calibri","sans-serif"; mso-fareast-font-family:Calibri; mso-bidi-font-family:Arial;} .MsoChpDefault {mso-style-type:export-only; mso-default-props:yes; font-size:10.0pt; mso-ansi-font-size:10.0pt; mso-bidi-font-size:10.0pt; mso-ascii-font-family:Calibri; mso-fareast-font-family:Calibri; mso-hansi-font-family:Calibri; mso-bidi-font-family:Arial;} @page Section1 {size:8.5in 11.0in; margin:1.0in 1.25in 1.0in 1.25in; mso-header-margin:.5in; mso-footer-margin:.5in; mso-paper-source:0;} div.Section1 {page:Section1;} --> </style><!--[if gte mso 10]> <style> /* Style Definitions */ table.MsoNormalTable {mso-style-name:"Table Normal"; mso-tstyle-rowband-size:0; mso-tstyle-colband-size:0; mso-style-noshow:yes; mso-style-priority:99; mso-style-qformat:yes; mso-style-parent:""; mso-padding-alt:0in 5.4pt 0in 5.4pt; mso-para-margin:0in; mso-para-margin-bottom:.0001pt; mso-pagination:widow-orphan; font-size:11.0pt; font-family:"Calibri","sans-serif"; mso-ascii-font-family:Calibri; mso-ascii-theme-font:minor-latin; mso-fareast-font-family:"Times New Roman"; mso-fareast-theme-font:minor-fareast; mso-hansi-font-family:Calibri; mso-hansi-theme-font:minor-latin; mso-bidi-font-family:Arial; mso-bidi-theme-font:minor-bidi;} </style> <![endif]--> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Oleh: Arwani Syaerozi*</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Atas nama Agama, segelentir orang masih menjustifikasi tindakan anarkisnya. Atas nama Tuhan, sekelompok manusia melegalkan pelenyapan nyawa sendiri dan hak hidup orang lain. Atas nama Nabi dan Rasul, satu komunitas bangga menimbulkan suasana kisruh di tengah masyarakat. Dan atas nama kitab suci, mereka pun tega memporak porandakan<span style=""> </span>tempat sumber nafkah para karyawan dan pekerja yang tidak berdaya.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Baru-baru ini bom bunuh diri terjadi lagi di Negara kita (17/07), untuk kesekian kalinya, dalam motif yang tidak jauh berbeda dengan peristiwa-peristiwa sebelumnya. Korban meninggal dan terluka berjatuhan, kerusakan infrastruktur dan bangunan tidak bisa dihindarkan, imbas psikologi bagi masyarakat disekitar kejadian yang lolos dari maut akan terus menghantui, sumber penghidupan bagi mereka yang bekerja di lokasi kejadian terganggu, kalau tidak terputus sama sekali, saling curiga dan berprasangka buruk antar sesama komponen bangsa menjadi fenomena berikutnya.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><b>Motif dan Ideologi pelaku: <o:p></o:p></b></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Dalam beberapa kasus yang terjadi di tanah air, mulai dari bom bunuh diri di Bali I dan II, sekitar kedutaan Australia di Jakarta, di hotel Ritz Carlton dan Jw Marriot I dan II, <span style=""> </span>motif yang dapat kita simpulkan – dari hasil penyidikan pihak yang berwenang - adalah sentimen agama atau akidah. Harus kita akui, bahwa segelintir dari komunitas muslim di tanah air masih memandang perlu menggunakan kekerasan dalam upaya melaksanakan <i>amar ma’ruf nahi munkar</i> (berdakwah di Jalan Allah), bahkan mungkin menganggapnya sebagai satu-satunya cara untuk melenyapkan kemungkaran di muka bumi. Akar dari cara pandang ini, kalau kita telusuri akan kembali pada salah satu dari dua kutub pro-kontra seputar formalisasi syari’at Islam di tanah air.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Indonesia yang mayoritas penduduknya memeluk agama Islam, menurut pandangan sebagian masyarakat muslim, harus mengaplikasikan syariat Islam secara formal, dijadikan sebagai pijakan dan konstitusi negara. Pendapat demikian ini berangkat dari pemahaman tekstual terhadap firman Allah dalam al Qur’an (Qs. 2:208, 5:49). Sementara sebagian muslim lainnya berpendapat, bahwa Syari’at Islam tidak harus diformalkan dalam sebuah institusi Negara, justeru syariat Islam harus diamalkan oleh setiap pemeluk Islam secara natural dan penuh kesadaraan, tidak perlu adanya penekanan dari sebuah institusi atau lembaga. Pendapat ini dilandaskan pada hasil ijtihad para ulama dengan melakukan pendekatan antara teks al Qur’an maupun as Sunnah dengan realitas dan kemaslahatan. </p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Menurut saya, dua wacana di atas harus direspon positif dan diapresiasi oleh semua komponen bangsa, terlepas dari mana yang lebih tepat untuk diterapkan dalam konteks negara Indonesia. Karena beberapa faktor; Pertama, komunitas muslim di Indonesia adalah mayoritas, maka yang disuarakannya pun akan sangat logis untuk didengarkan. Kedua, realitas heterogennya umat Islam di Indonesia, hampir semua madzhab akidah, fikih dan sekte pemikiran berkembang secara pesat. Hal ini menuntut timbulnya multi penafsiran terhadap ajarannya dan menafikan mono-tafsir. Ketiga, iklim demokrasi yang semakin kondusif dalam beberapa tahun terakhir telah mengakomodir kebebasan berekspresi, berpendapat dan berserikat. Kita tidak bisa memaksa para pengusung formalisasi syari’at untuk bungkam atau melarang dalam mewacanakannya ke publik, karena itu adalah wujud berpendapat yang haknya dilindungi oleh undang-undang, begitu juga kalangan yang kontra terhadap formalisasi syari’at, mereka punya hak untuk menyuarakannya, mempengaruhi publik dan pemerintah dalam hal ini. Yang penting dicatat dalam masalah ini adalah, bagaimana dua sudut pandang ini bisa ditemukan sehingga ada titik temu yang bisa diterima oleh kedua belah pihak. Bagaimana agar konflik “penafsiran” ini tidak menimbulkan teror, intimidasi dan huru-hara yang mengoyak ketentraman masyarakat. Dan bagaimana agar kebijakan pemerintah – dalam masalah ini – berjalan sesuai dengan keinginan publik, yang multi etnis, suku dan keyakinan sehingga bisa diterima oleh seluruh komponen bangsa.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Dari polemik di atas, para pelaku teror, intimidasi dan bom bunuh diri yang mengatas namakan agama, memiliki keyakinan bahwa perintah <i>amar ma’ruf dan nahi munkar</i> (berdakwah di jalan Allah) di bumi Indonesia perlu dilakukan dengan cara yang “tegas”, walaupun berakibat timbulnya korban jiwa, hancurnya infrastruktur, dan lenyapnya ketentraman dalam masyarakat. Keyakinan mereka ini, diperkuat dengan klaim bahwa Islam yang benar adalah apa yang mereka fahami, sementara yang lain tidak murni atau bahkan dikatagorikan sebagai komunitas syrik. </p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Akan tetapi, tidak berarti seluruh aktivis pengusung formalisasi syari’at di tanah air berpandangan sama seperti katagori di atas yang terkesan kaku dan keras. Kenyataannya banyak dari kalangan yang pro-formalisasi syari’at mengutuk peristiwa bom bunuh diri, dan menganggapnya sebagai sesuatu yang tidak harus terjadi di tanah air. Seperti pernyataan sikap Partai Keadian Sejahtera (PKS) yang mengutuk peristiwa ini, dan respon Abu Bakar Ba’asyir pimpinan jama’ah Ansharut Tauhid, yang menurutnya hal semacam ini tidak perlu terjadi, karena justeru akan menghambat proses dakwah. (Koran tempo: 17/07). </p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><b>Menjaga hak hidup: pilar maqasid syari’ah<o:p></o:p></b></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Sejauh ini, para pelaku bom bunuh diri di berbagai Negara termasuk di tanah air merupakan orang-orang yang direkrut oleh jaringan tertentu. Mereka yang telah menjadi anggota akan dikader secara militan, didoktrin ideologi khusus, bahkan difasilitasi untuk berbagai kebutuhan hidupnya dan keluarganya. Untuk kepentingan ini, dengan berkedok ajaran Islam, dalam diri mereka akan dipupuk sikap benci terhadap selain komunitas muslim, ditanam pemahaman legalitas (halal-nya) darah orang-orang non muslim dan para pelaku kemaksiatan kapan dan di manapun, sehingga dapat dilenyapkan dengan cara apapun, tanpa harus membedakan non muslim yang dilindungi secara hukum dan lainnya.