Friday, November 27, 2009

Buka-tutup Jalan: Materi Ushul Fiqh dan Maqasid Syari’ah


Oleh: Arwani Syaerozi

Ad dzara’i (bentuk jamak dari Adzari’ah) maknanya adalah: perkara mubah (boleh) yang pada ujungnya bisa membawa pada titik kemadharatan (diharamkan oleh agama), atau bisa membawa pada titik kemaslahatan (dianjurkan oleh agama). Maka, pada saat berujung pada madarat (kerusakan) ulama memblokirnya, dan pada saat berujung pada maslahat (kemaslahatan) mereka memperbolehkannya.

Memblokir jalan:

Transaksi jual beli atau akad-akad lainnya, adalah sesuatu yang boleh, akan tetapi kalau dilakukan pada saat menjelang (mendekati sholat Jum'at) ia diharamkan (tapi tetap sah), karena akan membuat pelakunya lalai akan kewajiban sholat Jum'at.

Menghujat sesembahan orang non muslim, hukum asalnya boleh atau bahkan dianjurkan, akan tetapi yg demikian ini akan menimbulkan "serangan balik" dengan menghujat Allah Swt, maka ulama sepakat melarangnya, saddan li ad dzara'i (memblokir jalan).

Melamar gadis yang sudah (sedang) dipinang oleh orang lain, melamar hukum asalnya boleh, akan tetapi dalam kasus ini akan menimbulkan perselisihan / konflik, maka ulama melarangnya.

Menjual buah anggur ke pihak / perusahaan yg memproduksi minuman keras, hukum asal jual-beli adalah boleh, akan tetapi dalam kasus ini dilarang (haram) karena akan menimbulkan perkara yg dilarang agama.

Membuka jalan:

Sebagaimana saya sebutkan di awal tulisan, bahwa ad Dzara'i (perantara/media) ini pada kasus-kasus tertentu dibuka, ulama mengistilahkannya dengan fath ad Dzara'i (membuka jalan) ia merupakan oposit dari Sad ad Dzara'i (memblokir jalan).

Contoh aplikasinya: memberikan harta/fasilitas kepada musuh (dalam perang) atau pembajak, sebagai tebusan untuk membebaskan tawanan/sandera. ulama membolehkannya dengan alasan fath dzara'i (membuka jalan) untuk sesuatu yang lebih maslahat.

Menyuap seseorang atau pihak tertentu untuk keputusan hukum yg sebenarnya, pada saat ia didzalimi (dianiaya atau direkayasa dalam pengadilan). Artinya, status hukum yg seharusnya ia terima tidak bisa didapatkan kecuali dengan mengeluarkan uang/harta. Maka ulama membolehkannya dengan alasan fath Dzara'i (membuka jalan) untuk mendapatkan haknya.

Termasuk Materi Ushul Fiqh dan Maqasid:

“Ad Dzara'i: saddan wa fathan” (memblokir dan menutup jalan) adalah materi kajian Ushul fiqh dan Maqasid Syari’ah. Imam Al Qarrafi (w: 684 H) dalam bukunya ad Dzakhirah menyatakan bahwa: “Ada dua hal yang berkaitan dengan hukum syari’at, pertama adalah al Maqasid (tujuan), terejawentahkan dalam menggapai maslahat (kemaslahatan) dan mencegah mafsadat (kerusakan). Yang kedua adalah al wasa’il (perantara/media), yaitu sesuatu yang menjadi jalan untuk mencapai al Maqasid (tujuan).

Dari penjabaran al Qarrafi di atas, kita bisa mengkatagorikan kajian “ad Dzara’i: saddan wa fathan” (memblokir dan membuka jalan) masuk ke dalam katagori kedua, yaitu berkaitan dengan al Wasa’il (peratara/media).

Untuk itu, Nuruddin al Khadimi dalam bukunya Al Maqasid as Syar’iyah wa Sillatuha bi al Adillah as Syar’iyah (Relasi antara Maqasid Syari’ah dan Dalil Syar’i) menyatakan bahwa: “Ad Dzara’i: Saddan wa fathan” (memblokir dan membuka jalan) walaupun dibahas dalam ushul fiqh, dalam bab “al adillah al mukhtalaf fiha” (dalil-dalil yg masih diperdebatkan validitasnya), ia juga merupakan materi kajian Maqasid Syari’ah, karena erat berhubungan dengan kemaslahatan dan kemafsadatan.