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Dalam kerangka <i>maqasid syari’ah</i> (tujuan syari’at), <i>hifdz an Nafs</i> (menjaga hak hidup) termasuk dalam katagori <i>ad Dharuriyat</i> (hal-hal primer) yang akan selalu diperhatikan dan dijaga keberlangsungannya, bersentuhan dengan wilayah ini, berarti bersentuhan dengan pilar sangat sakral dalam <i>maqasid syari’ah</i> (tujuan syari’at). Untuk itu, syari’at Islam dan agama apapun menurut Abu Hamid al Ghazali (al Mustashfa: 2/482) dan Abu Ishak as Syatibi (al Muwafaqat: 2/266), melarang pemeluknya untuk menganiaya apalagi sampai menghabisi nyawa sendiri atau hak hidup orang lain (Qs. 6: 151), dengan tanpa adanya sebab yang membolehkan, seperti peperangan atau hukuman atas tindakan sebelumnya (Qishah), maka Islam memperbolehkannya. <i>“Dan dalam Qishah itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, hai orang-orang yang berakal, supaya kamu bertakwa”</i> (Qs. 2:179).</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Berkaitan dengan kasus bom bunuh diri akhir-akhir ini, ada dua pertanyaan menarik: Apakah perjuangan untuk formalisasi syari’at - oleh para pengusungnya - harus melalui mekanisme “huru-hara”?, sedangkan pada saat yang sama iklim demokrasi di Negara kita mengakomodir dan memungkinkannya untuk diperjuangkan melalui jalan damai (politik praktis). Apakah kewajiban untuk <i>amar ma’ruf nahi munkar</i> (berdakwah di jalan Allah) tetap dibenarkan dengan cara-cara kekerasan? Sedangkan kondisi di tanah air yang heterogen baik di internal umat Islam maupun di masyarakat secara keseluruhan menuntut untuk terciptanya toleransi antar sesama.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Realitas membuktikan bahwa mayoritas penggerak formalisasi syari’at memilih untuk berdiplomasi lewat jalur politik praktis, terbukti dengan adanya partai-partai politik berideologi Islam, walaupun sebagian lainnya masih memandang tabu dan haram mengikuti alam demokrasi. Dan <span style=""> </span>para ulama pun telah sepakat bahwa <i>amar ma’ruf nahi munkar </i>tidak boleh dilaksanakan dengan mekanisme yang menimbulkan fitnah, seperti timbulnya ketidak tentraman di tengah masyarakat, dalam hal ini Rasulullah SAW sebenarnya telah mengingatkan fase-fasenya, yaitu: dengan kekuatan, atau dengan ucapan atau kalau tidak memungkinkan maka cukup dengan mengingkari di dalam hati (HR. Muslim: 49). </p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Apapun konteknya, dalam kacamata <i>maqasid syari’ah</i> (tujuan syari’at), <i>Hifdz an Nafs</i> (menjaga hak hidup) merupakan <i>ad Dharuriyat</i> (hal-hal primer) yang akan selalu diperhatikan dan dijaga keberlangsungannya. Hak hidup ini dijamin oleh agama untuk dirasakan oleh semua orang tanpa pandang bulu. Para ulama pun berpendapat bahwa menghapus kedzaliman (saling menganiaya) di tengah umat manusia adalah <i>al Maqasid al Udzma</i> (tujuan utama) diutusnya para Rasul ke muka bumi.<span style=""> </span>Untuk itu, kalaupun benar bom bunuh diri baru-baru ini berdalih <i>amar ma’ruf nahi munkar</i> (berdakwah di jalan Allah) yang diyakini dan dilakukan oleh pelakunya, maka pada hakikatnya bersumber dari dangkalnya pemahaman terhadap ajaran agama, bukan dari ajaran agama itu sendiri. <i>Wallahu’a’lam </i><span style=""> </span></p> ARWANI SYAEROZIhttp://www.blogger.com/profile/09027736948255652043noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-5714573745198519986.post-73924815946913902532009-07-15T14:33:00.000-07:002009-07-16T06:01:33.397-07:00Relasi kajian Maqasid Syari'ah<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgTMDvutro4tW3vRlgvLc1b4vONjRMmNpbptCaqs14yK2yPs8D2xFpnj4JAcUDAeB8uGA98NsP34bPZC27vynYkBFPGu085sSNPv3iqA_xkLj86dCRoDcxv9C9BZwgfAyKAzULruB_w4m38/s1600-h/P7160378.JPG"><img id="BLOGGER_PHOTO_ID_5359042269086492626" style="FLOAT: left; MARGIN: 0px 10px 10px 0px; WIDTH: 234px; CURSOR: hand; HEIGHT: 320px" alt="" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgTMDvutro4tW3vRlgvLc1b4vONjRMmNpbptCaqs14yK2yPs8D2xFpnj4JAcUDAeB8uGA98NsP34bPZC27vynYkBFPGu085sSNPv3iqA_xkLj86dCRoDcxv9C9BZwgfAyKAzULruB_w4m38/s320/P7160378.JPG" border="0" /></a><br /><div style="TEXT-ALIGN: justify">Oleh: Arwani Syaerozi<br /><br />Tulisan ini terinspirasi dari buku yang ditulis oleh Prof. Dr. Nuruddin al Khadimi, pakar Maqasid Syari'ah dari universitas Ezzitouna Tunisia. Yaitu buku yang berjudul <span style="FONT-STYLE: italic">"al Maqasid as Syar'iyah wa sillatuha bi al Adillah as Syar'iyah wa al Musthalahat al Ushuliyah"</span> (Relasi kajian Maqasid Syari'ah dengan dalil Syar'i dan term-term Ushul fiqh). Buku ini merupakan rentetan dari empat buku yang diterbitkan dalam satu waktu, cetakan pertama pada tahun 2003.<br /><br />Dalam uraiannya, penulis menjabarkan relasi maqasid Syari'ah dengan Dalil Syar'i yang disepakati oleh seluruh sekte Islam, seperti al Qur'an, as Sunnah, al Ijma' dan al Qiyas. dan dalil-dalil yang <span style="FONT-STYLE: italic">debatable</span> (masih diperdebatkan), seperti al Istislah, al Istihsan, al Istishab, Qaul as Shahabi, al Urf, dll. Ia juga menyinggung hubungan kajian Maqasid Syari'ah dengan term-term ushul fiqh, seperti al Illat, al Hikmah, al Bid'ah, al Hilah, al Ahkam at Taklifiyah dan al Wad'iyah. dan disempurnakan juga dengan mengupas relasinya dengan ka'idah fiqh dan fiqh perbandingan.<br /><br />Dalam relasi Maqasid Syari'ah dengan ushul fiqh, penulis menganggapnya sebagai hubungan cabang dengan induk, sebab, maqasid syari'ah - dalam arti sebagai sebuah kajian - dalam sejarahnya ia merupakan pengembangan dari skup pembahasan ushul fiqh. Secara substansi ia disarikan dari point-point parsial kajian ushul fiqh yang kemudian dikembangkan dan dispesifikkan dengan nama kajian Maqasid Syari'ah.<br /><br />Bahasa yang digunakan dalam buku ini sangat sederhana, mudah dicerna, tampaknya, penulis sengaja mengemasnya dengan format demikian karena sasaran dari buku ini adalah para peminat kajian maqasid syari'ah yang masih dalam katagori pemula. Hal ini tentunya berbeda dengan beberapa bukunya yang lain, seperti "al Maqasid fi al Madzhab al Maliki" dan "al Ijtihad al maqasidi" kedua buku tersebut disetting oleh penulisnya sebagai bacaan kalangan intelektual menengah ke atas.<br /><br />Nuruddin al Khadimi telah menelurkan lebih dari 20 karya ilmiyah dalam bidang ini, yang menarik dari penulis yang merupakan guru besar ini adalah, kemampuannya dalam mengklasifikasi karya tulisnya sesuai dengan target konsumennya, ia menulis secara sistematik buku-buku tentang maqasid syari'ah mulai dari yang diperuntukkan untuk kalangan pemula hingga para pakar. </div>ARWANI SYAEROZIhttp://www.blogger.com/profile/09027736948255652043noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-5714573745198519986.post-24859450279314640192009-06-21T04:02:00.000-07:002009-06-21T04:21:39.404-07:00Berpijak pada Maqasid Syari’ah<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi9lsejnGOiBSQJcdHUdPBAWUrr1b8B1YmbwRBjYYBKjDrA_GwuRwkUp9bLAnqeWkYu0J6ZCtTj8JFnKPjGXRIW1OT52O2TFbrJyU_bEv3zwtGd8uArpmdHn-TXCUC0IHzSVKuQIIRoVx02/s1600-h/P2250007.JPG"><img id="BLOGGER_PHOTO_ID_5349739415578799090" style="FLOAT: left; MARGIN: 0px 10px 10px 0px; WIDTH: 258px; CURSOR: hand; HEIGHT: 320px" alt="" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi9lsejnGOiBSQJcdHUdPBAWUrr1b8B1YmbwRBjYYBKjDrA_GwuRwkUp9bLAnqeWkYu0J6ZCtTj8JFnKPjGXRIW1OT52O2TFbrJyU_bEv3zwtGd8uArpmdHn-TXCUC0IHzSVKuQIIRoVx02/s320/P2250007.JPG" border="0" /></a><br /><div align="justify"><strong>Oleh: Arwani Syaerozi</strong><br /><br />Fikih atau biasa disebut dengan hukum Islam beserta perangkat-perangkatnya, seperti <em>Ushl al Fiqh</em> dan <em>Qawaid al Fiqh</em>, adalah diantara unsur-unsur penting dalam peradaban Islam. Semenjak pertama kali Islam diwahyukan kepada Muhammad SAW sebagai utusan, semenjak itu pula benih-benih wacana fikih digulirkan di tengah komunitas muslim.<br /><br />Dalam sejarahnya, kajian fikih ini mulai memasuki tahap perkembangan secara pesat setelah berakhirnya periode <em>Khulafa ar Rasyidin</em> (kepemimpinan empat sahabat Nabi), lebih tepatnya pada masa para pemimpin mujtahid, seperti Abu Hanifah (w: 150 H / 767 M), Malik bn Anas (w: 179 H / 796 M), Muhammad bn Idris as Syafi’I (w: 204 H / 820 M), dan Ahmad bn Hanbal (w: 241 H / 855 M). Pada periode ini, literatur Islam semakin pesat berkembang, khususnya yang berkaitan dengan kajian fikih atau hukum Islam yang dibarengi juga dengan munculnya pakar-pakar kelimuan yang berkaitan, seperti ilmu hadits, tafsir, ushul fikih.<br /><br />Keterbatasan teks baik al Qur’an maupun as Sunnah, yang mana telah final pasca wafatnya Rasulullah SAW, pada saat yang sama pola hidup manusia melalui kreativitas dan inovasinya terus berkembang seiring dengan perputaran waktu, telah mengharuskan para ulama fikih untuk bekerja keras dalam berijtihad untuk menemukan status hukum fikih dari setiap kasus dan persoalan yang terjadi di tengah masyarakat muslim.<br /><br />Berkaitan dengan <em>istinbath al Ahkam</em> (pengambilan hukum fikih), proses ini akan memberikan konklusi hukum yang tidak mengena jika tidak dibarengi dengan pemahaman paripurna terhadap konsep dan kaidahnya. Dewasa ini, kita bisa melihat dua aliran yang cukup ekstrim, yang pertama kaum trekstualis, hanya menyandarkan proses pengambilan hukum fikih pada <em>dzahir</em> (sisi lahir) dari teks al Qur’an maupun as Sunnah, sehingga kesimpulan hukum yang dihasilkannya pun terkesan kaku, tidak jarang berbenturan dengan rasio dan realita.<br /><br />Kelompok kedua adalah kalangan liberalis, yang dengan lantang menyuarakan pendekatan kemaslahatan dalam proses pengambilan hukum fikih. Di mana kemaslahatan yang dimaksud oleh kalangan ini adalah sebuah konsep “liar” yang tidak terikat oleh teks al Qur’an maupun as Sunnah, bahkan dalam beberapa hal, terkesan melampaui koridor Islam.<br /><br />Kedua kalangan ini sangat ekstrim, yang pertama membatasi istinbath al Ahkam hanya pada sisi lahir dari teks al Qur’an dan as Sunnah saja, yang mengakibatkan lingkup ijtihad menjadi sempit. Sedangkan yang kedua tampak ekstrim dengan menyuarakan kaidah kemaslahatan “tanpa batas” yang cenderung ingin melepas proses ijtihad dari perhatian terhadap teks keagamaan.<br /><br />Padahal, pada saat perangkat fikih berupa ushul fikih diwacanakan oleh as Syafi’i melalui karyanya <em>ar Risalah</em>, ulama-ulama fikih mulai membahas secara seksama segala hal yang berkaitan dengannya. al Juwaini misalnya, melalui bukunya <em>al Burhan</em> menyinggung Maqasid Syari’ah, begitu juga dengan muridnya al Ghazali dalam buku <em>al Mustashfa</em>. al Izz bn Abd. Salam melalui <em>Qawaid al Ahkam</em> membahas tuntas seputar kemaslahatan dalam koridor Maqasid Syari’ah, atau as Syatibi yang secara eksplisit mengangkat tema Maqasid Syari’ah dalam bukunya <em>al Muwafaqat</em> sebagai unsur pendukung Ushul Fikih produk ulama abad sebelumnya. Melihat realitas adanya ekstrim kiri dan ekstrim kanan di atas, kaidah kemaslahatan dalam koridor Maqasid Syari’ah yang digagas oleh para ulama ini patut untuk terus diwacanakan dewasa ini.<br /><br />Dari sinilah kita perlu mendiskusikan, sejauh mana kaidah kemashlahatan ditolerir dalam proses pengambilan hukum fikih, Di manakah posisi Maqasid Syari’ah (tujuan syari’at) dalam proses ijtihad. Selama ini kita pun banyak mengenal pakar-pakar Fikih, Ushul Fikih, Tafsir Ahkam, Hadits Ahkam dari ulama-ulama yang hidup sebelum abad ke 21, yang mana mereka memiliki ide dan gagasan seputar kemaslahatan dan maqasid syari’ah, baik yang tertuang secara ekslpisit maupun secara implisit dalam karya-karya tulis mereka.<br /><br />Sudah menjadi keharusan bagi para intelektual dan akademisi muslim yang berkecimpung dalam ranah kajian Islam untuk terus mengaktualisasikan konsep maqasid Syari’ah agar dapat dijadikan sebagai pijakan dalam proses <em>istinbath al Ahkam</em> dalam menyikapi kasus baik yang berkaitan dengan interaksi sosial, dunia bisnis dan ekonomi, lingkup politik, maupun kemajuan teknologi. Mengutip statemen Ibn Asyur (w: 1973 M) <em>“Agar kita faham mana yang masuk dalam katagori tujuan, yang mana Syari’at dalam hal ini akan memprioritaskan perhatiannya, dan mana yang masuk dalam katagori perantara, sehingga ia hanya akan menjadi batu loncatan untuk merealisasikan tujuan”</em> (Maqasid as Syari’ah al Islamiyah: 141). </div>ARWANI SYAEROZIhttp://www.blogger.com/profile/09027736948255652043noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-5714573745198519986.post-21433428318605791772009-05-02T16:12:00.000-07:002009-05-02T16:30:34.281-07:00Kairouan: Ibukota kebudayaan Islam 2009<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgoreJyp3yrG_G6iOXa7kNcglkl7KEdMpbyBivJP-m5A1q9yft8V64AqwOnYGOAmwtlYjuAeZ-0DfA93VN2110-6cTLxBs-kUt2T2LaJc3Ie4PMM59IRPg3ZjGsa2K5pSnNPmr-Y4qw5cSG/s1600-h/kar.jpg"><img id="BLOGGER_PHOTO_ID_5331370671489974738" style="FLOAT: left; MARGIN: 0px 10px 10px 0px; WIDTH: 130px; CURSOR: hand; HEIGHT: 87px" alt="" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgoreJyp3yrG_G6iOXa7kNcglkl7KEdMpbyBivJP-m5A1q9yft8V64AqwOnYGOAmwtlYjuAeZ-0DfA93VN2110-6cTLxBs-kUt2T2LaJc3Ie4PMM59IRPg3ZjGsa2K5pSnNPmr-Y4qw5cSG/s320/kar.jpg" border="0" /></a><br /><div align="justify">Oleh: Arwani Syaerozi*<br /><br />Secara geografis Kairouan berada di wilayah teritorial Republik Tunisia, berjarak sekitar 156 km dari ibukota Tunis. Pada tahun 2009 ini, kota Kairouan ditetapkan oleh organisasi pendidikan, Ilmu dan kebudayaan Islam (ISESCO), sebagai ibukota kebudayaan Islam. Kota ini tergolong kecil, dengan jumlah penduduk sekitar 120 ribu jiwa.<br /><br />Kota Kairouan pertama kali didirikan pada tahun 50 H / 670 M, oleh sahabat Rasulullah Saw bernama Uqbah bn Nafi’ (w: 63 H / 683 M), pada saat ia memimpin pasukan militer dinasti bani Umayah untuk berkonsentrasi di wilayah Afrika utara. Tekad yang diucapkan olehnya pada saat mendirikan kota Kairouan adalah sbb: <em>“Saya berharap kota ini menjadi pangkalan militer dan tempat peristirahatan bagi kafilah (jalur lalu lintas), semoga kelak menjadi titik permulaan bagi kemenangan umat Islam”</em>. Ruh dari statemen ini pada akhirnya menjadi sebuah kenyataan, karena sepeninggalnya agama Islam berkembang hingga ke Maghrib Aqsha (ujung barat Arab) yaitu Maroko dan hingga ke Andalusia (Spanyol), bahkan Islam hingga saat ini menjadi agama mayoritas penduduk negara-negara di kawasan Afrika utara.<br /><br /><strong>Tokoh kenamaan dan saksi sejarah</strong><br /><br />Kairouan yang memiliki catatan sejarah besar, juga memilliki sejumlah nama tokoh dan ulama mendunia. Di antara ulama kota Kairouan adalah: Imam Sahnun (w: 240 H / 855 M) penulis buku <em>al Mudawanah</em>, pembesar madzhab Maliki yang belajar langsung pada Imam Malik bn Anas (w: 179 H / 796 M) di Madinah. Imam Abu Zaid al Kairouani (w: 386 H / 996 M) salah seorang pakar fiqh madzhab Maliki dengan bukunya <em>Risalah</em>, buku fikih sederhana namun menjadi rujukan utama. Abu Sa’id al Baradzi’i (w: 438 H / 1046 M) pakar hadits yang menulis buku <em>at Tahdzib</em>, sebagai upaya mensistematik-kan buku al Mudawanah karya Sahnun, Ibn. Rasyiq (w: 463 H / 1071 M) ahli sastra dengan karya monumentalnya <em>al Umdah</em>, memuat konsep penulisan dan kritik konstruktif sastra Arab.<br /><br />Dari kota ini pula, asal pendiri masjid al Kairouwiyien di kota Fes Maroko (kelak menjadi salah satu dari tiga universitas Islam tertua di dunia, di samping Ezzitouna Tunisia, al Azhar Mesir), ia adalah saudagar perempuan bernama Fatimah bt Mohammad al Fihri, dan juga pendiri masjid Andalusia (Spanyol) yaitu Maryam bt Mohammad al Fihri (adik kandung Fatimah), di mana keluarganya merupakan imigran dari kota Kairouan, sehingga nama masjidnya pun dinisbatkan pada kota tersebut.<br /><br />Adapun saksi sejarah kota Kairouan, kita bisa mengunjungi peninggalan tokoh pendirinya, yaitu sebuah masjid besar yang juga dikenal dengan Masjid Uqbah bn Nafi’ atau masjid agung, penampungan air Brutha, yang digunakan olehnya sebagai sanitasi, museum kota Kairouan, dan kita juga bisa berziarah ke makam Abu Zam’ah al Balwi (w: 34 H / 654 M), salah seorang sahabat Rasulullah yang wafat di Kairouan.<br /><br /><strong>Kairouan: dikupas dari berbagai sisi</strong><br /><br />Dalam menyambut penetapan kota ini sebagai ibukota kebudayaan Islam 2009, para akademisi dan intelektual Tunisia serta dari negara-negara Arab lainnya mengadakan kegiatan simposium ilmiyah. Acara ini diselenggarakan pada tanggal 21 – 23 April bertempat di <em>Bait al Hikmah</em> Kairouan. Banyak hal yang diangkat sebagai tema kajian, semuanya berkaitan dengan kota Kairouan: dimulai dari lingkup geografis <em>“Kairouan: dalam buku-buku geografi klasik dan kontemporer”</em>, dari sisi kebudayaan <em>“eksistensi kebudayaan Islam di Kairouan: semenjak didirikan hingga dewasa ini”</em>, dari sisi keagamaan <em>“Relasi keilmuan (fiqh) antara Kairouan, Andalusia dan Arab timur”</em>, dari sisi sejarah <em>“Kairouan di mata para petualang Arab”</em>, dan tidak ketinggalan kajian seputar tokoh ulama legendaris asal Kairouan <em>“Konsep pendidikan perspektif Imam Mohammad bn Sahnun”</em>.<br /><br />Penulis yang pernah tinggal selama dua tahun di Tunisia (2005-2007), menyaksikan dengan mata kepala sendiri suasana kota Kairouan, kota yang relatif tenang, kaya dengan nilai peradaban. Dengan peninggalan situs sejarah yang masih terawat dan terjaga, kota ini pun akan membawa alur pikiran para pengunjungnya menuju pada masa-masa di mana Uqbah bn Nafi’ memulai upayanya untuk membangun kota, pada masa di mana Imam Sahnun mendidik masyarakat muslim di Afrika utara, atau pada masa Ibrahim bn Aghlab (w: 196 H / 812 M) pemegang kendali dinasti Aghlabiyah memerintah wilayah Afrika utara dari pusat ibukotanya Kairouan.<br /><br />Dengan kondisi demikian, sangat pantas jika UNESCO (organisasi pendidikan, ilmu dan kebudayaan PBB) mengkatagorikan Kairouan sebagai salah satu kota bersejarah dunia, dan ISESCO (organisasi pendidikan, ilmu dan kebudayaan Islam) menetapkannya sebagai ibukota kebudayaan Islam 2009. <em>Selamat…!</em> </div>ARWANI SYAEROZIhttp://www.blogger.com/profile/09027736948255652043noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-5714573745198519986.post-74909138813893873742009-04-27T10:20:00.000-07:002009-05-02T16:40:15.987-07:00Dialog dengan BBC seputar UU keluarga Maroko<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhUdl1i6ENbHOI4_Qi4KRmRcDDYSYI5iKdi1C1Y4OMSneyX_3Bh_NIUmxFx7fRXmNRJPbbWVwBz-gLbPtwrgm7s0UsiBWobRdagZIpbuogZfYvgJ8WIPKRDgI05a1JE19gAEx15zlHfm1Rz/s1600-h/bbc.jpg"><img id="BLOGGER_PHOTO_ID_5331375513481892898" style="FLOAT: left; MARGIN: 0px 10px 10px 0px; WIDTH: 116px; CURSOR: hand; HEIGHT: 116px" alt="" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhUdl1i6ENbHOI4_Qi4KRmRcDDYSYI5iKdi1C1Y4OMSneyX_3Bh_NIUmxFx7fRXmNRJPbbWVwBz-gLbPtwrgm7s0UsiBWobRdagZIpbuogZfYvgJ8WIPKRDgI05a1JE19gAEx15zlHfm1Rz/s320/bbc.jpg" border="0" /></a><br /><div align="justify"><em>(Dipandu oleh Ahmad Marzouk, wartawan senior radio BBC London)</em></div><br /><div align="justify"><br />Pada Februari tahun 2004, Maroko mulai menerapkan undang-undang baru, yang draftnya sempat menjadi sumber perdebatan sengit berbulan-bulan.<br /><br />UU bernama Moudawana atau Mudawwanah al Usrah itu digambarkan mengubah banyak ketentuan pernikahan, perceraian dan pembagian warisan.<br /><br />Mengapa undang-undang itu masih menjadi bahan pembicaraan hangat, lima tahun setelah mulai diberlakukan, seperti film komedi laris Number One.<br /><br />Musik pengiring film tersebut populer di Maroko, sebagaimana alur ceritanya.<br /><a onclick="window.open(this.href,this.target,'status=no,scrollbars=no,resizable=yes,width=409,height=269'); return false;" href="http://www.bbc.co.uk/mediaselector/check/indonesian/meta/dps/2009/03/090315_moroccanlaw?size=au&bgc=003399&lang=id&nbram=1&nbwm=1&bbram=1&bbwm=1" target="avaccesswin">Sila dengar Paket Minggu: Kontroversi UU Keluarga Maroko</a><br /><br />Tokoh utama film komedi ini adalah Aziz, yang digambarkan suka emperlakukan para wanita yang bekerja di perusahaannnya dan istrinya secara semena-mena.<br /><br />Meski demikian, belakang karena pengaruh pesona istrinya, Aziz mulai lebih menghormati wanita dan berubah menjadi pria idola mereka.<br /><br />Film Number One dinilai mencerminkan perubahan tajam yang dibawa oleh undang-undang Moudawana. Berdasarkan UU tersebut, wanita di Maroko kini bebas untuk menikah tanpa perlu izin kerabat pria, dan lebih mudah mengajukan tuntutan perceraian.<br /><br /><strong>Mengenyam kebebasan </strong><br /><br />Di mata orang luar, perubahan status hukum bagi Wanita Maroko ini tidak begitu kentara, sebab banyak dari mereka telah mengenyam kebebasan seperti rekan mereka di dunia Barat. Setidaknya itulah pengamatan Maryam El-Wahdah yang tengah menyelesaikan program master sastra Arab di universitas Cadi Eyyadh di Marakesh.<br /><br />Kondisi kehidupan kaum wanita di Maroko, seperti yang diamati Maryam El-Wahdah, dirasa sebagian kalangan masih perlu diperluas.<br /><br />Apa penyebabnya? Arwani Syaerozi, adalah peneliti syariah yang tengah merampungkan program doktor di Universitas Mohammed V di Rabat.<br /><br />Menurut Arwani, Moudawana menjanjikan pemberdayaan seperti dikehendaki aktivis hak wanita dan kubu sekuler di Maroko.<br /><br />Dan, Sanae, seorang wanita muda yang berprofesi sebagi guru mengatakan telah mendapat manfaat dari UU Moudawana. Sanae bisa bercerai dan perceraian itu mungkin tidak akan terjadi tanpa Moudawana.<br /><br />Di Pengadilan Keluarga di Kota Rabat, banyak orang mengurus perkara seputar sengketa perkawinan mereka.<br /><br />Moudawana atau UU Keluarga memang mempercepat proses perceraian bagi wanita. Tapi, bagaimana kaum pria di negara memandang undang-undang tersebut?<br /><br />"Ini bagus untuk wanita Maroko, sebab mereka mendapatkan hak," kata seorang pria.<br /><br />"Tapi, bagi pria, ini mungkin benar-benar sia-sia. Akibat Moudawana, banyak orang bercerai. Mereka juga berfikir dua kali sebelum menikah," katanya.<br /><br />Seorang pria menyatakan penolakan yang tegas. "Perlu waktu lama untuk membangun rumah tangga, dan akibat masalah sepele, anda bisa kehilangan segalanya. Tidak ada stabilitas antara istri dan suami," ujar si pria.<br /><br />Dalam masa beberapa tahun setelah Moudawana diterapkan, jumlah perceraian sempat naik tajam, sebelum turun lagi.<br /><br /><strong>Faktor mentalitas<br /></strong><br />Sementara itu, jumlah poligami meningkat.dan banyak perempuan usia d bawah 18 tahun diperkenankan menikah.<br /><br />Menurut aktivis hak asasi manusia, Fatima Boutaleb, kondisi ini terjadi akibat Moudawana tidak diterapkan sebagaimana mestinya.<br /><br />Menurut Fatima Boutaleb, undang-undang tersebut prestasi terbesar bagi kami kaum wanita Maroko, dan para aktivis wanita.<br /><br />"Namun, pada saat yang sama, setelah lima tahun, kami kini dihadapkan dengan banyak tantangan, seperti kurangnya pelatihan tenaga yang bertugas menerapkan undang-undang," kata Fatima.<br /><br />Dia juga menyinggung faktor mentalitas. "Kami benar-benar yakin bahwa orang belum mehamami benar isi dan makna, serta alasan di balik revisi undang-undang keluarga ini," katanya.<br /><br />Bagi sebagian wanita Maroko, Moudawana mungkin mendatangkan kebebasan baru bagi mereka, termasuk kesempatan belajar bagi wanita seperti pengalaman wanita ini.<br /><br />Namun, bertahun-tahun setelah diberlakukan, undang-undang itu masih menjadi topik hangat dalam kehidupan sehari-hari Maroko, kata Maryam el Wahdah.<br /><br />Perdebatan mengenai UU Keluarga tidak lepas latar belakang sosial politik Maroko sendiri.<br /><br />Meski mayoritas penduduknya muslim, dan tradisi Islam dan Arab masih berakar kuat, Maroko juga masih memiliki banyak warisan kolonial Prancis, kata Arwani Syaerozi.<br /><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiQq_G853uBHO_K9dYDK3yPLk0KqS2QJIvoKE3YMMZi5C6fUXXPxBVgb9w5OY5mzXeGbyGVFrjF-Sv5oMNiIuxgPU-ZeF2-54OPzwYFBj8NS4usSx8CavtRuZGHon_ZfcuARhZ1msSkRRZB/s1600-h/bbc.jpg"></a></div><br /><br />(Sumber:http://www.bbc.co.uk/indonesian/indepth/story/2009/03/090315_morroccanact.shtml)ARWANI SYAEROZIhttp://www.blogger.com/profile/09027736948255652043noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-5714573745198519986.post-10689510713416345062009-03-31T06:12:00.000-07:002009-04-27T10:38:35.922-07:00Relevansi akhlak Rasulullah dalam kehidupan modern.<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj9v40kxblXKns4HTc4F6OwASYKwHXfbH84xwu3Q7QVol7ChRAjnMMfE46t_ABJpC2dYaMW7sswdimm3rXUIaiyY-Obq1Ml_mrQa-6dJejA9c4_opCkEc9kflwc005a1h7zjP_v41rRw2ZW/s1600-h/akhlak.jpg"><img id="BLOGGER_PHOTO_ID_5329426948782224386" style="FLOAT: left; MARGIN: 0px 10px 10px 0px; WIDTH: 104px; CURSOR: hand; HEIGHT: 104px" alt="" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj9v40kxblXKns4HTc4F6OwASYKwHXfbH84xwu3Q7QVol7ChRAjnMMfE46t_ABJpC2dYaMW7sswdimm3rXUIaiyY-Obq1Ml_mrQa-6dJejA9c4_opCkEc9kflwc005a1h7zjP_v41rRw2ZW/s200/akhlak.jpg" border="0" /></a><br /><div align="justify">Oleh: Arwani Syaerozi*<br /><br /><strong>Pendahuluan: </strong><br /><br />Akhlak adalah cermin dari kondisi suatu masyarakat yang di dalamnya mencakup individu-individu manusia. Baik dan buruknya akhlak seseorang akan mempengaruhi kualitas budi pekerti komunitas masyarakatnya secara umum. Bahkan barometer kemajuan dan kemunduran suatu peradaban bisa juga dilihat dari kualitas akhlak dan budi pekertinya.<br /><br />Dalam kehidupan modern saat ini, kemajuan ilmu dan teknologi sangat pesat, batas-batas geografis negara atau bahkan benua tidak lagi mampu membendung arus globalisasi dalam segala lini kehidupan, termasuk lini sosial dan budaya. Gaya hidup suatu bangsa dengan mudah bisa diakses kemudian diaplikasikan oleh masyarakat bangsa lainnya. Imbas negatif maupun positif dari kenyataan ini tumpang tindih, sehingga menimbulkan polemik dalam tataran masyarakat luas, terutama bagi kalangan relegius dan pemerhati moral.<br /><br />Di satu sisi, Islam adalah doktrin sekaligus peradaban yang telah eksis semenjak 15 abad yang silam. Dari segi kuantitas, penganut agama Islam berada pada level terbesar kedua di dunia. Saat Muhammad Saw dipilih oleh Allah Swt sebagai seorang utusan yang membawa misi rahmatan lil alami (rahmat bagi sekalian alam), saat itu pula Ia mendeklarasikan bahwa diantara prioritas misinya adalah pembangunan moral dan etika. "Sesungguhnya saya tidak diutus kecuali hanya untuk menyempurnakan budi pekerti" (HR. Ahmad dan Hakim). Hal ini diperkuat dengan realitas sejarahnya, karena sepanjang itu pula Islam telah memberikan perhatian penuh pada moralitas umat manusia.<br /><br />Melalui prolog di atas, ada beberapa pertanyaan berkaitan dengan dunia modern yang cenderung membawa manusia kepada arah "dekadensi moral", sehingga komunitas muslim yang merupakan bagian dari umat manusia secara keseluruhan perlu juga mengantispasinya. Sejauh mana kebutuhan kita dalam melakukan filterisasi budaya dan gaya hidup pihak asing, agar kita tidak terkontaminasi pengaruh negatifnya? Dan melalui sosok nabi Muhammad Saw, kepribadian apakah yang paling urgen untuk diaplikasikan oleh para umatnya dewasa ini?<br /><br /><strong>Profil singkat Muhammad Saw:<br /></strong><br />Muhammad bin Abdullah bin Abd. Muthalib bin Hasyim bin Abd. Manaf bin Qusai bin Kilab bin Murrah bin Ka’b bin Lu’ay bin Ghalib bin Fihr. Nasabnya menyambung sampai kepada Adnan salah seorang keturunan nabi Ismail putra nabi Ibrahim A.S. yang merupakan sentral pertalian nasab para nabi.<br /><br />Lahir pada hari senin tanggal 12 Rabiul Awal tahun gajah (570 M). Pada tahun kelahirannya terjadi peristiwa spektakuler, yaitu dikerahkannya pasukan tentara bergajah di bawah komando panglima perang bernama Abaraha, seorang gubernur Yaman untuk dinasti Najasyi yang berpusat di Ethiopia. Pasukan bergajah ini rencananya akan menghancurkan ka'bah di Makkah, yang pada saat itu menjadi pusat ritual peribadatan bangsa Arab, namun belum sampai kepada sasarannya, pasukan bergajah ini dihancurkan oleh Allah Swt dengan melalui burung Ababil yang menyerang dengan batu-batu kerikil dari neraka. (Qs. Al Fiil : 1-5)<br /><br />Dari sisi ekonomi dan tingkat strata sosial, keluarga Muhammad termasuk kalangan sederhana dan bukan bangsawan. Semenjak usia kanak-kanak ia telah menjadi seorang yatim piatu, akhirnya yang mengasuh adalah pamannya Abu Thalib. Pada saat usianya mencapai tujuh tahun, ia ikut membantu perekonomian keluarga pamannya dengan bekerja sebagai penggembala kambing di kampung Bani Sa’d. Setelah beranjak dewasa ia dilibatkan dalam ekspedisi perdagangan dibawah manajemen perusahaan pamannya Abu Thalib. Bisnis yang ditekuninya adalah ekspor-impor komoditi dagang mencakup wilayah Makkah (Arab Saudi) dan Syam (Syria, Yordania dan sekitarnya).<br /><br />Melalui kesibukan ekonomi ini, siti Khadijah, seorang saudagar perempuan di Makkah saat itu, menjadi tertarik melihat kepribadian Muhammd. Ia terkenal dengan pemuda yang memiliki etos kerja tinggi, jujur, dan kreatif. Hingga akhirnya siti Khadijah berkeinginan menjalin hubungan kelurga melalui pernikahan dengan beliau. Dan akhirnya siti Khadijah resmi menjadi istrinya yang pertama. Perkawinan itu terjadi pada saat Muhammad berusia 25 tahun, sedangkan usia siti Khadijah 40 tahun.<br /><br />Dari pernikahannya dengan siti Khadijah, Muhammad Saw dikarunia enam orang anak, yaitu : al Qasim, Abdullah, Zainab, Ruqayyah, Umi kaltsum, dan Fatimah. Sedangkan puteranya yang bernama Ibrahim lahir dari istrinya yang bernama Maria al Qabthiyah.<br /><br /><strong>Meneladani budi pekerti nabi Muhammad:<br /></strong><br />Banyak keistimewaan yang dimiliki oleh nabi Muhammad saw, sehingga banyak pula kalangan intelektual dan akademisi dari masa ke masa yang tertarik mengkaji dan mendalami berbagai aspek kehidupannya. Misalnya, Muhammad sebagai seorang negawaran, sebagi seorang bisnisman atau pelaku ekonomi, sebagai seorang da'i, sebagai seorang pemimpin dalam kelarga, sebagai rasul pilihan, dst.<br /><br />Dalam kesmpatan ini, yang akan dikupas adalah kepribadan Muhammad Saw berkaitan dengan budi pekerti dan prilaku dalam berkeluarga dan bermasyarakat. Semua ini disesuaikan dengan tema besar yang diangkat pada kesempatan acara peringatan maulid nabi Muhammad saw. Yaitu « Relevansi akhlak Rasulullah Saw dalam kehidupan modern ».<br /><br />Salah satu gelar yang disandang oleh nabi Muhammad saw adalah al Amin (yang dapat dipercaya), gelar ini dianugerahkan kepadanya oleh masyarakat Arab yang hidup pada saat itu, semua ini tidak lepas dari prilaku jujur yang selalu dikedepankan olehnya dalam berinteraksi sosial, sehingga orang-orang Arab saat itu selalu mempercayakan Muhammad untuk menjaga amanat-amanat mereka. Sedangkan gelar al Amin itu sendiri dilekatkan kepadanya secara formal, bertepatan dengan peristwa peletakan hajar aswad di Kabah.<br /><br />Pada saat masyarakat Arab selesai merenovasi bangunan Ka'bah, mereka kemudian akan mengembalikan posisi hajar aswad pada tempatnya semula, di sinilah kerancuan terjadi, semua marga dan suku yang hadir saat itu merasa berhak untuk mengerjakan proses pengembalian posisi hajar aswad, mereka saling berebut, berselisih pendapat dan tidak ada yang bersedia mengalah. Jalan buntu menghadang di depan perselisihan tersebut, konflik fisik dan pertumpahan darah hampir mewarnai perselisihan itu.<br /><br />Sebagai jalan tengah, akhirnya seluruh bangsa Arab sepakat dengan menyerahkan peletakan hajar aswad kepada orang yang pertama kali masuk ke pintu haram (areal Ka’bah). Pada saat keputusan bersama itu ditetapkan, datanglah Muhammad sebagai orang yang pertama kali masuk ke pintu areal Ka’bah. Secara serentak, orang-orang Arab yang hadir saat itu menyambut kedatangannya dan memberikan gelar kepadanya sebagai al Amin (orang yang dapat dipercaya).<br /><br />Kepribadian lain yang juga menonjol dari sosok Muhammad Saw adalah sikap tegar dan sabar dalam menjalani kehidupan, terutama saat-saat menghadapi kesulitan. Pada saat perang Uhud, ia terluka di wajahnya, terkena serangan musuh, melihat kondisi ini, para sahabat menjadi khawatir akan keselamatannya, sebab serangan musuh semakin gencar dan bertubi-tubi. Maka para sahabat pun memberikan saran kepadanya : Wahai baginda Rasul, akan lebih baik jika engkau berdo’a meminta kepada Allah Swt agar membinasakan musuh-musuh kita saat ini juga, Rasulullah menjawab saran para sahabatnya ini : « Saya tidak diutus sebagai sosok yang suka melaknat, akan tetapi saya diutus sebagai pembawa rahmat dan kasih sayang bagi setiap orang« (HR. Muslim).<br /><br />Kita juga bisa mengambil contoh lain dalam hal kesabaran dan ketabahannya saat menghadapi kesulitan, yaitu ketika Rasulullah dihina dan dicaci maki oleh masyarakat Tho’if, saat itu beliau sedang berdakwah menyampaikan risalah illahi kepada mereka. Bukan hanya sekedar menolak dakwahnya, akan tetapi masyarakat Tho’if saat itu menghina dan menghardiknya, bahkan meresponnya dengan serangan fisik dengan melempari batu-batu kerikil kepada beliau. Dalam kondisi demikian Rasulullah tidak serta merta melaknat mereka, padahal di tengah perjalanan pulang dari Tho'if, malaikat Jibril A.s mendatanginya bersama mailaikat penjaga gunung seraya menawarkan "jasa" untuk membinasakan kaumnya yang biadab itu, beliau menolak tawaran tersebut dan berkata: « Barangkali saja di masa yang akan datang, akan terlahir generasi-generasi mereka yang mengimani dakwah ini«. (HR. Bukhori dan Muslim)<br /><br />Lebih ringkasnya, dalam mengkaji kepribadian Rasulullah saw ini kita bisa menyimak salah satu ayat dalam al Qur’an, yaitu surat at Taubah ayat 128 yang artinya « Telah datang kepada kalian, seorang utusan dari golongan kalian sendiri, ia merasa berat atas segala sesuatu yang menimpa diri kalian, selalu mengharapkan kebaikan atas diri kalian, dan ia adalah sosok penyantun dan penyayang kepada orang-orang yang beriman «.(Qs. At Taubah : 128)<br /><br />Imam ar Razi (w: 1209 H / 606 M) dalam buku tafsirnya yang diberi judul Mafatih al Ghoib memaparkan bahwa ada empat kepribadian Rasulullah yang dijelaskan dalam ayat ini :<br /><br />Pertama, keberadaan Rasulullah dari jenis makhluk manusia, adalah suatu keistimewaan tersendiri bagi makhluk Allah yang bernama « manusia ». Dengan diutusnya Muhammad (yang seorang manusia) sebagai seorang rasul, akan mempermudah komunikasi dan interaksi antara rasul dan umatnya.<br /><br />Kedua, Rasulullah selalu merasa berat hati akan perkara-perkara negatif yang menimpa umatnya. Sebagian ulama mengartikan penggalan ayat ini, bahwa ia merasa susah dan berat hati apabila umatnya melakukan dosa dan maksiat kemudian tidak segera bertaubat.<br /><br />Ketiga, Rasulullah selalu mengharapkan yang terbaik dari umatnya, keberhasilan baik di dunia maupun di akhirat, perhatian ini setidaknya mencontohkan betapa besar waktu, tenaga dan pikiran yang dicurahkan olehnya untuk memperhatikan kondisi umatnya, bukan hanya sebatas perhatian terhadap kondisi keluarga, kerabat atau koleganya saja, akan tetapi mencakup seluruh umat yang beriman.<br /><br />Keempat, dalam ayat ini, Rasulullah diberi gelar dengan dua Asma al Husna (nama-nama Allah) secara sekaligus, yaitu sifat Rauf (penyantun) dan Rahim (penyayang). Kedua sifat ini telah menguatkan misi Rasulullah dalam melakukan dakwah Islamiyah, sebagaimana ditegaskan dalam ayat yang lain « Sesungguhnya saya tidaklah mengutus engkau kecuali sebagai kasih sayang bagi sekalian alam « (Qs. al Anbiya: 107)<br /><br /><strong>Penutup :<br /></strong><br />Sebagai umat Islam, kita telah memiliki figur yang telah dijelaskan di atas, yaitu sosok Muhammad dengan kepribadian dan budi pekerti luhurnya. Sudah semestinya kita mencontoh kepada beliau untuk melakukan hal yang sama dalam diri kita. Ada kepribadian jujur, sabar, tabah, penyantun, penuh perhatian, yang mana kepribadian-kepribadian ini telah diaplikasikan secara langsung oleh Rasulullah selama masa hidupnya.<br /><br />Apabila perubahan zaman, dengan kemajuan ilmu dan kecanggihan teknologinya tidak dapat dibendung oleh siapapun, dan pada saat yang sama perubahan pola hidup dan pola berfikir manusia terus mengikuti perubahan zaman tersebut, kita - sebagai komunitas muslim - perlu mengikat diri kita pada nilai-nilai religius, hal ini agar imbas kemajuan yang terkadang mencabik-cabik nilai kemanusiaan, seperti penghalalan segala cara dalam mencapai tingkat strata sosial atau dalam rangka mengkoleksi materi, bisa diredam dengan kesalihan individu yang merupakan imbas dari nilai-nilai agama.<br /><br />Kemudian globalisasi dalam segala lini kehidupan yang memberikan kemudahan dalam mengakses budaya dan pola hidup bangsa lain, yang belum tentu sesuai dengan norma dan etika kita, dapat kita minimalisir imbas negatif dari globalisasi ini dengan berpegang pada budi pekerti Rasulullah saw, bukankah sebagai seorang muslim kita akan lebih dinamis dan singkron dengan kepribadian Muhammad sebagai suri tauladan dari pada prilaku komunitas lainnya ?<br /><br />Maka, filterisasi budaya dan pola hidup yang kita butuhkan pada saat ini adalah dengan cara menyandarkan referensi moral dan etika keseharian kita kepada contoh luhur budi pekerti Rasulullah Saw, mengutip salah satu ayat dalam al Qur’an : «Sesungguhnya engkau berada dalam budi pekerti yang luhur « (Qs. al Qalam: 4)</div><br /><div align="justify"></div><br /><div align="justify"></div><br /><div align="justify"></div><br /><div align="justify"><em><br /><br />* Makalah ini dipresentasikan dalam seminar peringatan maulid Nabi Muhammad Saw di KBRI Rabat, Jum'at 13 Maret 2009. </em></div>ARWANI SYAEROZIhttp://www.blogger.com/profile/09027736948255652043noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-5714573745198519986.post-8942576726396498562009-03-27T16:37:00.001-07:002009-03-27T16:59:22.168-07:00Wakil kita yang baru<div align="justify">Tanggal 9 April 2009 akan dilangsungkan pemilihan umum anggota legislatif. Legislatif adalah sebuah lembaga yang diisi oleh para wakil-wakil kita, mereka yang akan mendengarkan keluh kesah orang-orang yang mewakilkannya untuk kemudian disampaikan kepada lembaga eksekutif sebagai pemegang kebijakan negara.</div><div align="justify"> </div><div align="justify"><br />Sebagai orang yang akan memilih wakil, kita harus selektif terhadap tokoh yang akan kita pilih, kita patut mengenali terlebih dahulu sosok calon legislatif yang akan dipilih, jangan sampai kita memilih wakil yang tidak jelas. Jika tidak ada seorang-pun dari calon legislatif (Caleg) yang dikenal track record kepribadian dan kiprahnya, maka salurkan saja suara kita ke partai politik tanpa menyertai caleg, tentunya dengan terlebih dahulu memahami platform dan garis perjuangan partai yang akan kita pilih.</div><div align="justify"> </div><div align="justify"><br />Selamat memilih untuk semua yang punya hak pilih, menggunakan hak pilih jauh lebih baik dari pada golput, kita harus yakin bahwa kondisi perpolitikan bangsa kita masih terus dalam proses pendewasaan, akan tiba saatnya politisi-politisi "karbitan" dan politisi-politisi "busuk" tidak memiliki daya jual di tengah masyarakat.</div><div align="justify"> </div><div align="justify"> </div>ARWANI SYAEROZIhttp://www.blogger.com/profile/09027736948255652043noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-5714573745198519986.post-7917941756085915472009-01-12T03:21:00.000-08:002009-01-12T03:57:38.853-08:00Hasil transkip interviw BBC<div align="justify"><em>Berikut ini hasil wawancara seputar temus yang di siarkan oleh radio BBC London, yang dipandu oleh Ahmad Marzuq Produser BBC Siaran Indonesia<br /></em><br /><br />Masa ibadah haji kembali mulai bergulir. Dan, mata rantai pengiriman jamaah calon haji pun mulai bergerak.<br /><br />Menjelang kedatangan mereka di kota gerbang haji Saudi, Jeddah, sebagian orang yang ikut sibuk adalah barisan mahasiswa Indonesia yang tengah belajar di Timur Tengah dan Afrika Utara.<br /><br />Sebagian dari mereka belajar di Mesir, Suriah, Yordania, Mesir, Sudan dan tentu Arab Saudi sendiri.<br /><br />Salah seorang dari mereka adalah Maimunah Ghani. Dia mahasiswi program S-2 di ibukota Sudan, Khartoum.<br /><br />Bersama dengan ratusan mahasiswa lain asalIndonesia , dia dikontrak sebagai tenaga musiman alias temus untuk melayani jamaah haji Indonesia. <a onclick="window.open(this.href,this.target,'status=no,scrollbars=no,resizable=yes,width=409,height=269'); return false;" href="http://www.bbc.co.uk/mediaselector/check/indonesian/meta/dps/2009/01/090111_hajjattendants?size=au&bgc=003399&lang=id&nbram=1&nbwm=1&bbram=1&bbwm=1" target="avaccesswin">Simak Paket Minggu BBC tentang tenaga musiman haji</a><br /><br />Berbeda dengan Maimunah Ghani yang baru pertama kali, Arwani Syaerozi sudah dua kali ini menjadi tenaga musiman Haji. Arwani meluangkan waktu di sela-sela kuliahnya di ibukota Maroko, Rabat.<br /><br />Keberadaan tenaga musiman seperti Arwani Syaerozi mulai muncul pada tahun 1970-an, sejalan dengan menggelembungnya jumlah muslim Indonesia yang menunaikan ibadah haji.<br /><br />Menurut Konsul Haji di KJRI Jeddah Muhammad Nur Abdu Shomad Kamba, temus dari kalangan mahasiswa diarahkan utamanya untuk menjadi jembatan komunikasi antara angota jamaah haji dengan petugas setempat, mengingat penguasaan bahasa Arab mereka.<br /><br />Namun, itu tidak berarti bahasa Arab merupakan merupakan bekal satu-satunya untuk mengatasi masalah di lapangan. Setidaknya itu kesimpulan, Harun al- Rashid, mahasiswa Universitas Yarmuk, Yordania, yang telah tiga kali menjadi temus.<br /><br /><strong>Menjanjikan</strong><br /><br />Di banyak negara, ibadah haji telah menumbuhkan industri pendukung, termasuk dengan membuka lapangan kerja tenaga musiman.<br /><br />Tidak mudah mendapatkan besaran nilai nominal bisnis yang berkembang berkaitan dengan ibadah haji.<br /><br />Yang jelas, beberapa WNI di Arab Saudi, seperti Amiruddin mengaku, bisa mengandalkan sumber nafkah dengan memberikan jasa kepada jamaah haji dan umrah.<br /><br />Dan, bagi komunitas mahasiswa Indonesia yang menimba ilmu di kawasan Timur Tengah, permintaan akan tenaga musiman tentu bisa menjadi sumber pemasukan yang menjanjikan, tutur Harun al-Rashid.<br /><br />Menurut dia, honor yang dia terima cukup untuk membayar uang kuliah dan menambah biaya hidup di Yordania.<br /><br />Selain faktor ekonomis, sebagian mahasiswa juga memanfaatkan waktu luang beribadah dan memperbaharui jaringan sosial mereka. Setidaknya itu pengalaman Arwani Syaerozi.<br /><br />Tahun ini jumlah tenaga musiman atau temus sedikit di atas 500 orang. Jumlah itu sekilas besar, apalagi jika ditambah tenaga yang didatangkan langsung dari Indonesia.<br /><br />Namun, tetap saja angka itu langsung terlihat kerdil jika dibandingkan dengan jumlah besaran jumlah calon haji asal Indonesia.<br /><br />Konsul Haji Muhammad Nur Kamba mengatakan, pemerintah Saudi menetapkan batas jumlah tenaga musiman yang bisa didatangkan.<br /></div><div align="justify"></div><div align="justify"></div><div align="justify"><br /><br />sumber: <a href="http://www.bbc.co.uk/indonesian/programmes/story/2009/01/081115_hajjseasonalworkers.shtml">//www.bbc.co.uk/indonesian/programmes/story/2009/01/081115_hajjseasonalworkers.shtml</a></div>ARWANI SYAEROZIhttp://www.blogger.com/profile/09027736948255652043noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-5714573745198519986.post-68863715406446799712009-01-01T05:46:00.000-08:002009-01-01T05:58:17.518-08:00Meneladani ketegaran nabi Ibrahim<div align="justify">Oleh: Arwani Syaerozi*<br /><br />Pada sepuluh hari pertama di bulan Dzul Hijjah (bulan ke dua belas dalam kalender hijriyah), umat Islam disuguhi tiga “ibadah tahunan” secara bersamaan, yaitu ibadah haji, ibadah kurban, dan sholat Idul adha. Tiga jenis ibadah ini akan mengingatkan kita pada sosok Ibrahim As (sekitar 2013 SM). Melalui tiga jenis ibadah ini pula, kita dapat mengambil pelajaran dari kisah hidupannya, untuk kita jadikan spirit dalam menjalani kehidupan saat ini.<br /><br />Nabi Ibrahim As, yang kemudian dinisbatkan kepadanya tiga agama sekaligus (Yahudi, Kristen dan Islam) dengan sebutan agama-agama Ibrahimi atau Samawi, menjadi central pertalian nasab (keturunan) para nabi dan rasul yang hidup setelah zamannya.<br /><br />Status Ibrahim A.s. sebagai “bapak para nabi”, dan perjalanan hidupnya yang penuh dengan ujian dan cobaan, membuat kita bertanya-tanya: Adakah sesuatu yang bisa dijadikan teladan dari kisah kehidupannya? Masih relevankah jika kita megadopsi kiat-kiatnya dalam menghadapi ujian hidup?<br /><br />Ada dua peristiwa bersejarah berkaitan dengan nabi Ibrahim As yang akan saya angkat dalam tulisan ini, kedua kisah tersebut menunjukkan bagaimana saat seorang Ibrahim dihadapkan pada ujian terberat dalam hidupnya. Bagaimana ia harus berani menantang arus maensterm dalam hal akidah, dan bagaimana ia dihadapkan pada keadaan dilematis saat Allah SWT meng-intruksikan kepadanya satu perintah yang secara sekilas sangat “tidak manusiawi”.<br /><br /><strong>Ibrahim dan kedzaliman penguasa:</strong><br /><br />Adalah kisah kehidupan Ibrahim di era kejayaan seorang raja yang bernama Namrud bin Kan’an (sekitar 1943-2275 SM) , penguasa diktator dari bangsa Babylon yang menjadi tiran bagi dakwah nabi Ibrahim di tengah keluarga dan masyarakatnya.<br /><br />Kegigihan dan kecerdasannya dalam menyebarkan “misi illahi” menimbulkan murka raja Namrud dan bala tentaranya. Kekuasaan dan kekuatan yang dimiliki oleh Namrud tidak menyurutkan semangat Ibrahim dalam berdakwah, walaupun Namrud selalu bersikap keras dan intoleran. Melihat proses dakwah nabi Ibrahim semakin menunjukkan hasil, Namrud mengeluarkan intruksi kontroversial, yaitu eksekusi dengan membakar Ibrahim secara hidup-hidup.<br /><br />Apakah Ibrahim menjadi ciut nyali dengan ancaman ini? Apakah Ibrahim menghentikan proses dakwahnya agar selamat dari bahaya yang mengancam jiwanya? Di sinilah, kita bisa melihat ketegarannya saat menghadapi cobaan, kebulatan tekad dalam melaksanakan kewajiban dakwah kepada masyarakat untuk meng-Esakan Allah SWT membuatnya pantang untuk menyerah, dengan segala konsekuensinya ia tetap mendengungkan “kalimat tauhid”.<br /><br />Keteguhan sikap yang dimiliki oleh Ibrahim ini akhirnya membuahkan hasil, Tuhan tidak membiarkan kekasihnya sendirian dalam menghadapi keganasan Namrud hambanya yang sangat dzalim. Jilatan api yang memanggang nabi Ibrahim saat itu telah perintahkan jinak tidak mampu membakar tubuhnya. (Qs. al Anbiya: 69).<br /><br />Kisah pergulatan akidah antara nabi Ibrahim dengan keluarga dan masyarakat pada zamannya ini dapat kita lihat secara detail dalam al Quran melalui surat al Anbiya ayat 52 - 70.<br /></div><div align="justify"><strong><br />Ibrahim harus kehilangan keluarga:</strong><br /></div><div align="justify"><br />Saat nabi Ibrahim dihadapkan pada posisi dilematis, antara menolak atau menjalankan perintah Tuhannya untuk mengeksekusi Ismail anak kandungnya dari hasil pernikahan dengan istri keduanya siti Hajar, adalah “momen berat” yang harus dipertaruhkan olehnya.<br /><br />Siapa orangnya yang tega membunuh keturunan sendiri? Orang tua mana yang rela menyembelih buah hatinya? Ibu mana yang tidak meronta saat nyawa anaknya dipertaruhkan? Pertanya’an-pertanya’an seperti ini yang mungkin terlintas dalam pikiran kita saat menyimak kisah lain tentang Ibrahim.<br /></div><div align="justify"><br />Pada fase ujian kali ini, kita bisa melihat ketegaran Ibrahim sekeluarga saat menerima intruksi Tuhan yang sekilas sangat “tidak manusiawi”. Apakah Ibrahim mengelak dari perintah ini? Atau bahkan memprovokasi istri dan anaknya untuk tidak menghiraukan perintah tersebut? Ibrahim bukanlkah tipe pembangkang, ia tidak berkarakter plin-plan, akan tetapi Ibrahim tegar dalam menghadapi ujian, bahkan yakin akan adanya hikmah dibalik sekenario Tuhan.<br /></div><div align="justify"><br />Sebagai bapak yang bijak, Ibrahim mendiskusikan perintah penyembelihan yang ia terima melalui mimpi tersebut kepada anaknya Ismail. Sang anak yang juga seorang nabi menjawab dengan tegas: “Wahai ayahku kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu, Insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar” (Qs. Ash Shafaat : 102)<br /></div><div align="justify"><br />Menjelang detik-detik penyembelihan, iblis gencar memprovokasi suasana, mempengaruhi siti Hajar sang ibu yang telah bersusah payah mengandung dan melahirkannya, iblis berceloteh: “Wahai siti Hajar ! Apakah benar suamimu yang membawa parang akan menyembelih anakmu Ismail yang sedang tumbuh dan menggemaskan itu?”. Siti Hajar sempat terprovokasi dan meminta agar suaminya mengurungkan niatnya untuk menyembelih, akan tetapi melihat ketegaran Ibrahim dan Ismail, siti Hajar akhirnya memahami situasi.<br /><br />Benarlah apa yang diyakini oleh Ibrahim, Ismail dan siti Hajar saat itu, bahwa dibalik perintah Tuhan yang dinilai “tidak manusiawi” itu, terdapat skenario agung dan tersimpan hikmah yang sulit dinalar oleh akal. Dalam perintah penyembelihan ini, Allah SWT ingin menguji kepatuhan dan ketegaran Ibrahim sekeluarga. Sebab menjelang proses eksekusi, Allah SWT mengutus malaikat untuk mengganti Ismail dengan seekor hewan sembelihan. “Sesungguhnya ini adalah merupakan suatu ujian yang nyata. Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar“ (Qs. As Shafaat: 106-107).<br /></div><div align="justify"><strong><br />Teladan yang selalu relevan:<br /></strong></div><div align="justify"><br />Dalam dua kisah tentang nabi Ibrahim di atas, ada sesuatu yang dapat kita ambil sebagai uswah (teladan). Di antaranya adalah: sikap tegar, sabar dan yakin akan pertolongan Allah SWT saat kita diberi cobaan atau musibah.<br /><br />Sikap tegar dalam menghadapi cobaan akan menumbuhkan rasa sabar dalam menjalani kehidupan, dan kesabaran ini akan membuahkan hasil suatu keyakinan akan perhatian dan pertolongan Tuhan.<br /></div><div align="justify"><br />Dapat kita bayangkan seandainya Ibrahim adalah sosok yang tidak tegar dalam menghadapi rintangan, maka ia pasti akan mengeluh pada saat datangnya ujian, ia akan menyerah dalam mengemban amanat dakwah karena adanya intimidasi penguasa, atau Ibrahim akan mengacuhkan intruksi Tuhan sa’at diperintah untuk menyembelih Ismail.<br /></div><div align="justify"><br />Akan tetapi, Ibrahim adalah sosok yang tegar dalam menghadapi cobaan, pribadi yang taat kepada perintah Tuhan dengan segala konsekuensinya, sebab ia percaya bahwa kebaikan menurut kacamata Tuhan di atas kebaikan menurut perspektif manusia “ Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui ” (Qs. al Baqarah: 216)<br /></div><div align="justify"><br />Namun, meneladani kisah hidup nabi Ibrahim bukan berarti harus kembali mengaplikasikan pola hidup seperti zaman sekian ribu tahun yang silam, sebab kehidupan kita saat ini jauh lebih modern, problematika yang kita hadapi pun jauh lebih kompleks. Akan tetapi teladan yang yang harus kita aplikasikan adalah; ketegaran, kesabaran, dan keyakinan yang pernah dicontohkan oleh nabi Ibrahim. Tiga hal ini merupakan kunci sukses dalam menghadapi ujian pada fase zaman kapan pun.<br /><br /><br /><em>* Tulisan ini dipublikasikan di media <a href="http://www.fahmina.or.id/">www.fahmina.or.id</a> </em></div>ARWANI SYAEROZIhttp://www.blogger.com/profile/09027736948255652043noreply@blogger.com